Sekarang adalah hari di mana terakhir MOS, semua murid mengikuti kegiatan yang sedang berlangsung di sekolah ini. Menerbangkan balon berbagai macam warna ke langit termasuk yang dilakukan Gina saat ini. Perempuan itu terus menatap balonnya yang sudah terbang tinggi bersama balon lainnya, namun saat kembali arahannya ke depan, dia dibuat kaget oleh seorang lelaki yang tak lain Kakak kelas itu.
"Hai." Orang itu memiringkan kepalanya hanya untuk melihat jelas wajah Gina.
Sedangkan Gina langsung buru-buru lebih menundukkan kepalanya ketimbang harus dilihat wajahnya oleh Kakak kelasnya.
"Di bawah lebih menarik emang dari wajah gue?" tanya lelaki itu, "kenalin gue Elvin, calon pacar lo. Nama lo siapa calon pacar?" tangannya diulurkan tepat pada wajah Gina.
Gina mengernyit heran dengan ucapan Kakak kelasnya. Tatapannya mengarah pada Elvin sembari menangkupkan kedua tangannya di depan dadanya. "Ginasya."
"Waaaw, lo—"
"Kenalin Kak gue Kinan." Kinan memotong ucapan Elvin. "Oh ya, calon pacar? Maksudnya, Gina, calon pacar Kakak?"
Elvin hanya tersenyum miring pada Kinan, lalu kembali menatap Gina yang sedang mengarahkan pandangannya ke bawah.
"Sampai ketemu di kantin... calon pacar," kata Elvin sedikit terkekeh lalu pergi entah ke mana.
"Widih. Gila tuh Kakak kelas. Udah ngomong calon pacar aja," ucap Kinan sambil geleng-geleng kepala, "tapi... cieee Kak Elvin suka sama lo, Gin." Kinan mulai menggoda Gina antusias.
"Apaan, sih, gak lucu." Gina langsung melangkahkan kakinya ke kelasnya diikuti Kinan yang terus menerus menggoda Gina.
***
Sedangkan disisi lain, ada dua pria di kelas Xl IPS 5 sedang bercengkerama. Di kelas itu tidak ada siapa-siapa hanya mereka berdua, namun terdengar berisik karena mereka yang saling cekcok.
"Lo abis ngapain ngomong sama tuh bocah?" Elvin hanya tersenyum sekilas saat baru saja memasuki kelasnya. Dia tidak menanggapi pertanyaan Riski—temannya itu. "Wah anjir ni orang stres kek nya. Panggil dokter jiwa Mi, buruan panggil!" teriak Riski.
Fahmi yang merasa terganggu oleh ucapan Riski langsung menoyor kepalanya sementara tangan yang satunya mengucek telinganya. "Bangsat lo! Kuping gue mau mati denger suara lo!" pekiknya.
"Ck! Yang ada rusak bukan mati, Malih. Lo mati baru kuping lo juga mati. Bego lo!" serunya dengan penekanan di kata terakhir, ucapan itu tepat di depan muka Fahmi.
"Sialan lo! Udah teriak-teriak kagak bener lagi ngomongnya." Fahmi mengalihkan pandangannya. "Eh, Vin, lu mau gebet tuh ibu-ibu? Selera lo jadi turun?" tanyanya.
"Ibu-ibu? Lo buta? Orang dia masih kelas sepuluh juga." Elvin langsung duduk di bangkunya. Kakinya ditaruh di atas meja dengan tangannya dilipat di depan dadanya. Kini matanya mulai terpejam.
"Mi kemarin siapa yang bilang 'ada ibu-ibu anjay', udah mati belum orangnya?" Riski menirukan nada Elvin saat mengatakan itu. Lain dengan Elvin, lelaki itu langsung menatap tajam pada Riski.
"Berisik lo!" Fahmi dan Riski hanya tertawa mendengar jawaban temannya itu.
***
"Gina, lo mau ke kantin?" Kinan bertanya. Saat ini memang sudah waktunya istirahat.
"Boleh." Jawab Gina tersenyum.
Mereka berdua melangkahkan kakinya menuju kantin. Banyak yang menatap Gina aneh, mungkin karena dari cara pemakaian seragamnya yang berbeda dari yang lain, sehingga Gina menjadi pusat perhatian.
"Lo enggak apa-apa di lihatin gitu?" Kinan menatap semua orang yang menatap aneh pada Gina, dirinya merasa tidak enak atas perlakuan siswa lain terhadap temannya.
"Emang nya kenapa? Enggak kok. Aku enggak apa-apa." Bohong Gina. Sejujurnya dia juga merasa risi di pandang seperti itu.
"Yakin?" tanya Kinan memastikan. Gina hanya mengangguk lalu tersenyum pada Kinan.
Sampai di kantin, mereka berdua memesan menu yang sama. Di tangannya masing-masing, mereka memegang bakso juga teh manis yang di pesan oleh keduanya. Mereka berdua berjalan mengarah ke meja yang kosong, lalu duduk dan menyantapnya dengan khidmat.
"Assalamualaikum UKHTYYYY!" Riski berteriak di depan Gina dan Kinan membuat Elvin menatap tak suka pada temannya itu. Lain dengan Fahmi, dia sedang menebar pesonanya.
"Waalaikumsalam." Jawab Gina pelan. Sedangkan Kinan masih menatap tajam pada kakak kelasnya itu, lalu memutar kedua matanya malas.
"Calon pacar." Panggil Elvin dengan nada menggoda, "ramalan gue bener, kan?" Elvin duduk di hadapan Gina dengan senyum manisnya, diikuti oleh Fahmi yang duduk berhadapan dengan Kinan. Disusul Riski duduk di samping Fahmi.
Gina yang melihat Elvin tersenyum langsung tertegun. Dia kembali menunduk.
"Waaaw... calon pacar, bukan calon mangsa?" Riski bertanya dengan wajah lempengnya yang langsung di tatap tajam oleh Elvin.
"Calon mangsa?" Kinan mengernyit.
"Ah, si Riski mah emang gitu. Ngomongnya kek monyet jadi ngelantur," kata Elvin santai, cowok itu masih menatap Gina dengan tatapan yang sulit diartikan.
Sedangkan Fahmi terus memperhatikan sembari memberikan senyum manisnya pada Kinan. Kinan yang merasa diperhatikan merasa risi, lalu menatapnya tak suka.
"Apaan sih, Kak? Risi tahu!" mendapatkan Kinan yang seperti itu, Fahmi langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain. Galak bener, Batinnya.
"Kinan, kamu udah? Aku mau ke kelas." Gina berbisik pada Kinan, namun Elvin masih bisa mendengarnya.
"Kenapa mau ke kelas, hem?" tanya Elvin.
"Enggak, Kak." Gina menggeleng, dia menunduk menunggu Kinan.
"Maaf ya, Kak. Gue sama Gina ke kelas dulu." Pamit Kinan pada Elvin, lalu menarik tangan Gina dan melangkah pergi.
"Sama Elvin doang lo pamit?" Riski berteriak kencang, banyak yang langsung menatapnya. Menjadi pusat perhatian, Riski hanya cengengesan lalu memberi kiss bye dari tempatnya.
"Bodo!" teriak Kinan tak kalah kencang.
***