Clara tersenyum kembali melihat rezvan yang peduli dengannya.
"Kau tidak dengan putri Brienna?"
"Dia ikut kelas membaca sekarang, apa kau tidak latihan sama sekali?"
"Aku tidak tertarik, karena aku lebih memilih kalah sebenarnya"
Rezvan tersenyum mendengar tuturan dari Clara. Karena itu berarti masih ada kesempatan untuknya.
Alveno yang melihat Clara dan Rezvan dari jauh memilih pergi dari tempatnya. Moodnya sudah memburuk ketika melihat mereka bersama.
"Kau baik-baik saja?" Tanya Ozey yang baru saja tiba
"Katakan pada Panglima gimbora agar lebih sering di dekat putri Brienna, bukannya berkencan dan mengabaikan tugasnya" sahut Alveno sambil berjalan melalui Ozey.
"Apa kau masih mau mengajariku?, aku tidak benar-benar berlatih dengan Alveno" tanya Clara
"Tentu saja"
Rezvan menarik tangan Clara untuk pergi dari sana tetapi Ozey sudah datang menghadang mereka.
"Bukannya seharusnya kau menjaga putri kerajaan mu? Tidak baik dilihat jika kau justru melatih saingan putri kerajaan mu itu"
Karena memperhatikan ekspresi Ozey yang serius akan ucapannya, Clara langsung melepas tangan Rezvan yang memeganginya.
"Ehm, dia benar... tidak seharusnya kau melatih rival mu sendiri, aku pergi dulu"
Setelah tangannya terlepas Clara langsung pergi meninggalkan mereka berdua disana, ia tidak ingin menjadi topik pembicaraan yang tidak baik nantinya.
"Tinggal pedang, aku harus berlatih pedang" gumamnya.
Clara terus berjalan tanpa arah, ia menelusuri istana untuk meihat-lihat apa saja yang ada disana. Prajurit yang sesekali berjumpa dengannya hanya mengabaikan kehadirannya yang memasang wajah seolah baru pertama kali memasuki istana.
"Alveno?" Gumam Clara
Ia melihat seseorang yang terlihat lebih tua berdiri berhadapan dan berbincang dengan Alveno. Rambutnya panjang dan putih begitu juga dengan kulitnya, tapi entah kenapa wajah itu seperti tidak asing baginya meskipun Clara tidak memastikan pernah melihatnya dimana. Akhirnya clara memutuslan mendekat ke pohon besar tempat Alveno berada.
Menyadari kehadiran Clara yang mendekat Alveno membuat tatapan jijiknya karena masih kesal dengan clara. Di dalam hatinya dia tidak akan memaafkan gadis itu, karena ia mengira Clara datang untuk minta maaf.
"Siapa dia?" Tanya Clara pada Alveno
"Tidak usah basa basi, aku tidak akan memaafkan mu semudah itu"
Perkataan Alveno membuat Clara kebingungan.
"Minta maaf? Untuk apa? Ah sudah lah kau gak penting" sahut Clara dengan enteng dan berhasil membuat alveno semakin kesal
"Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" Tanya Clara pada laki-laki yang sejak tadi memperhatikan.
"Tentu saja, kau Clara bukan? Tapi kenapa kau terlihat berbeda? Kau lebih cantik"
"Ah... kau mengenalku, aku hilang ingatan, siapa kau?"
"Aku Hamze"
"Hamze!!!" Teriak Clara
Ia sangat mengingat cerita Alveno tentang Hamze si peramal masa depan.
"Kau bisa meramal masa depan kan?"
Belum sempat Hamze menjawab Clara sudah menariknya dari sana untuk menjauh dari Alveno. Ia ingin menanyakan masa depannya dan tentang apa yang terjadi padanya pada Hamze.
"Jika kau bisa membaca masa depan, katakan bagaimana nasib ku dua bulan...oh satu bulan lagi" tanya Clara setelah mencari tempat yang lumayan jauh
"Aku tidak meramal nasib orang. Karena itu tergantung orangnya sendiri. Aku meramal keadaan kehidupan pada umumnya seperti nasib kerajaan dan kerajaan lainnya setelah berabad abad nanti"
Semangat Clara runtuh seketika. Ia kira Hamze bisa membaca masa depannya.
"Maaf aku bertanya, aku merasa ada sesuatu yang aneh denganmu. Aku malah merasa wajamu sangat berbeda. Sama tapi.... terasa sangat berbeda"
"Aku memang bukan Clara yang kau kenal, jika ku beritahu kaupun tidak akan percaya"
"Kau bukan Clara? Jadi kau siapa kenapa wajah kalian terkesan sama jika hanya dilihat sekali"
"Apa kau akan percaya jika aku mengatakan hal lain?"
"Apa itu?"
"Semua teori mu tentang galaksi, bintang, meteor dan bulan itu benar. Dimasa depan akan ada manusia yang pergi kebulan dengan alat modern"
Hamze sempat terdiam sebentar, tapi ia masih ragu dan tidak tahu apa tujuan Clara mengatakan hal itu.
"Tentu saja kau tahu karena aku memberitahumu dulu"
"Argh... apa kau tidak percaya? Semua teori itu akan terbukti nanti dan aku berasal dari masa depan"
"Hahahaha..... sepertinya kepalamu terbentur sesuatu, sampai imajinasimu liar seperti itu" tawa Hamze
Sedangkan clara semakin prustasi dan meregangkan lengannya karena kesal.
"Baiklah, anggap saja kau tidak percaya. Tapi maukah kau membantuku? Dan kau tidak boleh memberi tahu orang lain tentang ini"
"Apa untungnya untukku?"
"Kau akan mendapatkan bocoran masa depan dariku"
Senyuman mengejek tersungging dari bibir hamze. Ia sama sekali tidak yakin dengan ucapan clara. Langkah kakinya juga sudah berjalan menuju tempat alveno menunggu.
"Hamze! Aku serius! Tanyakan sesuatu padaku yang bisa membuatmu yakin!" Teriak Clara sambil mengikuti Hamze dari belakang
"Pergilah... aku tidak akan percaya apapun. Karena bisa saja kau membaca catatanku seolah-olah kau tahu masa depan sepertiku"
"Hamze tunggu!" Teriak Clara yang kesusahan menyeimbangkan jalan karena gaunnya yang tersangkut beberapa ranting
Hamze sudah sampai didepan Alveno dan mereka memutuskan untuk pergi meninggalkan Clara yang sudah mulai dekat dengan mereka.
"Hamze! Biarkan aku berbicara sekali lagi!" Teriak clara
Teriakan itu membuat Hamze dan Alveno berhenti kemudian melihat Clara yang sudah kelelahan mengejar mereka.
"Bagaimana cara mu melihat gambaran masa depan?"
"Mimpiku saat tidur"
"Maka mimpi apa yang belum kau catat atau baru saja kau mimpikan semalam"
Hamze berfikir sejenak, ia berusaha memilah mimpinya yang ia rahasiakan dan tidak ia tuliskan sama sekali.
"Dimasa depan, apa kerajaan masih ada?" Tanya hamze
"Ada, tapi sudah berubah menjadi kerajaan modern dan beberapa yang lain sudah tak dipimpin raja lagi"
"Sepertinya itu terlalu mudah" gumam Hamze
"Akan ada peperangan dunia yang melibatkan senjata besar dan kecil yang akan menghancurkan sebuah negara dengan sekali ledakan, perbudakan dan penindasan meraja lela, kemudian banyak gedung pencakar langit yang menembus awan" sahut Clara mencoba menebak
Peperangan dunia itu memang sudah pernah dimimpikan oleh Hamze sejak lama dan ia tidak pernah ingin mengingatnya. Karena saat ia memimpikan dan mengingat itu ia akan merasakan sakit, ketakutan dan kesedihan orang yang hidup pada zaman itu. ia terdiam karena Clara mengetahui hal itu. Sedangkan Alveno hanya menatap dan mendengarkan percakapan mereka dengan kebingungan yang disembunyikan
"Hamze, kau baik-baik saja?" Tanya Alveno yang merasakan ketakutan dimatanya.
"Kau.....dari ma...umpph"
Denga cepat Clara berlari dan menutup mulut Hamze dengan tangan kanannya, akan bahaya jika Alveno mendengar kelanjutan omongan Hamze. Tatapan mata Clara menusuk bola mata Hamze agar tidak melanjutkan kalimatnya barusan.
"Apa yang kalian bicarakan sebenarnya?" Tanya Alveno yang keheranan
"Aku ingin meminta bantuan Hamze, ia terus menolak. Itu saja" jawab Clara santai
"Maaf pangeran, anda boleh pergi lebih dahulu nanti aku menyusul" jawab Hamze
Dengan perasaan yang lumayan heran alveno meninggalkan Hamze dan Clara disana. Mereka berdua menunggu Alveno menjauh untuk melanjutkan pembahasan mereka. Karena lokasi yang tidak aman mereka pergi ke ruang kerja Hamze yang memang lumayan besar.
Di dalam ruangan hamze banyak sekali benda-benda aneh yang digantung atau diletakkan diatas meja seolah-olah sebagai hiasan.
"Ini seperi pesawat.... mobil..... Wow kau sudah melihat pistol ternyata" sahut clara
"Kau tahu nama-nama mereka?" Sahut hamze antusias
"Aku tahu lebih banyak dibanding dirimu"
Mereka duduk berhadap-hadapan, sekarang Hamze yakin Clara memang berasal dari masa depan. Ia memang menyadari perubahan wajah dan sifat clara.
"Jadi apa yang kau perlukan?" Tanya Hamze
"Aku butuh bantuan mu untuk mencari tahu bagaimana bisa aku sampai disini. Kau pasti punya kenalan yang tahu akan hal-hal seperti ini"
"Apa yang terjadi padamu sebenarnya, ceritakan lebih jelas" sahut Hamze
Akhirnya Clara menceritakan kejadian yang menimpanya di zaman asalnya. Ia tertabrak dijalanan saat bulan purnama, entah ia mati atau tidak ia sama sekali tidak tahu. Kemudian kilasan bayangan dirinya yang dunia sekarang atau Clara yang asli dikejar kelompok berkuda dan bertemu kuda putih yang menerjangnya.
"Sepertinya ini hal serius, aku tidak bisa membantu. Tapi aku ada kenalan yang mungkin mengerti" sahut Hamze
"Kalau begitu kenalkan dia padaku"
"Tenang saja, dia adik perempuanku yang sangat mengerti akan sihir dan ke mistisan seperti itu, aku harus mengirimnya surat terlebih dahulu"
"Baik, aku akan menunggu. Aku harus pergi dari sini sebelum menjadi selir"
"Apa imbalan untukku?"
"Aku akan membocorkan semua hal mengenai masa depan untukmu"
Penawaran yang Clara berikan sangat menarik bagi Hamze. Tidak ada penolakan sama sekali dikesepakatan mereka kali ini.
Seusai pembahasan mereka yang serius Clara dan Hamze pergi keluar, Clara hendak pulang tapi diva belum datang mencarinya.
"Ham, apa kau bisa bermain pedang?"
"Aku sudah lama tidak menyentuhnya, jangan bilang.... kau tidak ada persiapan untuk saimbara itu?"
Dengan cengirannya clara menggelengkan kepalanya.
"Astaga... kau harus berlatih. Kau bisa terluka jika tidak pandai melindungi diri"
"Aku akan menyerah sejak awal pertandingan"
"Kau serius? Pertandingan ini tidak hanya mengenai pemilihan permaisuri tapi juga martabat keluargamu. Ah... aku baru ingat kau bukan Clara asli" sahut Hamze
"Kenapa martabat keluarga dilibatkan?"
"Mereka akan menilai putri dari keluarga mana yang lebih baik"
Clara terdiam seketika, jika hal kekeluargaan di libatkan ia tidak akan rela mama dan papanya menanggung malu atas dirinya meskipun mereka bukan orang tua sesungguhnya.
.
.
.
.
.
.
Jangan lupa mengundi dan beri komentar ❤️