Chereads / Mystic Boy / Chapter 8 - Sadewa (Chapter 8)

Chapter 8 - Sadewa (Chapter 8)

Kelas di pagi hari begitu riuh. Dewa menyematkan earphone di telinganya, ia memutar musik ballad di ponselnya sembari bernyanyi lirih. Amor yang sedaritadi memerhatikan Dewa merasa heran dengan sikap laki-laki itu. Sekarang, ia kembali bersikap seperti Dewa yang biasanya, dingin dan juga cuek, berbeda dengan semalam.

Semalam, ia melihat sikap Dewa yang berbeda dari biasanya. Dewa semalam terlihat begitu ceria ketika menghibur gadis itu. Gadis itu berpikir, apa itu adalah sifat asli Dewa? Atau mungkin laki-laki itu bersikap seperti itu hanya untuk menghiburnya? Entahlah, Amor sangat senang bisa melihat sisi lain dari Dewa yang mungkin tidak pernah ditunjukkan kepada orang lain.

Bagaimana jika semalam tidak ada Dewa? Entahlah. Yang jelas, jika semalam Dewa tak mencegahnya bunuh diri, Amor pasti sudah mati. Laki-laki itu semalam memeluknya sampai ia merasa tenang.

Kejadian semalam? Jantung Amor tiba-tiba berdegup kencang ketika mengingat kejadian semalam. Gadis itu tiba-tiba merasa gugup. Terlebih lagi, Dewa sekarang tengah menatapnya dari kejauhan. Sepertinya, laki-laki itu menyadari jika Amor tengah memikirkannya. Gadis itu jadi salah tingkah, ia berpura-pura membaca buku agar Dewa tak mencurigainya. Namun, Dewa sudah terlanjur mengetahuinya dari pikiran Amor. Laki-laki itu pun menyematkan senyum tipis yang terkesan dingin, namun begitu manis.

*****

Sepulang sekolah, Dewa, Benny, dan Amor pergi menuju rumah Benny untuk belajar kelompok. Rumah Benny adalah komplek perumahan elit yang terletak di Jakarta Pusat. Dewa memandangi satu-persatu rumah-rumah itu. Namun, tidak ada yang menarik baginya.

Lamunan Dewa tentang rumah-rumah itu buyar begitu saja ketika Benny menyapa salah satu tetangganya yang sedang berdiri di teras rumahnya dengan pakaian duster panjang berwarna putih.

"Siang, Bu Elly!" sapa Benny sembari terus mengendarai mobilnya dengan pelan. Dewa terus memerhatikan sosok yang dipanggil dengan sebutan 'Bu Elly' itu, wajahnya terlihat pucat, serta rambut panjang yang menjuntai berantakan. Wanita itu tak menanggapi sapaan dari Benny, Dewa pun berhenti menatapnya.

"Sombong banget, nggak mau balas nyapa. Atau, paling nggak senyum kek," gerutu Amor yang duduk di samping Dewa.

"Emang gitu sih orangnya," sahut Benny. Entah kenapa, saat Dewa melihat sosok itu, ada yang aneh. Bukan seperti manusia pada umumnya.

Dewa pun kembali menatap sosok Bu Elly yang belum terlalu jauh dari jarak pandangnya. Ia terlihat menatap Dewa dengan wajahnya yang berubah menjadi rusak.

Laki-laki itu pun langsung kembali ke posisinya yang semula dan berpura-pura tidak melihat apapun. Ia tidak ingin menceritakan apa yang barusan ia lihat kepada sahabat-sahabatnya itu. Terutama kepada Benny. Karena, sudah bisa dipastikan bahwa laki-laki itu akan ketakutan. Karena, sosok Bu Elly itu bukan lagi seorang manusia ...

*****

Seusai belajar, Benny mengajak Dewa dan Amor untuk menonton sebuah film. Amor begitu bersemangat untuk menontonnya, sedangkan Dewa hanya menurut saja.

Mereka pun akhirnya menonton film Train To Busan, film zombie yang begitu fenomenal. Benny dan Amor terlihat begitu serius menontonnya. Bahkan, mereka sering berteriak. Sedangkan Dewa justru merasa sangat mengantuk. Bukan karena filmnya jelek. Tapi, ia memang tidak bisa tidur semalaman akibat malu mengingat kejadian semalam.

Dewa yang masih mengantuk, tiba-tiba melihat sebuah asap yang menghampiri dirinya. Asap itu berubah menjadi sebuah wajah yang mengerikan, disertai kedua tanduk dan juga gigi taring. Dewa sangat terkejut melihat sosok itu. Ia yakin, bahwa sosok itu bukanlah penghuni di rumah Benny.

Lalu, sosok itu menghilang begitu saja. Dewa memijit-mijit pelipisnya agar ia bisa sedikit tenang. Apa yang barusan itu hanya halusinasi? Atau memang kenyataan? Entahlah. Menjadi anak indigo terkadang membuatnya sulit membedakan yang mana realita, dan mana yang bukan.

Sejak melihat sosok 'Bu Elly', Dewa merasa pikirannya sangatlah kacau, tubuhnya pun terasa sangat lemas. Ia mengambil tas, dan berpamitan kepada Benny.

"Gue pulang dulu," ucap Dewa dengan wajah pucatnya.

"Eh, lo kenapa, Wa? Wajah lo pucat," tanya Amor yang terlihat khawatir. Laki-laki itu pun tersenyum tipis untuk meyakinkan Amor.

"Nggak, gue nggak apa-apa," sahut Dewa. Ia bahkan mengusap-usap rambut Amor agar gadis itu tak mengkhawatirkannya.

*****

Suasana di malam hari ini sangatlah sunyi, tak ada seorangpun terlihat. Dewa tengah berada di sebuah perumahan elit yang sangat ia kenal. Yaitu, perumahan tempat Benny tinggal. Sebagian rumah-rumah itu dijual, sebagian lagi dibiarkan kosong begitu saja.

Dewa ingat, bukankah seharusnya ia sudah sampai di rumah? Kenapa ia masih ada di sini? Bahkan, daerah ini seperti sudah mati. Dewa lewat di depan rumah Bu Elly, ia merasa rumah itu bagaikan ... sumber bencana? Entahlah. Mungkin kata-kata itulah yang tepat untuk menggambarkan rumah itu. Tapi, apapun itu, semuanya bukanlah urusannya.

Dewa tiba di rumah Benny. Laki-laki itu mencoba memencet bel, namun, tak ada jawaban. Dewa pun masuk ke dalam rumah itu. Rumah Benny terlihat sangat gelap, tidak biasanya rumah itu seperti ini.

Dewa pun masuk ke dalam kamar Benny. Namun, ia justru melihat darah yang sangat banyak. Darah itu terlihat seperti diseret oleh seseorang. Di hadapannya, terdapat dua tubuh yang tergeletak tak bernyawa. Dua tubuh itu adalah tubuh milik Benny dan juga ibunya.

"Benny!" Dewa berteriak sembari menghampiri kedua jenazah itu. Di ranjang Benny, terlihat Rio yang duduk di sana. Laki-laki itu menatap jendela dengan pandangan kosong. Ia berjalan menuju jendela besar itu. Apa yang akan dia lakukan?

Dewa sangat tak menyangka dengan yang barusan ia lihat, Rio barusan melompat dari jendela itu!

"JANGAN!!!"

Dewa membuka matanya, napasnya tersengal-sengal. Ia pun bangun dari tempat tidurnya, dan melihat jam di dinding kamarnya yang menunjukkan pukul 04.00 WIB.

"Oh, ternyata cuma mimpi ..." gumamnya. Dewa merasa sangat lega bahwa itu bukanlah kenyataan. Dewa pun meraih ponselnya untuk menelepon Benny dan memastikan bahwa Benny dan keluarganya baik-baik saja.

Namun, Benny tak mengangkat telepon darinya. Ada apa ini? Tidak biasanya Benny seperti ini. Atau mungkin ... mimpi itu menjadi kenyataan?

***** TBC *****