Chereads / Mystic Boy / Chapter 9 - Sadewa (Chapter 9)

Chapter 9 - Sadewa (Chapter 9)

Dewa memasuki rumah Benny dengan tergesa-gesa. Ia sangat khawatir jika semua yang terjadi dalam mimpinya benar-benar terjadi. Dewa mencari Benny di kamarnya, namun, ia tidak menemukannya. Dewa mencari anggota keluarga Benny yang lain, namun, tak kunjung menemukannya.

Ia pun berjalan menuju ruang makan. Dewa sangat terkejut sekaligus lega. Sebab, Benny, Rio, dan juga ibu mereka terlihat sedang makan di ruang makan. Rio terlihat mengenakan kemeja kerjanya, sedangkan ibu mereka terlihat mengenakan pakaian rumahan. Sedangkan Benny terlihat sangat santai dengan kaos berwarna merah dengan celana selutut.

"Tumben banget lo minggu pagi gini main ke rumah?" tanya Benny. Laki-laki itu terlihat heran melihat Dewa yang datang dengan napas tersengal-sengal.

*****

Dewa mendatangi rumah Bu Elly yang terlihat sangat sepi dan juga kotor.

"Eh, Wa, lo ngapain ke rumah Bu Elly? Ntar lo dimarahin sama orangnya!" seru Benny yang mengikuti langkah Dewa. Namun, Dewa tak mendengarkan seruan Benny. Ia terus melangkah untuk memasuki rumah itu.

Dewa membuka pintu rumah itu secara perlahan-lahan, ia pun memasuki rumah itu dengan hati-hati. Rumah itu dalamnya terlihat sangat gelap meskipun ini masih pagi. Hal itu membuat Benny sedikit ketakutan.

"Wa, pulang yuk. Lagian di sini nggak ada orang," ajak Benny sembari menggoyang-goyangkan bahu Dewa. Namun, laki-laki itu justru memegang dinding rumah itu sembari memejamkan mata untuk menggunakan kemampuan psikometri yang ia miliki.

Namun, setelah menggunakan kemampuannya, Dewa merasa sangat depresi, wajahnya pun terlihat sangat kelelahan, napasnya tersengal-sengal, ia terduduk lemas di atas lantai. Melihat Dewa yang seperti itu, Benny sangat panik.

"Wa, lo kenapa?" tanya Benny sembari membantu Dewa kembali berdiri.

"Nggak, gue nggak apa-apa," sahut Dewa. Ia berbohong. Padahal, ia sudah tak kuat lagi berada di sana. Ia melihat bahwa rumah itu pernah dijadikan sebagai tempat pemujaan setan. Itu artinya, sosok Bu Elly itu merupakan pemuja setan. Dan, ketika waktunya Bu Elly mempersembahkan tumbal untuk pemujaan, Bu Elly mengingkarinya. Wanita itu pun akhirnya menjadi tumbal untuk setan itu.

Dengan tubuh yang semakin lemah, Dewa mencari mayat Bu Elly. Ia menemukan mayat itu di dalam ruangan dapur. Melihat mayat Bu Elly, Benny pun langsung lari terbirit-birit meninggalkan Dewa yang tengah memerhatikan mayat itu.

Mayat itu telah mengeluarkan bau busuk. Perkiraan Dewa, Bu Elly sudah meninggal sekitar dua minggu lalu. Wajah mayat itu hancur, darah di mana-mana, ada sekitar puluhan hingga ratusan lalat menghampiri mayat itu.

Dewa pun mencari-cari ruang pemujaan itu. Tak lama kemudian, ia menemukannya. Tapi, sebelum memasuki ruangan itu, Dewa memejamkan mata dan berdo'a dalam hati, ia pun mengembuskan napas panjang dan segera masuk ke dalam ruangan itu.

Namun, apa yang ia lihat? Ia melihat sesuatu yang mengerikan. Ruangan itu dipenuhi dengan alat-alat pemujaan seperti dupa, lilin, dan juga beberapa tulang. Baru sekitar satu detik berada di ruangan itu, ia sudah disambut oleh makhluk bertanduk yang ia lihat di rumah Benny. Makhluk itu menunjukkan gigi taring yang sangat tajam, seolah-olah hendak menerkam dirinya.

Dewa benar-benar tak tahan berada di tempat itu. Bahkan, darah bermuncratan dari hidung dan mulutnya. Tubuh Dewa semakin lama semakin lemah, kesadarannya makin lama makin menipis, bahkan hilang sama sekali.

*****

Dewa terbangun dari ketidaksadarannya. Di sampingnya sudah ada Benny yang sedaritadi menjaga Dewa selama pingsan.

"Akhirnya lo sadar juga, Wa. Lo tahu nggak sih kalau gue tuh khawatir banget sama lo? Lagian, lo tuh nekad banget sih masuk ke sana? Udah tahu badan lo nggak kuat!" Benny langsung menyerangnya dengan berbagai ucapan. Sedangkan Dewa masih terlihat bingung, ia melihat sekelilingnya. Rupanya, ia sudah berada di rumahnya sendiri.

"Gimana sama rumah itu?" tanya Dewa.

"Mayat Bu Elly udah diurus, dan rumah itu sekarang lagi dibersihin," sahut Benny. Dewa merasa sangat lega mendengar kabar itu. Itu artinya, rumah itu tidak akan menjadi ancaman lagi.

Beberapa saat kemudian, seseorang mengetuk pintu rumah Dewa. Benny pun berdiri, dan membukakan pintu itu.

"Eh, Mor? Akhirnya lo datang juga," ucap Benny sembari tersenyum melihat kedatangan gadis itu. Ia pun mempersilakan Amor untuk masuk ke dalam kamar Dewa. Laki-laki itu terlihat masih terbaring di atas ranjangnya yang sedikit keras itu, ia pun melihat kedatangan Amor. Gadis itu membawa banyak makanan untuk Dewa. Mulai dari bubur, hingga buah-buahan. Amor menatap Dewa dengan penuh kekhawatiran, ia pun menghampiri laki-laki itu.

"Ya ampun, Wa, kamu nggak apa-apa?" tanya Amor sembari menyentuh pipi Dewa. Laki-laki itu hanya menggelengkan kepala.

"Ya udah. Kalau gitu, kamu makan dulu ya? Kamu pasti belum makan," Amor mengambilkan bubur yang terletak di dalam mangkok plastik. Mangkok itu sudah dilapisi plastik luar, sehingga tidak akan tumpah. Amor pun menyobek plastik itu, dan menyuapkan buburnya pada mulut Dewa. Laki-laki itu pun membuka mulutnya dan memakannya.

"Kamu harus makan yang banyak," ucap Amor sembari menyuapinya. Laki-laki itu merasa sangat aneh, sejak kapan Amor menggunakan kata-kata 'aku-kamu' padanya?

"Ehm ... karena sekarang udah ada Amor, gue balik dulu ya," ujar Benny sembari tersenyum jahil menatap mereka berdua. Ia pun pergi meninggalkan Dewa dan Amor.

Gadis itu melanjutkan aktifitasnya sembari menatap Dewa yang masih terlihat pucat. Laki-laki itu pun juga membalas tatapannya.

"Kamu jangan kayak gitu lagi, aku nggak mau kalau kamu sampai celaka kayak tadi," ucap Amor tanpa melepaskan pandangannya dari laki-laki itu.

"Nggak usah khawatir, ini emang udah takdirku," sahut Dewa sembari tersenyum tipis.

Belle sedaritadi memerhatikan mereka berdua yang saling berpandangan. Belle merasa bahwa hatinya tengah terbakar api cemburu. Namun, apa yang bisa ia lakukan? Ia tidak bisa berbuat apapun. Karena, ia hanyalah makhluk tak kasat mata ...

***** TBC *****