"Cantik juga si Gina," ucap orang itu—Ketos di sekolahnya yang tak lain adalah Reza. Dirinya tengah berbincang dengan Gilang—temannya.
"Kelas sepuluh yang pake jilbab?" tanya Gilang, pikirannya menerawang untuk mengingat nama tersebut.
"Iya, yang itu."
"Dia milik Gue!"
Mendengar suara itu sontak Reza dan Gilang menoleh ke belakang melihat Elvin yang berjalan santai ke arah mereka berdua.
"Gina udah gue klaim. Dia milik gue!" ucapnya dengan tegas seolah pernyataan yang tidak bisa dibantah.
Reza hanya menampilkan senyum smirknya mendengar itu. "Ck! Punya hak apa lo?"
Elvin yang ditanya seperti itu hanya menunjukkan seringainya. Dia tidak ingin untuk kedua kalinya, cewek yang dia sukainya di rebut oleh Ketos yang ada di hadapannya. Dia berdecih, lalu berucap tegas. "Belakang sekolah, waktu pulang!" kemudian pergi meninggalkan Reza dan Gilang.
***
Bel sekolah sudah berbunyi. Semua siswa-siswi mulai memasuki kelasnya masing-masing. Gina dan Kinan sedang duduk di kelasnya. Hari pertama sekolah sampai sekarang banyak yang menatapnya aneh termasuk teman kelasnya yang menatapnya dengan berbagai tatapan padanya sekarang, itu semua membuat Gina sedikit tidak nyaman.
Kinan yang melihat itu langsung menatap murid yang sekelas dengannya sinis. "Apaan sih, lo. Mata lo ngapain lihatin temen gue?"
"Mata-mata gue, lah. Gunanya mata kan buat lihat," kata Zahra yang bangkunya berada disisi Kinan.
"Lo yang ngapain, temenan sama ibu-ibu. Aneh lo," timpal Lily terkekeh membuat semua murid di kelas X Ipa 3 tertawa.
"What?! Kayaknya mata lo kena ta---"
"Kinan..." Gina menggeleng. "Biarin aja."
"Tapi, Gin, mereka tuh keterlaluan banget tahu, gak?" Kinan menatap satu per satu murid di kelasnya dengan tatapan sengit. Saat ingin membuka suara lagi, semua siswi-siswi di kelasnya berhamburan keluar kelas dengan tergesa-gesa.
"Eh, kenapa tuh?" Kinan menatap Gina dengan alis yang terangkat satu. Gina hanya menggeleng, dia juga tidak tahu kenapa semuanya terburu-buru untuk keluar.
Gina dan Kinan mulai keluar dari kelasnya karena penasaran. Mereka berdua tidak melihat hal yang menarik, pandangan di depannya hanya sang Ketos yang sedang bermain basket di lapangan.
"Anjir, anjir, ganteng banget!"
"Kak Rezaaaaa cool banget gays!"
"Gue mau jadi pacar lo, Kak."
"Kak Reza emang ganteng, tapi Kak Elvin lebih ganteng woy!"
"Anjay banyak bener cogan di sini."
"Berisik banget, dah." Kinan geleng-geleng melihat kelakuan teman kelasnya.
Gina dan Kinan memang mengakui kalau Ketos di sekolahnya tampan, tapi apa harus mereka seperti teman kelasnya yang teriak-teriak yang menurutnya lebay? Gina geleng-geleng kepala seperti Kinan, lalu menepuk bahu Kinan pelan. "Aku ke kelas duluan, ya?"
Kinan mengangguk menatap Gina sembari tersenyum. Dia memberi jempolnya lalu menatap lagi pada Reza yang membuatnya tertarik saat pertama kali melihatnya.
Sedangkan Gina langsung ke kelasnya dan duduk di bangkunya sendiri. Di kelas X Ipa 3 hanya ada Gina. Seharusnya sekarang sudah waktu pulang tapi dari tadi sama sekali belum ada Guru yang menyuruhnya untuk pulang. Sambil menunggu waktu pulang, Gina hanya duduk dengan tangan yang memegang novelnya sendirian.
"Hai." Sapa seseorang dari samping Gina.
Gina yang sedang membaca novel langsung menoleh. Dia langsung tercekat saat melihat orang itu tepat di sampingnya. Gadis itu menelan salivanya susah payah, refleks dia berdiri saat tubuh orang itu hampir berhimpitan dengan tubuhnya.
"K-kak Elvin?"
"Hem?"
"Kak Elvin ngapain ke sini?" Gina melihat sekitar di kelasnya; kosong. Sekarang hanya ada dirinya dan Elvin di kelas X Ipa 3. Kenapa bisa Kakak kelasnya itu masuk dengan gampangnya? Sedangkan di depan kelas dan di depan pintu kelas di penuhi siswa-siswi kelasnya.
"Gue kangen sama calon pacar gue." Elvin tersenyum pada Gina yang kini sedang berdiri di depannya. Tangannya dia masukkan ke dalam saku celananya lalu mengambil dua langkah ke depan. "Kenapa?" tanyanya saat melihat wajah Gina tegang. Perempuan itu langsung menunduk.
"Di sini Cuma ada aku sama Kak Elvin, berdua. Kak Elvin gak mau ke—"
"Emang nya kenapa kalo berdua?" potong Elvin membuat Gina menatapnya sekilas. Perempuan itu melihat ke arah di mana teman kelasnya ada di sana. "Aku gak mau timbul fitnah, Kak."
Elvin terkekeh sekaligus heran dengan pernyataan itu. Di saat semua wanita menginginkan posisi seperti yang saat ini didapatkan oleh Gina, perempuan itu malah tidak terlihat senang atau apa pun itu, malah yang Elvin lihat dia terlihat takut. "Cuma keadaan gini bisa timbul fitnah?"
"Intinya kalo seorang lelaki berduaan sama perempuan yang bukan mahram bisa timbul fitnah kan, Kak?"
Elvin mengangguk-angguk lalu menatap Gina dalam dengan bibir yang melengkung ke atas. "Lo ngode sama gue?"
Gina mengernyit. "Maksudnya?"
Elvin mengangkat kedua bahunya begitu Gina menanyakan maksud dari ucapannya. "Pulang sekolah sama siapa?" tanyanya mengalihkan pembicaraan.
Gina menatap Elvin dengan bibir yang masih diam. Dia belum menjawab pertanyaan Kakak kelasnya itu. Perempuan itu tidak pernah berada di situasi seperti ini. Dia tidak pernah berbasa-basi dengan lawan jenis. Bahkan dia tidak pernah berinteraksi se-lama ini dengan lelaki, kecuali jika memang penting.
Dulu Gina selalu bisa menghindari jika ada seorang lelaki yang mendekatinya, tapi kenapa dengan Elvin sangat susah. Apalagi kini Kakak kelasnya itu berada tiga langkah di depannya. Gina tidak bisa mundur karena tepat di belakangnya terdapat dinding kelas yang membuat perempuan itu diam tidak bisa berkutik sama sekali.
"Gue tanya. Lo pulang sama siapa?" tanya Elvin lagi.
"Se-sendiri, Kak," balas Gina gugup. Dia terheran, kenapa bisa segugup ini saat menjawab pertanyaan lelaki yang ada di hadapannya.
"Bagus." Elvin tersenyum lalu dengan lancangnya tangannya mengusap kepala Gina yang terhalangi oleh jilbab membuat Gina melotot kaget. "Kak!"
"Hem?" gumam Elvin saat menarik tangannya kembali.
Gina menunduk. Jantungnya berdegup cepat saat Elvin mengusap kepalanya. Dia mengelak bukan karena senang, tapi dia tahu ini dosa. Beberapa kali hatinya terus ber-istigfar, dia tidak tahu harus berbuat apa. Tubuhnya tiba-tiba mematung tidak bisa pergi dari sini dan dia bingung dengan reaksi tubuhnya yang hanya diam saja.
Elvin menyejajarkan mukanya dengan Gina sedikit menunduk. Dia tersenyum manis membuat Gina menelan salivanya gugup lalu menunduk menghindari tatapan Elvin. "Cantik." Bisiknya.
Elvin terkekeh melihat Gina yang hanya menunduk saja. "Gue pamit. Jangan kangen," kata Elvin mulai melangkah keluar kelas, namun terhenti saat berada di pintu kelas, "calon pacar."
Kinan yang berada di luar kelas langsung bingung dengan kepergian Kakak kelasnya dari kelas X Ipa 3, apalagi Elvin terlihat senyum-senyum namun saat teman kelasnya menyoraki kehadiran Elvin, pria itu mengubah wajah senyumnya menjadi datar.
Dia melihat ke dalam kelas lalu melangkah masuk saat melihat Gina berdiri dengan wajah yang terlihat tegang.
"Lo kenapa, Gin?" tanya Kinan begitu dirinya berdiri disisi Gina.
Gina mengerjap. Dia menatap temannya lalu tersenyum canggung saat Kinan menatapnya penuh menyelidik. "Enggak."
Kinan masih tidak percaya, dia menatap dalam temannya. "Lo di apain sama tuh Kakel?"
"Hah? Enggak kok. Serius." Gina mengangguk mantap berusaha membuat temannya percaya. "Kamu bukannya lagi nonton basket?"
"Gak seru, ah. Ada Kak Dinda," ucap Kinan memelas. Kini dia tidak bertanya lagi karena Gina yang sudah mengalihkan pembicaraan.
"Kak Dinda?"
"Iya, Kak Dinda. Katanya sih, dia pacarnya Kak Reza."
Gina terkekeh saat melihat wajah murung temannya. "Kamu suka sama Kak Reza?"
Kinan langsung gelagapan. Dia menggelengkan kepalanya ke kanan dan ke kiri beberapa kali. "Yaaa... Enggak, lah." Lalu perempuan itu menatap ke luar kelas. "Eh kayaknya udah pulang, deh. Yuk."
"Tapi kan belum di suruh pulang," ujar Gina.
"Enggak apa-apalah. Gak ada guru juga dari tadi." Kinan menaikkan kedua bahunya tidak peduli.
***