Chereads / Our Own World (Between Two World) / Chapter 2 - 2| Ghosts from the past

Chapter 2 - 2| Ghosts from the past

Sejak menginjak umur enam belas tahun, sudah tak terhitung berapa kali aku bepergian. Baik itu keluar kota sampai ke berbagai negara. Jika diurutkan satu persatu, kurasa mungkin sudah hampir seluruh negara-negara besar di dunia sudah kudatangi. Sama halnya seperti Kanada, ini bukan pertama kalinya aku datang ke negara berlambang daun maple ini. Namun sama seperti kedatanganku sebelum-sebelumnya, Kanada selalu lebih istimewa. Ada perasaan yang tidak bisa dijelaskan, tertinggal di negeri ini.

Aku menatap langit malam kota Ottawa yang hanya dihiasi kumpulan awan tanpa bulan dan gugusan bintang di atas sana. Aktivitas bandara hari ini lumayan sibuk, para penumpang maupun calon penumpang berlalu lalang menyeret barang bawaan mereka. Baik yang baru saja tiba ataupun yang akan segera  berangkat. Suara lembut sang penyiar mengalun memanggil-manggil calon penumpang masing-masing maskapai.

Diantara keramaian, sama sekali tidak kutemukan wujud si wanita tua yang menjadi teman perjalananku selama beberapa jam terakhir. Sama seperti banyak orang lain yang kita temui sesaat dan secara acak, menghilang tanpa jejak.

Kupandangi kalung dengan liontin hijau emerald yang di dalamnya menampilkan ukiran unik serta tulisan dan simbol-simbol kuno yang terlihat begitu antik di tanganku. Kalung milik si wanita tua yang sepertinya tak sengaja ia tinggalkan di pesawat.

Setelah berbicara beberapa hal dengan wanita tua itu, aku begitu mengantuk hingga memilih untuk tidur sepanjang perjalanan dan baru terbangun saat pesawat sudah mendarat di landasan pacu dan baru kusadari bahwa sebuah kalung tergeletak begitu saja diatas bangku di sebelahku sedangkan wanita itu sudah tidak ada disana.

Aku mengingat-ingat kembali apa saja yang kami bicarakan pada saat itu. Kupikir wanita itu ingin menceritakan sesuatu. Namun aku tidak ingat apa itu. Mungkin saat itu aku sudah terlalu lelah dan ketiduran. Ya, mungkin begitu. Aku mengangkat bahu tidak peduli. Jika kalung ini memang antik, sepertinya aku bisa mendapat keuntungan dari kalung ini.

Aku memilih memasukkan kalung itu ke dalam saku. Ada perasaan aneh yang seolah merasukiku saat aku menatap kalung itu. Dan secara misterius, entah mengapa, Tiba-tiba senyuman wanita tua itu kembali terputar di kepalaku.

---

Aku membaringkan tubuh dengan nyaman pada ranjang hotel yang dilapisi dengan seprai khas hotel-hotel pada umumnya, putih. Sejenak kurilekskan otot-ototku yang terasa sedikit kram setelah melakukan perjalanan panjang selama berjam-jam.

Sebelum tiba di hotel, dalam perjalanan setelah mampir sebentar ke sebuah departemen store, tepat setelah menyalakan handphoneku, sebuah pesan singkat dari Rey masuk. Tertera gambar reservasi hotel dan mobil sewaan yang tampaknya sudah disiapkan paman tua itu untukku.

Aku mengangkat bahu tidak peduli. Malas sekali jika harus menuruti pria tua itu. Mungkin dalam beberapa jam Rey atau pria tua itu akan segera menghubungi ku saat menyadari jika hotelnya kosong dan aku tidak menggunakan jemputan yang telah disiapkan. Atau mungkin juga tidak.

Setelah berbaring beberapa saat, sebelum kantuk menyerangku lebih parah lagi, aku berjalan menuju koperku, mengambil sebuah kantong plastik serta kotak yang telah kusiapkan kemudian memasukkan ponselku ke sana setelah melepaskan memori cardku dan membiarkan SIM cardku tetap berada dalam sana. Setelahnya aku keluar kamar sejenak, dan membuang kotak berisi ponselku tadi ke dalam tempat pemabakaran sampah yang terletak tidak jauh dari hotel. Johannes merupakan pria dengan anak buah dan bawahan yang tersebar di mana-mana, aku tidak boleh membuat kesalahan sedikitpun atau itu akan menjadi boomerang bagi diriku sendiri. Ya, walau dia tetap saja bodoh di mataku.

Aku memeriksa keadaan sekitar sebelum kemudian mengeluarkan korek yang tersimpan dalam saku celana, kemudian membakarnya dan membiarkan tong pembakaran itu mulai menyemburkan bara api yang kian membesar secara berkala, membakar ponselku serta sampah-sampah lain di dalamnya.

---

Paginya, alih-alih sarapan di dalam kamar seperti biasanya, kali ini aku memilih untuk makan di restoran hotel sebagai gantinya. Setidaknya aku ingin sarapan sedikit layak pagi ini setelah melalui hari yang berat dengan terus-terusan berpindah-pindah dalam lima hari terakhir. Kali ini aku memutuskan untuk menetap untuk beberapa hari.

Sebuah lagu klasik yang dinyanyikan seorang penyanyi keturunan China-Amerika mengalun lembut di langit-langit restoran, diiringi rekannya yang memainkan sebuah biola, terlarut dalam lantunan musik yang dihasilkannya. Musik yang tampaknya sangat dinikmati oleh sebagian besar orang yang merupakan pasangan di ruang besar restoran ini.

"Permisi, nona. Boleh aku bergabung denganmu?" Seorang pria tiba-tiba saja datang membawa nampan makanannya, tersenyum ramah menungguku mempersilahkannya duduk.

Meskipun malas, aku mengangguk singkat. Tidak masalah, sebentar lagi makananku akan habis dan dengan adanya pria ini mungkin aku tidak akan terlalu terlihat menyedihkan sarapan sendirian di antara para pasangan yang tengah kasmaran di restoran megah ini.

Aku melirik sekilas penampilan pria di depanku. Dengan kemeja putih dan jas hitamnya serta rambutnya yang disisir rapi sedemikian rupa, tampaknya pria ini akan menghadiri sebuah pertemuan penting. Dan yang terpenting, setidaknya dia tidak terlihat mencurigakan sama sekali.

"Kau suka musik klasik?" Pria di depanku mencoba membuka pembicaraan.

"Tergantung" Ujarku pendek. Tidak berniat memperpanjang percakapan.

"Maksudmu tergantung suasana hati?" Tanyanya lagi.

"Kau bisa anggap begitu" Ujarku tanpa menatapnya sedikitpun. Aku tidak peduli bagaimana pandangan orang terhadapku.

Namun pria itu hanya tersenyum tipis, tampak memaklumi. Entah memang ia memang maklum terhadap orang sepertiku atau justru sekarang tengah mengumpatiku dalam pikirannya. Aku tidak akan heran jika yang benar adalah hal yang kedua. Hanya orang aneh yang tidak akan tersinggung atas sikapku.

"Kalau aku, sejujurnya aku tidak terlalu suka musik klasik. Bukankah ini membosankan? Mendengarkan musik seperti ini hanya akan membuatmu mengantuk" Ujarnya sebelum memasukkan potongan daging steak ke dalam mulut. Sejujurnya aku selalu merasa sedikit aneh dengan orang-orang yang memakan santapan berat seperti daging di pagi hari. Walaupun harus kuakui juga jika terkadang aku juga melakukan hal yang sama.

"Kau akan menghadiri suatu acara?" Aku memutuskan untuk sedikit berbasa-basi dengannya. Anggap saja sebagai bentuk apresiasi karena tidak menunjukkan sikap tersinggung sedikitpun karena sikapku.

Pria itu tersenyum kemudian mengangguk.

"Aku harus mengisi seminar jam sepuluh nanti. Kau sendiri? Apa yang kau lakukan di sini? Apa ada urusan pekerjaan? Namun dilihat dari sikapmu yang santai sedari tadi, sepertinya kau sedang berlibur"

"Yah, begitulah. Aku rasa aku butuh beberapa refreshing setelah beberapa bulan bekerja keras" Uajrku menampilkan senyum palsu. Entah mengapa kini aku tertarik untuk bicara dengan pria ini lebih lama lagi. Sudah lama sejak terkhir aku berbincang-bincang kecil dan berbasa-basi seperti ini dengan orang asing.

"Apakah kau sudah pernah kemari sebelumnya?" Tanyanya lagi. Aku terkekeh. Tampaknya dia tipe orang yang banyak omong.

Alih-alih menjawab, aku memilih bertanya balik.

"Kau sudah sering kemari?"

"Lumayan. Aku sudah kemari beberapa kali. Baik untuk urusan pekerjaan atau hanya untuk liburan." Ujarnya sambil menyeka bibir menggunakan tisu. Makanan di piring kami sudah sama-sama kandas, aku melihat jam pada ponselku. Sudah pukul 9.30.

"Kalau kau belum pernah kemari, kurekomendasikan untuk pergi ke Toronto atau Vancouver. Memang akan butuh waktu jika harus ke sana, tapi kita tidak boleh melewatkan kesempatan seperti ini, bukan? Kurekomendasikan datanglah Festival Kembang Api di Vancouver. Datanglah malam hari. Langit di sana sangat indah, jika beruntung kau bisa melihat beberapa pertunjukan kembang api di sana." Ujarnya sebelum kemudian buru-buru pergi meninggalkanku yang merenung sendirian.

"Vancouver, ya?"

---

Malam sudah menyapa saat aku tiba.  Tidak terlihat satupun bintang di angkasa. Mungkin karena efek dari banyaknya lampu-lampu yang terpasang di daerah ini. Aku memperhatikan sekitar. Orang-orang ramai berlalu lalang, masing-masing membawa teman, pasangan sampai keluarga. Anak-anak kecil berseru-seru antusias sedangkan orang tua mereka sibuk memegangi dan memperingati anaknya agar tidak pergi ke mana-mana.

Sedangkan aku? Memilih untuk sedikit menjauh dari keramaian dan duduk sambil menyeruput minuman coklat panas yang berada sedikit jauh dari tempat Festival berlangsung.

Aku memperhatikan sekitar. Merasakan atmosfer kebahagiaan dan antusiasme dari para pengunjung yang terus saja berdatangan seakan tidak ada habisnya. Wajah-wajah ceria, wajah-wajah yang penuh dengan binar antusias dalam mata mereka.

Aku menutup mata kemudian menarik nafas dalam. Tiba-tiba saja aku menyesal datang ke tempat ini.

Suasana ini, sama. Persis. Begitu mirip untuk membuatku merasa sesak.

Tanpa sadar aku mengeratkan kepalan tangan di dalam saku jaket.

Bisa kudengar di depan sana para pengunjung sudah mulai bersorak-sorak heboh, kemudian saat yang telang ditunggu-tunggu, terdengar suara ledakan yang seketika membuat sorakan semua orang menjadi bertambah berisik.

Tak lama kemudian aku memilih berdiri dan membuka mata, berniat untuk segera pergi sebelum seorang wanita tiba-tiba saja datang dan menubruk bahuku hingga aku hampir saja terjatuh dan berpegangan pada sandaran bangku taman.

Bersamaan dengan suara ledakan yang tak kunjung berhenti, aku tercekat melihat keadaan di depan sana.

Tidak. Ini bukan hanya sama ataupun mirip. Tapi ini persis sama. Hantu itu datang lagi. Dan kali ini, dia menargetkanku.

=Our Own World=