Clara masih terdiam menatap Givan, Ozey dan Charlos yang berlari mengejar penjahat itu.
"Hahh?!"
Clara tersadar dan langsung menutup mulutnya karena terkejut
"Jangan bilang... Alveno kena racun bunga itu"
Di sebuah ruangan pengobatan Alveno sudah terduduk dengan wajahnya yang mulai memucat, tangannya diikat dibagian atas luka agar racun dari panah itu tidak menyebar dengan cepat. Tabib istana dan Diva berusaha mengobatinya.
Brakkkkk
Pintu ruangan pengobatan didobrak tiba-tiba, disana sudah ada Clara yang panik dan berlari mendekati Alveno.
"Gimana tangannya Div?"
"Tangannya kena racun dari panah, racun dari bun..."
"Olender" potong Clara, Diva mengangguk membenarkan Clara
Tatapannya ia alihkan pada Alveno yang mulai tidak bertenaga, Alveno tidak tahu racun apa yang sebenarnya berada di badannya. Hanya tabib Telo sang tabib istana, Diva dan Clara yang tahu. Karena racun langka itu tidak terlalu terkenal dikalangan umum, hanya para tabib yang sangat mengenal tumbuhan itu. Sedangkan Clara tahu itu karena dulunya dia suka mengoleksi bunga dan mempelajari bunga beracun sekalipun.
"Kau tahu obatnya kan?" Ucap Clara
"Obatnya? Clara apa kau tidak ingat?"
Clara menatap mata Diva mencoba mengerti maksud temannya itu. Tabib Telo sedang membuat ramuan yang Clara sendiri tak tahu itu untuk apa.
"Belum ada obatnya La, hanya ada penghambatnya. Kecuali Dengan sihir Hamze" ucap Diva berbisik, ia takut Alveno panik.
"Lalu mana Hamze? Panggil dia sekarang"
"Dia sedang diluar, sejak dua hari yang lalu bersama saudara perempuan nya"
Para prajurit istana juga sudah pergi untuk mencari Hamze atas suruhan Givan. Sedangkan Givan dan Ozey sendiri tidak tahu sudah dimana Sekarang.
"Apa ini penawarnya?" Tanya Alveno menerima ramuan yang sudah tabib Telo buat. Sang tabib hanya mengangguk.
"Racun apa yang ada di tubuhku?"
Semua hanya diam sampai ratu Angelina yang tadinya asik menyulam datang dengan beberapa tabib desa yang sengaja dicarinya dengan cepat.
"Cepat cari obatnya, lakukan apa yang kalian bisa" ucap ratu Angelina. Semua tabib mulai sibuk memikirkan cara dan memeriksa Alveno
"Racun apa yang ada di tubuhku?!!" teriak Alveno dengan sisa tenaganya
"Tenang saja, kau akan selamat. Acara besok harus dibatalkan"
"Racun apa ma?" Tanya Alveno lagi
"Racun dari bunga...."
"Sebahaya apa?"
"Nyawamu, jantung mu bisa berhenti malam ini kalau tidak ada penghambat racunnya" ucap Clara tiba-tiba. Tatapan menusuk dari semua orang diruangan langsung menuju Clara.
Alveno tersenyum miris, ia tak menyangka akan cepat mati seperti ayahnya. Bahkan sebelum dia menjadi raja.
"Penawar nya belum ada? Kalau begitu,..." Ucapan Alveno terhenti
"Ada, bunga Licos dan bunga Porile, ditambah sedikit herbal yang sudah ada disini" sambung Clara
"Bunga apa itu? Aku baru mendengarnya"
"Hah? Apa gak ada disini?"
"Kami baru mendengar ada nama bunga seperti itu" ucap tabib Telo
"Nggak mungkin, di masa depan aja ada nggak mungkin disini nggak ada. Pasti mereka mengabaikan bunga liar itu. Mungkin ada di hutan" Batin Clara
Semua orang menunggu respon Clara yang tadinya mengaku tahu penawarnya.
"Aku akan mencarinya, bisakah aku meminjam satu kuda? Aku akan mencarinya sekarang sebelum hari gelap"
Semua orang ragu untuk menuruti permintaan Clara. Belum ada orang yang menemukan obat untuk racun ini.
"Kalau kau bisa mengobatiku, kau akan menjadi pemenang adu kecerdasan dan kau boleh meminta satu permintaan apapun" Ucap Alveno yang sudah melemah, dia tidak ingin mati sekarang, masih banyak urusan dan dendamnya yang belum terjawab
Bukan tawaran itu yang membuat Clara tertarik membantu Alveno, hanya saja ia merasa ada hubungan Alveno dengan hal yang membuatnya sampai di dunia ini. Karena yang ia lihat adalah kisah hidup Alveno, dan istana. Alveno harus hidup sampai dia kembali ke asalnya.
Ozey dan Givan sudah kembali ke Istana sayangnya penjahat itu tidak tertangkap dan menghilang entah kemana saat mereka mengejarnya.
"Ada apa ini?" heran Ozey melihat beberapa prajurit mengeluarkan kuda kesayangan Alveno
"Aku meminjam nya" ucap Clara yang sudah siap berangkat dengan pedang di pinggangnya dan busur panah dibadannya seolah dia akan berangkat perang.
"Kau mau kemana?" tanya Givan
"Mencari penawar untuk pangeran kalian. Jika aku gak kembali sampai matahari terbenam cobalah mencari ku"
Perempuan itu menaiki Maximus dan segera melaju meninggalkan istana.
"Apa dia akan baik-baik saja?" Ucap Givan ragu melihat kepergian Clara
"Entahlah, aku gak bisa bilang dia lemah tapi aku juga gak bisa bilang dia kuat" jawab Ozey
Mereka berdua melanjutkan langkah untuk memasuki istana mencari keberadaan Alveno. Sesampainya disana mereka tertegun melihat pangeran kebanggaan dan harapan mereka sudah terbaring dan masih tersadar dengan wajah pucat, sekali dua jam Alveno akan meminum penghambat reaksi racun di tubuhnya.
"Apa kalian berhasil menangkapnya?" Tanya ratu Angelina
"Maaf yang mulia, kami kehilangan jejaknya"
Ratu Angelina langsung menghela nafas sambil mengepalkan tangannya, ia duduk di kursi dengan kegelisahan yang terlihat jelas. Ozey dan Givan segera mendekati Alveno.
"Jika ini akhirnya, aku mau kau tetap melaksanakan perintah Zey" ucap Alveno tiba-tiba yang membuat seisi ruangan cengo. Mereka tidak terima ketika Alveno seolah sedang memberikan nasehat terakhir. Meskipun kemungkinan itu memang sangat besar.
"Aku tidak akan melanjutkannya tanpa mu, jadi bangkitlah" ucap Ozey yang memang sedih dengan keadaan sahabat sekaligus calon rajanya itu.
"Kau tahu racun ini belum ada obatnya"
"Aku yakin Hamze sedang berjalan kesini dan Clara juga sedang mencari obat"
"Untuk mencari Hamze saja bisa dua hari, kau tak ingat? dan Clara, kau pikir dia akan menemukan obatnya? Tabib aja gak tahu obatnya" keluh Alveno
"Kau akan sembuh, kau pasti sembuh" ucap ratu Angelina tak terima dengan kepasrahan anaknya. Ia sudah menahan tangis di kursi samping tempat Alveno berbaring.
Diluar ruangan para prajurit melarang putri Brienna dan Bianca masuk, saat Clara masuk tadi belum ada prajurit yang menjaga pintu.
"Bagaimana ini?" Panik putri Bianca
Dilain tempat dengan nama kerajaan yang berbeda, ada gerombolang laki-laki yang ahli bertarung sedang berkumpul merundingkan sesuatu.
"Bagaimana? Ceritakan padaku kelancaran hari ini" Ucap sang pemimpin yang memiliki luka didekat matanya.
"Istana pasti sibuk menyelamatkan pangeran mereka yang segera mati itu. Sekitar satu atau dua hari lagi ramuan penghambat racun itu tidak bisa menyelamatkan hidup Alveno. penghambat racun itu cuman bisa memperlambat penderitaannya" ucap laki-laki yang baru saja datang dan membuka penutup wajahnya. Sekitar 8 orang jumlah komplotan mereka yang sedang berkumpul disana.
"Bagus, saat dia mati kita akan menyerang istana sebagai rakyat biasa. Sebarkan kabar kritisnya pangeran Alveno. Supaya rakyat juga memaksa ratu Angelina turun takhta. Kita tak perlu buang tenaga"
Mereka semua mengangguk dan tertawa puas. Seolah semua rencana mereka sangat lancar. Mereka memang tidak mengetahui keberadaan Clara yang mencari ramuan untuk mengobati Alveno.
Di dalam hutan Clara sedang berusaha mengitari seluruh area untuk mencari bunga yang ia maksud. Syukurnya dia memang mengenali bentuk dan aroma bunga yang ia cari itu. Biasanya bunga itu tumbuh di lereng atau lembah gunung. Tadi Clara sempat bertemu dengan ular yang cukup besar dan hendak menyerang kudanya. Clara langsung memanah ular itu dan selamat. Semoga saja tidak ada hewan pemakan daging yang berjumpa dengannya.
"Dimana bunga itu. Gak mungkin beneran gak ada di dunia ini. Seandainya ini zaman modern keracunan beginian cuman hal kecil" gerutu Clara
Ia membawa Maximus menaiki gunung dengan perlahan dengan matanya yang mengitari sekelilingnya. Ia menangkap tumbuhan berwarna ungu dari kejauhan.
"Itu dia!" Ucap Clara kegirangan, ia turun dari Maximus dan berlari kecil mendekati bunga itu.
"Akhirnya... Setelah berjam-jam aku nyariin, dapat satu bunga" ucap Clara sambil menatap bunga Porile, ia segera mengambil bunga itu sampai akarnya sekaligus tanah dan mengambil kain yang sengaja ia bawa. Dia berniat mengembang biakkan bunga ini karena fungsinya sangat banyak.
Setelah mengambil bunga itu dan meletakkan nya kedalam tas yang menempel pada Maximus, dia kembali menunggangi kuda dan melanjutkan pencarian bunga Licos. Hari sudah mulai sore tapi ia tak memberhentikan pencariannya. Clara sudah membawa perlengkapan penerangan untuk malam nanti.
Sekiar sejam kemudian rasanya Clara sudah sangat dekat dengan puncak gunung. Dirinya ragu untuk melanjutkan perjalanan.
"Apa ada dipuncak?" Gumam Clara
Dengan terpaksa ia tetap melanjutkan perjalanannya
Grrrrrrrrr
Suara Geraman binatang buas membuat langkah kaki Maximus berhenti.
"Sial, kenapa si pemakan daging" batin Clara yang melihat 3 serigala beberapa meter dibelakang nya.
.
.
.
.
.
Jangan lupa beri power stone dan komentar yah❤️