Setelah selama beberapa saat merenung, Dewa pun akhirnya beranjak. Ia mengambil jaket dan kunci motornya, serta pergi dari rumah dan menuju rumah sakit malam itu juga.
Setelah sampai di rumah sakit, Dewa pun menemukan ruangan di mana Yahya dirawat. Dewa mengintip dari luar, sang ayah terlihat begitu tak berdaya. Yahya hanya ditemani oleh Mr. Yo yang benar-benar bersahabat dengannya. Sepertinya persahabatan mereka sudah terjalin sejak lama. Dewa pun memasuki ruangan itu, dan membuat Mr. Yo terkejut.
"Oh, ternyata kamu datang," ucap Mr. Yo. Dewa hanya menganggukkan kepalanya dengan pelan.
"Aku pikir, kamu nggak akan mau menemuinya lagi," lanjut pria itu. Dewa pun menggelengkan kepala.
"Aku sadar, nggak seharusnya aku membalas kejahatannya. Meskipun rasanya benar-benar sakit," gumam Dewa. Ia lantas mengembuskan napas panjang.
"Aku ingin meminta penjelasan darinya jika ia sudah sadar," lanjut Dewa. Mr. Yo pun tersenyum dan menepuk bahu laki-laki itu.
"Do'akan saja, semoga dia cepat siuman," ujar Mr. Yo. Dewa pun menganggukkan kepalanya sembari tersenyum tipis.
*****
Esok harinya, Mr. Yo membangunkan Dewa yang tertidur dalam posisi duduk. Pria itu benar-benar begitu antusias membangunkan Dewa yang benar-benar masih mengantuk karena dirinya hanya tertidur sekejap.
"Wa! Dewa!" seru Mr. Yo dengan pelan. Dewa pun akhirnya terpaksa membuka matanya.
"Ada apa sih?" tanya Dewa dengan malas.
"Kamu lihat? Tangan Yahya barusan bergerak!" seru Mr. Yo. Ya, rupanya benar. Tangan Yahya baru saja bergerak selama beberapa kali. Dewa tersenyum, apa mungkin Yahya akan sadar? Dewa hanya bisa berdo'a dalam hatinya, agar pria itu bangun dari tidur panjangnya.
Beberapa saat kemudian, Yahya pun membuka matanya secara perlahan-lahan. Hingga akhirnya, sang ayah benar-benar sadar. Dewa benar-benar senang melihat kondisi ayahnya yang mengalami kemajuan cukup pesat. Melihat sosok Dewa berada di hadapannya, Yahya pun tersenyum.
"K-kamu... datang, Nak?" tanya Yahya dengan sedikit terbata-bata. Dewa pun menganggukkan kepalanya dengan pelan.
"Iya, Ayah," sahut Dewa. Mendengar jawaban dari laki-laki itu, tanpa disadari, air mata Yahya menetes. Ia benar-benar tak menyangka bahwa anak itu menyebutnya dengan sebutan 'Ayah'.
Melihat pemandangan itu, Mr. Yo benar-benar merasa terharu. Ia bahkan ikut meneteskan air mata.
"Oh, aku benar-benar lapar. Jadi, aku mau beli makanan dulu, bye..." ucap Mr. Yo sembari membuka pintu. Ia lantas mengacungkan jempolnya untuk Dewa. Laki-laki itu hanya membalas dengan senyuman. Sepertinya, ia tahu bahwa Mr. Yo sengaja memberikan waktu untuknya dan Yahya agar bisa saling berbicara.
Mr. Yo telah pergi, Yahya pun tersenyum sembari menatap Dewa.
"Aku benar-benar bahagia. Akhirnya, aku bisa bertemu dengan anakku yang sudah sangat lama kucari," ucap Yahya. Dewa mengerutkan alisnya. Ia tak mengerti dengan maksud Yahya.
"Benar, Nak. Ayah punya alasan tersendiri, kenapa ayah menolak untuk bertanggung jawab atas perbuatan ayah kepada ibumu," lanjut Yahya.
Pria itu pun menceritakan kejadian yang sebenarnya. Alasan ia menolak untuk menikahi Rusdiana adalah karena hubungannya dengan Rusdiana tak pernah direstui oleh keluarga mereka berdua. Orang tua Yahya telah menjodohkannya dengan wanita lain. Sehingga, Yahya terpaksa menuruti semua permintaan orang tuanya. Namun pada akhirnya, Yahya memutuskan untuk membatalkan pernikahan itu, dan mencari sosok Rusdiana yang ternyata telah dibunuh. Yahya benar-benar menangis tersedu-sedu di hadapan Dewa.
"Kalau kamu ingin marah, marahlah. Kalau kamu ingin menghukum ayah, hukum ayah sekarang juga," ucap pria itu sembari menangis. Dewa tak bisa berkata-kata. Dewa melihat bahwa Yahya tak berbohong dengan ucapannya. Bahkan, Yahya sampai sekarang tak pernah menikah akibat rasa cintanya kepada Rusdiana. Dewa menyesal, dirinya telah salah menilai pria itu. Air mata yang mengalir secara tak sengaja itu pun ia hapus.
"Menghukum? Aku nggak punya hak untuk melakukannya," Ujar Dewa. "Seharusnya aku yang dihukum. Karena, aku telah kasar denganmu tanpa mengetahui permasalahan yang sebenarnya. Aku benar-benar minta maaf,"
Mendengar ucapan Dewa, Yahya pun memeluk erat anak laki-lakinya itu.
"Itu semua bukan salahmu, Nak. Tak perlu meminta ma'af,"
*****
Dewa sekarang tengah berada di dalam suatu tempat yang begitu panas dan juga gelap. Ia benar-benar bingung, kenapa dirinya bisa ada di sini?
Beberapa saat kemudian, ia melihat api yang tiba-tiba terbang menuju ke arahnya. Tidak, bukan pada dirinya, melainkan pada orang lain. Dewa juga mendengar suara teriakan orang-orang yang kesakitan. Bukan hanya satu ataupun dua orang, melainkan ribuan bahkan mungkin jutaan suara teriakan. Namun teriakan yang paling dekat dengannya adalah suara seorang pria yang dilempari api itu.
"Tolong! Sakit...! Panas ...!!" teriak orang itu. "TOLONG AKU...!!!"
Dewa menutup kedua telinganya. Ia tak mau mendengar suara itu. Namun, ia melihat dengan jelas wajah pria yang tak ia kenal itu sebelum wajahnya terbakar oleh api. Wajah itu tampak tidak asing. Tapi siapa?
"ARGH ...! PANAS ...!!!" teriak pria itu lagi. Dewa menutup kedua telinganya dengan keras. Ia benar-benar frustasi melihat semua orang yang disiksa di sana, serta teriakan-teriakan menyakitkan itu.
Dewa pun membuka matanya. Napasnya tersengal-sengal. Ia benar-benar tak tahu, apa yang baru saja ia mimpikan? Kenapa dirinya bisa memimpikan hal seperti itu? Siapa orang itu? Rasanya wajah itu pernah ia lihat. Tapi di mana? Kapan ia pernah melihatnya?
***** TBC *****