Suasana senja hari di desa Dukuh Sati diwarnai dengan hujan rintik-rintik.
Di salah satu sudut desa tampak kesibukan sebagian penduduknya untuk mempersiapkan pesta perkawinan salah satu kerabat mereka.
Layaknya tradisi penduduk setempat, perhelatan hajat perkawinan pasti diawali dengan gotong royong para keluarga dalam persiapannya.
Mulai lepas senja terdengar lantunan musik dangdut yang diputar menggunakan speaker ala kadarnya untuk menemani mereka yang bergotong-royong.
Ada yang membuatkan panggung musik di depan rumah pengantin, ada pula sebagian lagi-kaum perempuannya-sibuk mempersiapkan masakan untuk dihidangkan keesokan hari.
Seruni, sang pengantin wanita berwajah cantik yang baru saja melangsungkan akad nikahnya sore tadi tampak tersenyum-senyum bahagia di dalam kamarnya. Ia ditemani seorang waria yang dibayar sebagai penata rias pengantin sekaligus dekorasi pelaminan untuk melulur kulitnya agar lebih bersih saat bersanding di pelaminan keesokan harinya.
"Siapkan fisik ya, buat besok..." canda si waria perias pengantin. Ia sibuk melulurkan ramuan ke lengan pengantin wanita.
"Kenapa memang?" Seruni mengerutkan alis.
"Ya, tahu sendirilah, pengantin kan mesti duduk seharian di pelaminan, gak bisa ngapa-ngapain. Khusus bersalaman aja menerima tamu, gak boleh tidur dan istirahat, minum juga gak boleh banyak, ntar bolak-balik ke wc lagi, itu kan juga bisa bikin capek dan pegal." sahut si waria.
"Gak papa lah. Kan cuma sekali seumur hidup..."
"Eh, itu belum seberapa. Malamnya itu lho yang paling gawat!" si waria senyam-senyum jahil.
"Kenapa memang?" Seruni yang merupakan gadis desa yang polos bertanya penasaran.
"Lihat saja nanti. Kau akan jadi obyek pelampiasan nafsu dari lawan jenismu itu. Kau akan dipeluk, ditindih, dipelintir, dicium, dijilat, dibolak-balik, terus diganyang habis-habisan semalam suntuk...."
"Oh....!" Seruni memerah wajahnya. "Jorok, ah!" Ia mengibaskan tangannya malu-malu.
Si waria tertawa. "Eh, tapi enggak perlu kamu lawan. Biarkan saja. Dia akan menyerah sendiri setelah terjadi adegan pengecrotan!"
"Ih, porno!" Seruni memekik kecil, antara perasaan malu tapi diam-diam merasa terbangkit gairahnya mendengar candaan dari periasnya.
Di luar rumah hujan mulai turun rintik-rintik. Sebagian kaum pria yang bergotong royong mendekorasi dan membangun panggung musik tampak gelisah.
"Gawat! Kalau sampai turun hujan bakal tak selesai nih panggung!" gerutu salah satu pekerja royong sambil memandang langit. Ia merasakan air banyak menetes-netes di wajahnya.
"Cari saja cabe dan bawang merah. Tusuk pakai lidi, trus tancapkan di tanah, itu penangkal hujan," usul temannya.
Lelaki berbadan kurus itu segera berlari ke samping rumah. Di situ memang terdapat kebun sayuran beraneka macam. Tak jauh dari situ juga terdapat area pekuburan yang berada di tepi hutan.
Ia segera mencabut serumpun tanaman bawang merah, dan memetik dua tiga butir lombok, sekaligus juga merenggut setangkai daun kelapa untuk dijadikan lidi.
Ia akan beranjak pergi ketika telinganya mendengar suara mencurigakan dari arah area pemakaman tak jauh dari situ. Tanah yang dipijaknya terasa sedikit bergerak-gerak.
Naluri pengontrolnya segera bergerak. Ia memang kerap bertugas sebagai penjaga malam di kampung, sehingga segala macam suara, bau dan gerakan di dalam kegelapan telah menjadi santapannya.
Pelan-pelan ia mendekati area pemakaman di mana ia mendengar suara mencurigakan tadi. Sambil mengendap-endap di kegelapan ia mengintip di balik sebuah pohon besar dan rimbun.
Ia memang mencurigai lokasi pemakaman bisa dijadikan tempat berbuat mesum oleh para pemuda setempat. Tak sekali dua warga pernah memergoki sepasang muda-mudi berbuat mesum di tempat itu. Hal itu memang wajar mengingat lokasi makam merupakan tempat yang aman bagi para pecandu birahi untuk memuaskan hasratnya! Selain gelap, dianggap aman dari kunjungan warga di malam hari karena dicap angker dan berbahaya.
Tapi lelaki bertubuh kurus itu sekali lagi tidak ada niat untuk melakukan penggerebekan.
Ia hanya ingin menikmati adegan mesum di hadapannya sebagai tontonan gratis. Sebagai hiburan selingan di sela kesibukannya sebagai petani sayur dan penjaga malam di kampung itu.
Matanya nyalang mengamati suasana kegelapan kuburan. Tapi adegan indehoi yang ia nanti-nantikan tidak terlihat di sana. Yang ada hanya deretan kayu-kayu nisan, rerumputan dan tanaman sawang di sela pekuburan.
Mereka pasti melakukannya di antara kuburan! Pikirnya.
Ia lalu melangkah lebih mendekati area pemakaman. Tentunya sambil merunduk dan mengendap-endap. Matanya bagai kucing di malam hari mencari-cari sumber suara mencurigakan tadi, dan kini kakinya berada di antara deretan gundukan kuburan.
"Hah...?!!!" ia terbelalak. Salah satu kuburan di sampingnya terlihat bergerak-gerak. Salah satu kayu nisannya tumbang. Lalu tanah kuburan di permukaannya menyeruak, dan memperlihatkan sepasang tangan yang terkelupas kulit dan dagingnya bergerak-gerak liar.
Ia melangkah mundur karena terkejut.
Setahunya kuburan itu adalah milik salah seorang warga yang meninggal dua minggu lalu.
Aroma busuk tercium dan menyebar!
Sepasang tangan berbau busuk itu terus mengais-ngais permukaan tanah kubur, seperti ingin mengangkat tubuhnya ke permukaan.
Pria berbadan kurus itu nyalinya menciut! Ia terus mundur dengan mata membelalak ketakutan, tapi justru membawa sial. Kakinya terantuk salah satu nisan kuburan di belakangnya hingga ia terjerambab tertelentang di salah satu kuburan yang lain.
Saat ia akan bangkit berdiri sambil berteriak ketakutan, justru dari kuburan yang tertindih olehnya muncul sepasang tangan lain. Sama-sama membusuk! Bahkan sebagiannya hanya tinggal tulang belulang.
Sepasang tangan itu dengan cepat mencengkeram pundaknya. Membuatnya tak bisa bergerak. Ia hanya bisa meronta-ronta sambil berteriak ketakutan.
"Tolooong! Tolooong!"
Teriakannya tak terdengar ke area rumah pengantin karena suara speaker yang keras mengalunkan lagu dangdut.
Si teman yang membantu mendirikan panggung berkacak pinggang kesal karena pria bertubuh kurus tak muncul-muncul juga sejak tadi.
"Bukannya mencari penangkal hujan, malah ngumpet entah kemana! Jangan-jangan dia mau curang biar aku bekerja sendiri!" gerutunya.
Sambil mengomel-ngomel tidak jelas ia mencari kesana kemari, setelah sebelumnya mematikan load speaker yang sejak tadi memutar lagu yang itu-itu juga.
"Berisik!" Umpatnya saat melihat seorang pekerja yang lain melotot ke arahnya.
Yang melotot jadi senyam-senyum serba salah saat melihat dirinya balas melotot lebih galak. "Ada yang melihat si Kamri, perginya ke arah mana?"
"Kan tadi pergi ke arah sana, Bang," jawab salah seorang wanita tukang masak seraya menunjuk ke arah area kuburan.
"Aneh... cari cabe dan bawang kok sampai berbulan-bulan!" gerutunya kesal.
Ia segera melangkah ke arah yang ditunjuk. Sambil ia mengibas-ngibaskan telapak tangan kirinya yang cidera ringan akibat terhantam palu tanpa sengaja. Itu rupanya yang membuat ia uring-uringan sejak tadi.
"Kamri...? Hoy Kamri! Ayo balik!" Senter nya yang berukuran kecil tapi bercahaya terang ia sorotkan kesana kemari.
Samar-samar di kegelapan malam mulai terlihat belasan sosok tubuh berbalut kain kafan. Sebagian separuh tulang belulang, sebagian lagi masih ada berbalut kain pocong, yang berdiri diam di area pekuburan.
Karena matanya kurang awas, ditambah gelapnya malam membuat ia menganggap sosok-sosok itu hanyalah deretan pepohonan di tengah kuburan.
"Besok kalau ketemu dia lagi akan kudamprat dia!" rutuknya sambil berbalik arah ke tempat semula.
Malam semakin merangkak. Orang-orang masih asik dengan pekerjaannya mempersiapkan pesta perkawinan, sosok-sosok berbau busuk itu perlahan-lahan melangkah menuju perkampungan.
Jumlahnya terus bertambah, karena semakin banyak pula kuburan-kuburan yang terbongkar!
Dan semua kuburan yang ada memang telah porak-poranda. Tanahnya berhamburan kesana-kemari, sedang isi nya sepertinya berkeliaran mencari mangsa!
***