Chereads / Our Own World (Between Two World) / Chapter 3 - 3| Destiny For Criminals

Chapter 3 - 3| Destiny For Criminals

Aku termangu. Dunia tiba-tiba saja terasa begitu lambat, dan aku seakan tuli. Bagaikan lumpuh, aku tak dapat menggerakkan tubuhku walau sedikit. Kejadian di depan sana terpampang begitu nyata, senyata malam tragis dua puluh tahun lalu, Malam yang selalu ingin kuhapus dalam ingatanku. Malam yang seharusnya meriah dan ceria, berubah menjadi malam tragis dan mengerikan. Orang-orang berlarian dan berseru-seru panik, anak-anak menangis dalam pelukan orang tua mereka. Berjarak sepuluh meter di depanku, seorang pria berumur 40-an terkapar tak berdaya dengan darah yang terus mengalir di perutnya. Tiba-tiba saja kepalaku terasa begitu berat.

Tembakan dilakukan secara membabi buta, seakan tak kenal arah. Satu kesimpulan. Siapapun dia, orang itu gila!

"Hei, Nona! Apa yang kau lakukan? Cepat cari tempat berlindung!" Seruan seorang polisi wanita yang memang sedang mengawasi festival seketika membuatku tersadar. Aku menarik nafas sejenak dan berusaha mengendalikan diri. Dalam situasi seperti ini, aku harus tetap berpikir rasional.

Bersamaan dengan sang polisi yang mulai mengevakuasi para pengunjung, aku segera menaikkan tudung jaket dan mulai berlari ke arah dimana mobilku terparkir. Sambil tetap berlari, sesekali kepalaku menoleh ke belakang untuk melihat apakah ada yang mengejarku atau tidak. Aku tidak tahu apa tujuan dan siapa yang orang itu incar, yang jelas aku harus menghindari kemungkinan terburuk.

Tiba-tiba saja salah satu ponselku berdering. Tanpa ragu aku segera mengangkatnya saat melihat nama Rey tertera di layar.

"Halo? Abigail. Kau ada dimana? Aku baru dapat kabar kalau anak buah Johannes sudah berhasil melacak keberadaanmu"

Mendengar ucapan Rey, spontan aku mendesis.

Johannes. Dasar bajingan gila!

"Aku sedang berada di Vancouver. Terjadi penembakan di sini. Johannes gila, kenapa dia menembak tidak tahu tempat begini? Apa yang terjadi? Bagaimana mungkin dia bisa tahu keberadaanku?"

"Yah, kurasa dia jadi gila karena kau membuatnya bangkrut. Terlebih lagi dia tidak akan bisa melaporkan kita ke polisi. Anggap saja itu jadi nilai plus kita" Ujar Rey dengan kekehan kecil di seberang sana.

"Yah, dan sepertinya kau juga ikutan gila karena tertawa dalam situasi seperti ini. Kau tahu? Ini parah sekali." Aku mendesis kesal, kemudian menutup mata sejenak, berusaha menenangkan diri.

Tepat saat mengatakan itu, aku berhasil sampai di depan mobil kemudian segera masuk dan menjalankannya dengan kecepatan tinggi. Persetan dengan mobil sewaan! Aku tidak peduli!

"Oke. Maaf. Untuk mengapa dia bisa tahu posisimu, aku sedang berusaha mencari tahu. Untuk sementara, pergilah ke tempat yang aman. Matikan ponselmu, dan jika butuh sesuatu, cukup hubungi aku saja" Setelah mengatakan itu, sambungan terputus.

Segera Aku mematikan ponselku kemudian meraih ponsel lain dalam sakuku, kemudian tanpa ragu membuangnya keluar jendela. Setelahnya kusaksikan ponsel itu remuk dan hancur berkeping-keping karena digilas oleh ban-ban mobil yang melaju di belakangku. Beberapa pengendara menghardikku karenanya dan juga karena mengendara terlalu cepat. Setidaknya tidak begitu banyak polisi yang menjaga lalu lintas saat ini. Mungkin mereka difokuskan pada lokasi penembakan.

Mobilku terus melaju tanpa hambatan selama beberapa waktu. Untuk sementara waktu, mungkin akan sulit bagi mereka menemukanku karena untuk antisipasi, aku sengaja tidak menggunakan mobil ini saat pergi ke festival. Aku baru saja menghubungi rental mobil saat aku tiba. Dan kebetulan, jasa rental itu berada dekat dengan lokasi festival berlangsung. Namun tidak menutup kemungkinan juga jika mereka sudah mendapat informasi mengenai ini. Aku tertawa miris. Bagaimanapun aku sangat tidak diuntungkan dalam situasi ini.

Berselang dua puluh menit, saat aku sudah mulai merasa aman, tiba-tiba saja tampak dua mobil hitam mengejar di belakangku. Spontan aku memukul setir mobil kemudian menambah kecepatan dan berbelok tajam di persimpangan depan.

Dan seketika aku menyesali keputusan yang kubuat. Karena tampaknya, aku mengiring mereka ke tempat yang sepi. Jalanan lengang, di kanan dan kiri jalan di penuhi pepohonan dan jurang pada bagian kanannya. Tampaknya aku mengiring diriku kepada jalan kematianku sendiri. Terlebih lagi jika mengingat bahwa mereka membawa senjata api.

Shit.

Aku refleks mengumpat saat salah satu dari dua orang dari dalam mobil hitam itu melongokkan kepalanya ke luar jendela, kemudian mulai membidikku menggunakan senapan di tangannya.

DOR!

Pria itu melepaskan tembakan.

PRANG!

Untuk sesaat, aku kehilangan kendali pada mobilku. Harus kuakui, suara kaca yang berhamburan dari belakang sana membuatku sedikit gugup. Hampir saja peluru itu mengenai kepalaku jika saja aku tidak segera menghindar. Tepat setelah aku mengangkat kepalaku kembali, segera aku membanting stir ke arah kanan sebelum mobilku menabrak pembatas jalan.

DOR!

Di belakang sana, si pria kembali mengeluarkan tembakan. Kali ini aku bisa menghindar sedikit lebih baik sehingga peluru itu hanya sedikit menggores bagian kiri mobil.

Segera kutambah kecepatan kemudian berbelok tajam ke arah kanan saat sudah mencapai persimpangan dan dengan sengaja menabrak tiga buah pembatas jalan di persimpangan dan berhasil membuat laju kedua mobil di belakangku sedikit melambat karena halangan di depan mereka.

Mobilku terus melaju hingga memasuki kawasan pedesaan. Sejauh mata memandang hanya ada satu-dua lampu yang dipasang di pinggir jalan maupun yang berasal dari rumah penduduk yang terlihat sangat jarang di sepanjang jalan. Sepertinya kawasan ini memang minim penduduk.

Pada bagian kanan jalan, hamparan sawah-sawah dan kadang hijau terpampang di depanku. Sedangkan pada bagian kiri, masih sama dengan sebelumnya. Jurang dengan hutan lebat di bawah sana yang dihiasi kumpulan pepohonan yang rapat dan rimbun. Jika bukan karena lampu-lampu jalan yang menghiasi, mungkin hanya gelap yang tersisa. Menambah kesan mistis dan misterius pada hutan di bawah sana.

Kulirik kaca spion di sebelah kiriku, kulihat mobil hitam yang sedari tadi mengikutiku. Tidak ada tanda-tanda bahwa pria tadi berniat akan mengeluarkan tembakannya sekali lagi. Namun, setelahnya dahiku mengerut saat menyadari sesuatu. Tunggu dulu. Bukankah tadinya ada dua mobil? Apakah ia tertinggal cukup jauh di belakang?

Saat tengah fokus mengawasi mobil di belakangku, tanpa kuduga sebelumnya, secara tiba-tiba, dari arah depan, mobil hitam lainnya itu muncul dengan kecepatan tinggi yang membuatku sontak banting stir hingga akhirnya, tanpa dapat kucegah, mobilku menabrak pembatas jalan dan jatuh ke dalam jurang.

Sebelum kesadaranku lenyap, hal terakhir yang kuingat adalah hamburan kaca dan diriku dalam posisi terbalik dalam mobil, dengan kegelapan hutan yang seakan ingin menelanku. Suara nyanyian jangkrik yang  berisik seakan menjadi lagu pengiring kematianku.

Dalam sisa-sisa kesadaranku, aku tertawa miris.

"Apa ini akhir bagiku?"

Hampir setengah dari hidupku kuhabiskan hanya untuk kabur dan melarikan diri, tak kusangka hari ini semuanya akan berakhir seperti ini. Yah, tampaknya inilah akhir dari hidupku. Sama seperti semua tokoh antagonis dalam buku dongeng, tragis dan menyedihkan.

=We Own World=