Di ujung jalan itu kuputuskan untuk berhenti ...
"Yang penting kan udah keluar kompleks!" pikirku tegas.
Hampir bersamaan kami berlima masuk melalui dua pintu ke sebuah kedai kecil di pertigaan itu.
Aku memilih pintu sebelah kanan, mengikuti Adik yang lebih dulu masuk.
Baru saja duduk di bangku panjang di kedai itu. Belum lagi sempat pesan minuman. Tiba-tiba hujan turun seperti tumpah dari langit!
Bryaaaaarrrrrrrrr ...! Suara atap seng menggigil kedinginan.
Entah naluri atau karena dorongan rasa takut, saat itu aku langsung berusaha duduk merapat ke Adik!
Penerangan kedai yang seadanya membuat bayang wajah manusia gak seperti biasanya. Glegar guruh dan kilat terus bersautan di luar sana.
"Hujan ini yang dimaksud wanita merah tadi?" tanyaku ke Adik yang duduk bersebelahan.
Dia mengangguk mengiyakan. Sesaat kemudian dia memintaku untuk segera mengontak sopir yang menyewakan mobil pick-up dari Sentul.
"Buruan kontak jemputan pick-up, jangan kelamaan di sini," ujar Adik menyirat kecemasan.
Sambil menunggu kendaraan penjemput tiba di lokasi, kami berlima hanya duduk diam. Tak banyak bicara, hanya menikmati teh panas dan membebaskan imajinasi melayang kemanapun ia suka.
Setengah jam kemudian mobil pick-up tiba di lokasi.
Sang sopir menolak ketika kami tawarkan untuk minum. Wajahnya terlihat berbicara. Ingin segera beranjak pergi dari situ!
"Eeee ... terima kasih mas ... eee ... saya sudah siap," ujar sopir itu.
Semua sepeda sudah dinaikkan ke pick-up biru. Adik naik ke Avanza, sedangkan aku dan yang lain tetap naik pick-up menembus malam dan hujan deras ke Sentul.
Hahhh ... hanya beberapa puluh meter dari kedai tadi, tiba-tiba hujan berhenti mendadak! Aneh!
Setibanya di Sentul, kami semua langsung bergantian mandi lalu bersiap kembali ke Jakarta.
Malam terasa panjang. Banyak pengalaman baru yang kami peroleh.
Selesai mandi tadi aku sempat bertanya ke Adik.
"Aneh kok gak seperti di film horor, kuntilanak kan biasanya terbang sambil tertawa melengking di frekuensi gak jelas gitu?" tanyaku ke Adik.
"Dia cuma mau lu liat, karena dia tau lu pasti gak kuat denger ketawanya!" segitu aja penjelasan Adikku.
"Ini jawaban dia atau jawaban si ...?" aku masih penasaran dalam hati.
Tapi ginilah intinya, jangan pernah melakukan perjalanan jauh dengan sepeda tanpa persiapan yang matang. Lampu adalah perlengkapan vital untuk perjalanan malam, dan alat komunikasi wajib dibawa.
Dimensi gaib itu memang ada. Tapi yang terpenting jangan meninggalkan kewajiban kantor hanya karena kebelet pengen nyobain frame atau sepeda baru. Orang sabar pasti disayang Tuhan!
Ketika dalam kendaraan menuju Jakarta, Adikku berpesan ... kapan dan dimanapun kita melakukan perjalanan sering-seringlah membaca surat Al-Ikhlas, selain membaca ayat Kursi.
Asyik juga punya Adik kayak dia ... meskipun sedikit autis ...!