Kini Abdul membuka matanya yang sempat terpejam sekitar satu menit. Dengan wajah bingung, dia memandangi sekitarnya. Didapatinya dia sedang berada di dalam bus yang dia naiki. Dia pun tengak-tengok dengan heran menatap setiap sudut, keheranan melihat kondisi bus yang terlihat normal. Seingatnya bus telah jatuh bahkan tenggelam ke danau. Tetapi yang disaksikannya sekarang adalah bus masih berjalan dengan baik baik saja. Semua orang di dalam bus terlihat bugar dan bersih. Bahkan seseorang yang duduk di sebelahnya pun masih orang yang sama.
Dia ingin sekali menganggap peristiwa yang dialaminya itu hanya mimpi, tetapi kejadiannya begitu nyata. Bahkan hawa dingin di tubuhnya yang basah akibat tercebur ke danau masih dia rasakan, meskipun keadaan pakaiannya sekarang terlihat kering dan normal.
Kebingungan ini membuat seluruh tubuhnya merasakan hawa panas dan dingin secara bersamaan, bulu tipis pada kulit tangannya berdiri karena merinding ketakutan, jantungnya berdegup kencang, sedangkan wajahnya kini tak berani untuk menoleh ketika mulai menanam kecurigaan bahwa penyebab kemunculan bayangan delusinya itu adalah pria yang duduk di sebelahnya. Antara takut dan penasaran, matanya yang menunjukan ekspresi cemas ini kini melirik ke arah pria tersebut.
"Jangan merasa takut secara berlebihan, saya manusia bukan demit," ucap pria di sebelahnya.
"Siapa anda ini?" tanya Abdul melirik ketakutan.
"Beberapa menit yang lalu saya sudah memberi tahu nama saya!" kata pria itu memperingatkan. "Kamu sulit sekali bersikap sopan kepada yang lebih tua, anak muda!"
Dalam hatinya, Abdul berkata, "Orang ini sangat aneh, kenapa harus memanggil dengan sebutan 'Anak muda'? Sedangkan dia sendiri umurnya tak berbeda jauh denganku."
"Maaf, sepertinya saya sudah tertidur beberapa jam jadi saya lupa," ujar Abdul beralasan. Dia pun kini sudah memberanikan diri untuk menoleh ke arah pria tersebut.
"Nama saya Jayendra, panggil saja saya Jay," ucap Jay memperkenalkan diri. "Kamu sebut itu tidur? beberapa jam? Padahal kamu hanya memejamkan mata selama satu menit."
"Saya Abdul," memperkenalkan diri. Kini dia sudah merasa cukup tenang karena Jay sudah tidak terlalu misterius lagi ketika sudah mau memulai percakapan. "Oh begitu ya? Memang terkadang mimpi bisa terasa lebih lama, padahal saya hanya tidur sekejap," lanjutnya.
"Abdul, ketahuilah bahwa yang kamu lihat tadi bukanlah mimpi," ujar Jay memberitahu.
Ketika Jay mengatakan itu, Abdul semakin yakin bahwa pengalamannya tadi pasti ada kaitannya dengan Jay.
"Saya tidak mengerti?" tanya Abdul kebingungan.
"Apa yang kamu lihat?"
"Saya bukan hanya melihat, tapi mengalami, dan itu sangatlah nyata," ujar Abdul menjelaskan apa yang dia rasakan. "Seorang penunggang kuda yang mengaku sebagai buronan Kerajaan Galuh mengajakku untuk menemani perjalanan yang entah kemana tujuannya."
"Menemani? Bukan menjadi pelayannya?" sindir Jay.
"Darimana kamu tahu?" Abdul kesal bercampur heran. "Tunggu dulu, apa kamu yang melakukan ini?"
"Ingat saat saya menepuk pundakmu?" tanya Jay berharap Abdul mengingatnya.
Abdul melirik ke atas mencoba untuk mengingat-ingat. "Lalu?" kata Abdul penasaran. Jay mencoba menjelaskan, tetapi dengan suara yang agak berbisik, karena dia tidak ingin obrolannya ini diketahui oleh orang lain, apalagi di dalam bus memang beberapa orang sudah mulai memperhatikan obrolan mereka.
"Dengarkan baik-baik ..., Yang kamu alami itu bukan mimpi. Saya punya kemampuan untuk mengirim orang ke masa lalu, dan tadi kamu saya kirim ke masa Kerajaan Galuh, di masa ketika saya muda dulu ...," Jelas Jay.
"Tunggu dulu, Bagaimana caranya?, sewaktu muda? Bukankah sekarang pun anda masih cukup muda? Lalu jika memang benar anda bisa melakukannya, kenapa harus saya!?" berondong Abdul dengan pertanyaan beruntunnya yang bernada tinggi.
Orang-orang di dalam bus mulai banyak yang memperhatikan mereka, beberapa memandangnya sinis karena suara Abdul yang berisik sangat mengganggu sebagian penumpang yang sedang beristirahat. Sedangkan sebagian kecil lainnya hanya menatap dengan keingintahuannya.
"Tenang ...! Pelankan suaramu ..., Orang-orang mulai memperhatikan kita ...," bisik Jayendra memperingatkan.
Karena merasa tidak enak, Abdul berdiri tengak-tengok dan menghadap ke arah para penumpang lainnya dan, "Mohon maaf semuanya, saya kelepasan," ucapnya sambil tersenyum malu, kemudian duduk kembali.
"Coba jelaskan!" pinta Abdul yang sudah memelankan suaranya.
"Berjanjilah untuk tidak berbicara keras lagi ...," bisik Jay. Abdul pun mengangguk tanda mengiyakan.
"Pertama, Saya memang memiliki kemampuan untuk mengirim orang ke masa lalu melalui sebuah Ajian yang saya pelajari dari guru saya dulu. Kedua, saya tidak menua, sedangkan umur saya sudah lebih dari tujuh abad. Ketiga, Kamu adalah orang kelima yang saya kirim ke masa lalu. Dua orang pertama yang saya kirim, tidak pernah membuka matanya kembali. Dua orang selanjutnya ketakutan setelah membuka matanya lagi, kemudian mereka tidak pernah lagi mau menemui saya sampai akhir hidupnya. Dan itu menjadi terakhir kali saya melakukannya, 75 tahun yang lalu kepada dua orang tentara jepang."
"Tunggu, kepala saya pusing," keluh Abdul setelah mendengar penjelasan dari Jay. "Sebetulnya semua yang anda katakan itu akan mudah ditertawakan orang yang baru mendengarnya. Tetapi karena saya sudah mengalaminya, rasanya sulit untuk tidak percaya. Di kepala saya sekarang ini sudah tersedia banyak sekali pertanyaan untuk anda, semua pertanyaan itu sudah mengantri untuk dikeluarkan."
"Kamu bisa memulai dari pertanyaan yang ingin sekali kamu ketahui," Jay mempersilahkan.
"Apakah anda ini seorang penjelajah waktu? Kenapa anda tidak melakukannya sendiri?" tanya Abdul penasaran.
"Tolong jangan panggil 'Anda'. Sebut nama saja, secara penampilan, umur kita terlihat tidak beda jauh," pinta Jay.
"baiklah, Jay ...."
"Saya bukan penjelajah waktu, tetapi saya pengirim penjelajah waktu dengan metode Ajian yang bernama Kelana Warsa atau singkatnya disebut Nawarsa. Sebetulnya Ajian Nawarsa ini bisa membuat orang melakukan perjalanan waktu kapan saja. Tetapi itu hanya bisa dilakukan ketika sudah sampai pada tingkat sepuluh. Sedangkan saya baru bisa mempelajari hanya sampai tingkatan lima. Guru saya meninggal sebelum saya menyelesaikan seluruh tingkatan, sehingga saya tidak bisa melakukan perjalanan waktu sendiri, melainkan hanya bisa mengirim orang lain. Itupun hanya untuk pergi ke masa lalu, tidak bisa digunakan untuk pergi ke masa depan."
"Apa alasan kamu mengirim saya barusan?" tanya Abdul.
"Kamu merasa senang atas itu?" Tanya Jay balik dengan senyum meledek.
"Sebenarnya itu sangat menakutkan, terjebak di hutan belantara lalu bertemu dengan seorang buronan. Tetapi aku anggap ini hadiah, karena tidak semua orang bisa melakukan perjalanan waktu," ujar Abdul dengan wajahnya yang mulai memancarkan kebahagiaan karena kebanggaan butanya.
"Ternyata kebodohan dan kebijaksanaan bedanya sangat tipis, kamu anggap hadiah pada sesuatu yang sebenarnya adalah hukuman," ledek Jay.
"Padahal awalnya kamu sangat diam dan terlihat dingin, sekarang rasanya aku ingin sekali memujimu atas sifat yang mudah hangat pada orang baru. Tetapi tunggu dulu, karena pertanyaanku masih terlalu banyak," ujar Abdul yang sudah mulai hangat untuk bicara.
"Jadi, sikapmu yang saya anggap kurang sopan itulah yang membuatku berniat untuk mengasah kemampuan yang sudah lama tidak saya gunakan. Saya memang tidak peduli kamu akan bangun lagi atau tidak. Karena ketidaksopanan manusia di zaman sekarang seringkali membuat saya geram!" jelas Jay tegas.
"Ternyata kamu benar-benar menghukumku, dan berharap aku mati karena kesalahan sepele itu." ujar Abdul.
"Ketidaksopanan bukanlah masalah sepele, Itu semacam parasit menuju masalah yang lebih ganas lagi," ujar Jay menasehati.
"Jadi, bagaimana kamu bisa bangun lagi?" tanya Jay.
"Kenapa kamu bertanya? Bukankah kamu bisa mengetahuinya sendiri?" tanya Abdul.
"Dengar..., saya selalu mengirim orang ke masa lalu di tempat dan waktu yang sama, yaitu danau di hutan belantara wilayah Kerajaan Galuh pada tahun 1295 Masehi. Jadi, kejadian yang kamu alami itu sudah pernah terjadi juga pada seseorang yang saya kirim sebelumnya. Mereka bercerita kalau seorang buronan bernama Saga menemuinya dan mengancamnya untuk dibunuh jika tidak mau dijadikan pelayan untuk membantunya selama perjalanan menuju ke wilayah bagian timur Galuh. Maka mereka pun menurut. Tetapi karena di tengah perjalanan mereka kabur, membuat Saga marah, kemudian mencarinya dan seketika membunuh mereka begitu tertangkap," terang Jay.
"Dari rentetan peristiwa itu bukankah sangat lama? Tetapi kenapa saya hanya memejamkan mata selama satu menit katamu?" tanya Abdul.
"Sebenarnya waktu yang dibutuhkan untuk melakukan perjalanan waktu hanya satu detik. Selama apapun kebutuhanmu saat berada di masa lalu, tetap hanya satu detik yang dibutuhkan. Satu menitmu itu digunakan untuk delusi yang mengantarkanmu pergi ke waktu tujuan." Jay fokus menerangkan.
"Delusi apa?" tanya Abdul keheranan.
"Bukankah kamu merasa ada jeritan seluruh penumpang bus sesaat setelah saya menepuk pundakmu? Lalu kamu merasa bus itu jatuh ke danau? Sebenarnya itu adalah delusi yang saya ciptakan supaya perjalanan waktu ini terasa sangat nyata dan akan membingungkanmu. Ada banyak sekali skenario delusi yang bisa saya pakai, tetapi sepertinya delusi yang saya pilih inilah yang terlihat paling pas dan masuk akal untuk mengantarmu ke waktu tujuan." Ujar Jay.
"Baiklah saya paham sekarang. Jadi, Kamu mengirim mereka berdua sekaligus? Tentara jepang itu? Untuk tujuan apa?" tanya Abdul.
"Saya mengirim mereka berdua sekaligus, karena dengan berdua mungkin bisa membantu saya menemukan sesuatu yang saya cari. Sesuatu yang sangat berguna bagi hidup saya. Saya fikir dengan latar belakang mereka yang merupakan tentara, bisa lebih siap dan kuat menghadapi segala sesuatu yang terjadi selama misi itu berlangsung."
"Kenapa aku kamu kirim hanya seorang diri?"
"Sudah saya bilang bahwa niat saya hanya menghukum kekurangajaran kamu!" tegas Jay.
"Jadi, kenapa mereka bisa bangun lagi sementara mereka mati di dalam misi tersebut?"
"Justru seseorang baru bisa bangun lagi setelah mereka mati di tengah misi perjalanan waktu."
"Lalu dua orang sebelum mereka tidak bisa kembali karena apa?" Tanya Abdul.
"Saya juga tidak tahu. Itulah pertanyaan besar yang belum terjawab," ujar Jay dengan hati penuh pertanyaan. "Lalu dengan cara apa kamu mati? Apakah buronan itu juga membunuhmu?" lanjut Jay.
"Seingat saya, saya sedang memandikan kuda di sungai, tetapi kemudian saya terpeleset dan jatuh ke aliran sungai yang deras. Saya tidak bisa berenang," jelas Abdul.
"Kematian dua tentara jepang itu setidaknya lebih terhormat karena mencoba mempertahankan harga dirinya, sedangkan mati dengan cara tenggelam di sungai? Apalagi saat memandikan kuda milik tuannya? Sungguh menyedihkan sekali" hina Jay dalam-dalam.
"kenapa perjalanan waktu ini terlihat seperti sebuah video game? Maksud saya jika buronan itu sudah bertemu dengan tentara Jepang di masa lalu, seharusnya di masa yang sama saya tidak bisa bertemu dengannya lagi. Karena garis waktu tidak mungkin berjalan beriringan," Ujar Abdul yang mulai berfikir berdasar logika.
"Apa yang kamu ketahui dari konsep perjalanan waktu?" tanya Jay mengetes pengetahuan Abdul.
"Jika saya pergi ke masa lalu untuk merubah sesuatu maka masa depan akan berubah, Begitu kan?" ujar Abdul percaya diri.
"Haha..., Kamu terlalu banyak menonton film fiksi," ledek Jay dengan tawa lirihnya. "Jika konsep waktu seperti itu, maka akan terjadi sebuah paradox yang bisa menghancurkan hukum alam. Contohnya, jika kamu pergi ke masa lalu untuk membunuh kakekmu semasa muda, maka kakekmu tidak akan pernah menikah dan tidak akan mungkin mempunyai cucu, dan kamu tidak pernah ada. Jika kamu tidak pernah ada, maka kakekmu tidak terbunuh. Paradox itu akan terus berulang dan memecahkan kepalamu sendiri jika berani memikirkan sesuatu yang melanggar hukum alam." jelas Jay.
"Lalu bagaimana? Saya masih belum mengerti," tanya Abdul
"Konsep waktu yang sebenarnya adalah, jika saya pergi ke masa lalu untuk melakukan sesuatu, itu tidak akan pernah merubah masa depan dalam kenyataan yang sekarang kita jalani. Melainkan hanya menciptakan cabang kenyataan baru, dunia baru yang akan beriringan dengan dunia kita. Contohnya, jika kamu pergi ke masa lalu untuk membunuh kakek kamu sewaktu muda, maka kakekmu di realitas semesta yang kita jalani ini akan tetap ada, tetapi di semesta waktu saat kamu membunuh kakekmu itu akan menciptakan cabang realitas baru dimana di semesta itu kamu tidak pernah ada karena memang kakekmu sudah mati semasa muda." Terang Jayendra menjelaskan cara kerjanya.
"Jadi, apa misi kamu mengirim orang ke masa lalu jika pada akhirnya tidak bisa merubah apapun? Percuma saja," keluh Abdul.
"Saya tidak akan melakukan perubahan apapun, saya hanya akan mengambil sesuatu dari masa lalu untuk di bawa ke masa kini"
"Jadi, kita bisa membawa barang-barang dari masa lalu ke masa kini?" tanya Abdul bersemangat.
"Benar. Tapi sesuai kebutuhannya saja. Jangan sampai merugikan orang yang hidup di realitas semesta yang kamu singgahi," Jayendra memperingatkan. "Bahkan kamu sudah melakukannya, Abdul."
"Melakukan apa?" tanya Abdul kebingungan.
"Kamu membawa sesuatu dari masa lalu ke masa kini," ujar Jay.
"Apa? Saya tidak membawa apapun."
"Kondisi basah pada baju dan celanamu itu adalah sisa dari air sungai yang menempel di badanmu."
Abdul pun berdiri sambil mengecek celananya. "Wah pantas saja dari tadi saya merasa dingin."
Jayendra tak bisa menahan tawanya melihat kepolosan Abdul. Tetapi kemudian orang-orang disekitarnya mulai memperhatikan lagi. Menatap sinis lagi. Jay pun berbalas memandangi mereka sambil tersenyum malu.
"Sudah sudah, ayo duduk lagi." pinta Jay dengan tawanya yang mulai melirih.
Abdul pun kembali duduk dengan wajah masamnya itu. Jayendra kini mulai tertarik dengan kepribadian Abdul yang mampu membuatnya tertawa. Jay merasa memiliki teman karena sebelumnya sangat sulit baginya untuk mencari teman. Mungkin karena sifatnya yang terkesan dingin bagi siapa siapa yang belum mengenalnya.
Jayendra berfikir Abdul akan bisa membantunya melakukan misi perjalanan waktu. Kemudian kini dia mulai berekspresi serius, "Dengarkan baik-baik, akan saya ceritakan apa yang terjadi di masa lalu sampai saya bisa sangat terobsesi mengirim orang untuk melakukan perjalanan waktu ini."
***