"Udah perg.... ANJIRT!!! " Pekik Clara yang melihat Alveno sudah berada didepannya dengan wajah datar
Selang beberapa mereka saling melihat karena terkejut Alveno mengulum bibirnya sendiri berusaha menahan tawanya saat melihat ekspresi terkejut Clara.
"Ma!" Pelotot Clara pada Bella
"Kita harus pergi sekarang, pelajaran akan dimulai" Ucap Alveno sambil sedikit tertawa yang menampilkan sisi tampannya.
"Aku mengambil baju dulu"
"Tidak perlu, semua ada di istana. Ayo kita harus cepat"
Dengan terpaksa akhirnya Alveno berhasil menyeret Clara dari depan kamarnya menuju pintu keluar diikuti oleh Bella dan Sam. Clara masih berat hati untuk pergi ke istana dan bermalam di sana, tentu saja dia akan kesepian, putri Bianca tentu akan diperlakukan selayaknya putri kerajaan dengan penjagaan yang ketat. Yang setara dengan Clara hanya Rose tapi sayangnya perempuan itu tidak ikut.
"Naik lah" titah alveno
Setelah menatap kedua orang tuanya seolah ia tidak rela Clara pun menaiki Maximus, kuda perkasa yang berhasil Clara luluhkan dahulu. Alveno pun menyusul kemudian mereka melaju menuju istana.
"Apa Rose benar-benar gak ikut? " Tanya Clara
"Gak, dia sudah pulang"
Clara mengangguk dan tak berbicara banyak lagi, merekapun akhirnya tiba di istana setelah menempuh jalan yang tak terlalu jauh.
"Dan... Sekarang aku harus kemana?"
"Ayo ikut"
Clara mengikuti Alveno dengan berjalan disisi kiri laki-laki itu. Mereka memanggil dayang yang memang sudah menunggu sejak kepergian Alveno tadi.
"Bawa dia ke kamarnya, jangan lupa bawa ke ruang belajar"
Dayang itu menunduk, Alveno pun pergi meninggalkan Clara dengannya. Sang Pelayan langsung mempersilahkan Clara untuk berjalan lebih dahulu menuju kamarnya malam ini.
"Nama mu siapa?" Tanya Clara
Dayang yang diajak berbicara malah melirik ke kanan dan kekiri nya untuk melihat dengan siapa Clara berbicara
"Aku berbicara dengan mu"
"Oh maaf nona"
"Nama mu siapa? "
"Saya Kiya"
"Oo... Salam kenal yah. Umurmu berapa? " Tanya Clara sambil memperhatikan Kiya membuka pintu kamarnya
"22 tahun nona"
"Panggil aku Clara aja" Ucapnya sambil masuk kedalam kamar. Namun ekspresi Kiya sudah jelas menjelaskan ia tidak terbiasa dan tidak mungkin menggunakan panggilan itu.
"Aku gak suka terlalu kaku, apalagi kau lebih tua. Panggil aku Clara aja kalo sedang berdua atau diluar istana. Okeh? "
"Baik Clara" Senyum Kiya
Sesuai dengan tujuan Clara ke istana ia akan mengikuti kelas degan seseorang andalan ratu angelina. Jadi ia diberikan baju ganti yang lebih formal dan mewah, tentu saja karena ia sedang berada di istana. Clara dan Kiya segera menuju ruangan belajar istana yang dimaksud.
Tok tok tok
"Nona Clara sudah tiba" Ucap Kiya kemudian membuka pintu yang sebesar pintu kamar Alveno itu.
Saat pertama kali memasuki ruangan itu mata Clara langsung melotot terkagum-kagum dengan pemandangan yang ia lihat. Sebuah ruangan besar dan luas layaknya aula. Dindingnya tidak terlihat karena di isi oleh rak buku yang menjulang ke atas sampai ada tangga yang harus digunakan jika ingin mengambil buku di rak yang tinggi. Beberapa meja antik yang menyebar. Disana sudah ada kedua gadis terpilih lain yaitu putri Brienna dan Bianca, kemudian dua orang laki-laki yaitu Alveno dan seseorang yang dimaksud ratu sebagai 'cendikiawan' andalannya.
Setelah sampai dimeja yang dituju Clara harus menghentikan matanya yang asik berkeliaran menatap ruangan. Seketika Clara tersadar ada satu hal yang tak sengaja ia tinggalkan semenjak sampai didunia ini, yaitu hobinya membaca buku, meski dominan pada buku novel ia juga menyukai buku pengetahuan yang tidak bersangkutan dengan hitung menghitung.
"Silahkan nona Clara, aku Givan orang yang di perintah ratu Angelina mengajari para gadis terpilih"
"Salam kenal Givan, apa semua buku ini benar-benar milik istana? " Tanya Clara yang memang sangat tertarik dengan perpustakaan ini.
"Iya, semua buku lengkap disini"
Mereka semua sudah duduk dengan posisi melingkar, Clara duduk dia antara Givan dan Bianca.
"Jadi, mengenai topik malam ini apa ada saran dari para putri? Atau nona?" Tanya Givan
"Bagaimana kalau kita membahas tentang.. "
"Apa boleh belajar sendiri?" Potong Clara tidak sopan. Putri Bianca sedang berbicara dan Clara malah memotongnya.
"Ehm... Maaf putri"
Jika yang berbicara putri Bianca tentu saja dia tidak mempermasalahkan nya terlalu panjang, berbeda dengan Brienna yang sudah memandang jijik pada Clara.
"Tak apa-apa"
"Belajar sendiri? " Beo Givan
"Iya, karena pasti masing-masing kami punya selera berbeda, terus kami belajar untuk adu kepintaran kan? Kenapa gak belajar masing-masing di perpustakaan ini dan jika ada yang ingin di tanyakan maka kami bertanya pada mu" Terang Clara
Mereka semua saling tatap. Termasuk Alveno yang tadi hanya diam.
"Em.... Aku rasa ide bagus" Tutur Bianca
"Baiklah" setuju Givan
Seketika Clara langsung tersenyum senang
"Givan, dimana letak buku sastra? dan sains?"
"Disana" Tunjuk Givan ke bagian rak yang berjejer, Clara harus masuk kebagian tersepi perpustakaan itu. Huntung rak bukunya hanya satu arah dan panjang kebelakang. Tidak mungkin Clara akan kesasar.
Dia pun beranjak menuju rak yang sudah ditunjukkan Givan, berharap akan menemukan buku yang menarik perhatiannya.
"Wah.... Bagaimana orang dulu membuat buku sebanyak ini, apa tulis tangan?" kagum Clara. Ia memang tidak tahu bagaimana buku buku tebal ini dibuat.
Sebuah buku berwarna merah hati menarik perhatian Clara, ia mengambil buku itu yang tidak terlalu tinggi dan mengusap sampulnya. 'Keagungan sebuah kerajaan' batin Clara yang sedang membaca judul buku itu.
Ia melihat tulisan yang rapi dan konsisten disemua halaman buku. Ia ragu apa ini dicetak atau tulis tangan.
Jika dilihat dari kerapian nya sudah pasti ini dicetak, tapi mesin printer belum ada kan?
"Hmm.... Sepertinya zaman ini sudah ada cara mencetak, meski gak modern tapi sudah sangat canggih untuk sekarang" Batinnya.
Clara yang memang tidak peduli dengan keadaan sekitar langsung duduk di lantai dan bersandar pada rak buku. Ia membaca buku yang sudah ia ambil. Buku itu menjelaskan keagunan seorang raja, peraturan kerajaan dan hal lain yang bersangkutan secara lengkap dan jelas.
Di lain tempat Brienna belajar dengan Alveno, ia menanyakan dan menjelaskan banyak hal. Seolah sedang memperlihatkan kecerdasan yang ia punya. Bianca belajar dengan Givan, ia bertanya beberapa hal yang terlintas di benaknya sambil membaca buku yang sudah ia ambil terlebih dahulu.
Entah sudah berapa lama mereka saling berbicara dan bertukar pendapat dan mengabaikan Clara yang sudah lama tidak kelihatan. Bahkan jam tidur sudah dekat dan mereka harus bubar.
"Sepertinya kita harus istirahat sekarang" Ucap Alveno
Tepat saat Alveno mengatakan itu dua orang laki-laki masuk ke perpustakaan, ada Rezvan dan Pangeran Charlos. Rezvan yang memang menjadi penjaga putri Brienna dan Pangeran Charlos abang dari putri Bianca. Akhirnya kedua perempuan itu pergi lebih dahulu.
"Bagaimana dengan Clara?" Tanya Givan hendak berjalan mencari Clara.
"Biar aku saja" Ucap Alveno, karena Givan pasti ada urusan lain untuk dibereskan di perpustakaan sebelum keluar dari sana.
Di dalam barisan rak yang sudah berbeda Clara berjalan mengamati buku yang ia sendiri tidak tahu jenisnya.
"Bulan purnama, bulan sabit" Ucap Clara sambil membaca judul buku yang lumayan tinggi. Ia mengerutkan dahinya penasaran apa isi buku itu. Ia berfikir itu mungkin novel atau penjelasan yang panjang tentang bulan.
Setelah mencari tangga Clara memilih sebuah kursi untuk dipakainya, karena tangganya terlalu besar untuk diangkat sendiri apalagi dia sedang memakai gaun yang membatasi pergerakannya. Ia mengangkat kursi itu dan naik ke atasnya.
Buku yang ia baca tadi sudah ada di hadapan nya, tapi saat ia mendongak lagi ada buku yang lebih mencuri perhatiannya.
"Gerhana Bulan" sebut Clara membaca.
Seketika ia tersadar mengenai gerhana bulan yang membawanya kedunia ini. Pikiran nya sudah berfikir dan menduga-duga isi buku itu.
Clara berusaha mengambil buku 'gerhana bulan' itu dengan berjinjit tapi tak kunjung dapat. Dia pun menginjak rak buku seolah-olah menjadikannya tangga.
"Apa yang kau lakukan?" Ucap Alveno yang melihat tingkah Clara
"Oh aku in... Aaa!! "
Tanpa sadar Clara berbalik ingin melihat Alveno, ia tidak sadar dengan kondisinya yang menyelipkan kaki di rak buku sehingga pijakan nya tak ada lantai saat berbalik.
.
.
.
.
.
.
jangan lupa beri batu kuasa dan beri komentar ❤️