****
WUSHHH!!!
Sekejap mata pria itu datang berlari menuju Arif dan Nana, ia memegang kepala Arif dan Nana. Dan saat itu juga, Arif melihat sebuah gambaran.
Sosok manusia dengan iblis yang memiliki hubungan, sebuah perjanjian yang mengikat untuk mendapat sesuatu.
"Yang sudah di beri, harus membalas Budi" ucap iblis tersebut.
"Arif"
"Arif!!"
"Rif!"
Gambaran tersebut mendadak menghilang saat Arif mendengar namanya di panggil. Ia kini sadar, tapi kondisinya malah kembali ke awal saat Arif dan Nana sedang mengobrol di tangga.
"Rif! Malah bengong sih lo" ucap Nana menyadarkan Arif dari lamunan.
Arif menggelengkan kepalanya untuk memastikan dirinya sudah sadar. "Loh, ngapain kita di sini?" Tanya Arif bingung.
"Hmmm" deham Nana lalu...plakkk!!! "Sadar lo sekarang?!" Nana menampar pelan pipi Arif.
"Oke, udah sadar" Arif menghela napasnya, pipinya terasa perih sedikit.
"Terus mau apa dia sendirian di atas?"
"Siapa?" Arif bingung.
"Wardi lah! Dia ke kamar kakak lo sendirian"
Arif mengedikan pundaknya. "Lagi exorcism kali"
"Pengusiran setan?"
"I...iya" Arif mulai merasakan keanehan dengan percakapan barusan, seperti sudah pernah ia lakukan sebelumnya.
Arif merasa dejavu, ia mencoba mengingat ngingat kembali apa yang akan terjadi setelah ini. Jika dugaannya benar, setelah ini dia akan bertemu dengan sosok yang mengerikan.
Perlahan, Arif menengok ke arah pintu yang menuju rubanah. Pintu tersebut ternyata sudah terbuka sejak tadi, lantas Arif segera berjalan menuju pintu itu.
"Eh Rif, mau kemana lo?" Tanya Nana melihat Arif jalan begitu saja, tapi dari wajahnya sangat tergambar jelas kekhawatiran.
Arif terus saja berjalan menuju pintu rubanah, ia mencoba melihat ke arah tangga menuju rubanah. Dengan cahaya yang minim, Arif melihat kepala hitam dengan tatapan mata tajam menatap Arif dari bawah.
Napas Arif mulai tak karuan, detak jantungnya berdetak kencang membuatnya sesak.
"Arif, ayo ke atas" itu suara Wardi, ia kembali turun dan memanggil Arif serta Nana untuk segera ke kamar Gema.
Niat Arif untuk melihat sosok pria hitam itu pun terhenti, ia dan Nana segera mengikutinya ke kamar Gema.
"Iya"
****
Arif mengikuti Wardi dari belakang, setibanya mereka di depan kamar Gema, Wardi berhenti dan menyuruh Arif untuk masuk lebih dulu. Sedangkan Wardi dan Nana menyusul di belakang Arif.
Arif membuka pintu kamar Gema, di hadapannya ia melihat punggung seseorang, seperti punggung orang yang ia lihat di rubanah. Arif pun berjalan menghampirinya.
Orang itu perlahan menengok dan menyadari kehadiran Arif.
"Terlalu lama" Ucap Gema untuk sekian lamanya.
"Kak Gema bisa bicara?" Arif merasa senang sekaligus kaget melihat kakaknya sudah sembuh. Ia segera berjalan menuju Gema untuk memastikannya.
Gema menganggukkan kepalanya. "Temen lo bukan orang biasa" lirik Gema pada Wardi.
"Saya cuma mau tolong" sahut Wardi.
Di sisi lain Nana merasa kagum dan senang melihat kesembuhan Gema yang mendadak. Gema kembali duduk di kasurnya, ia masih terlihat lemah.
"Kak, kenapa lo bisa kaya gini sih?" Tanya Arif yang sudah sangat penasaran.
Gema merasa berat untuk bercerita. "Mungkin ini salah gue juga karna nggak pernah ngasih tau lo selama ini"
"Gue tau kak"
"Tapi nggak semuanya kan?"
"Iya"
Gema melirik Wardi dan Nana yang berdiri menatap mereka.
"Oh iya maaf, ini urusan keluarga, kita nggak seharusnya di sini ya" pikir Nana.
"Nggak apa-apa, kalin udah jauh terlibat jadi kayanya kalian perlu tau juga kenapa semua ini bisa terjadi"
"Kalo gitu, apa kak?" Tanya Arif serius.
Gema mengambil air minum yang ada di dekat kasurnya, ia menarik napas panjang sebelum mulai bercerita.
"21 tahun yang lalu, lo lahir Arif, saat itu ibu kehilangan banyak banget darah, dokter bilang kalau ibu mungkin akan kehilangan nyawanya setelah ngelahirin lo"
"Kondisi lo juga lemah saat itu, kemungkinan lo hidup sedikit. Saat itu, bapak stress karna nggak bisa ngelakuin apa apa selain ngerelain kalian berdua" jelas Gema.
"Gue tau kalo soal itu kak" potong Arif.
"Gue belom selesai" ujar Gema, lalu ia melanjutkan ceritanya.
"Teman bapak yang satu perkumpulan samanya ngasih saran, dia tau tempat tabib yang bisa nyembuhin ibu dan lo"
"Tapi ternyata itu bukan tabib, tapi setan. Bapak buat perjanjian dengan mereka buat bisa bikin lo dan ibu sembuh. Tapi syaratnya, bapak harus korbanin dirinya untuk jadi hamba setan itu di neraka"
Arif terus mengerutkan keningnya tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. "Tapi kenapa kita di teror? Lo bahkan hampir mati kak"
Gema tersenyum. "Setan itu sumber keburukan dan penipu. Setelah kalian sembuh, dia ingin lebih dari pada seorang pengikut"
"Maksudnya?" Bingung Arif.
"Dia ingin jiwa kalian semua untuk dibawa ke neraka" sambung Wardi. Ia mengerti dengan percakapan ini.
Tubuh Arif mendadak lemas, ia bahkan sulit berdiri sampai harus bersandar ke dinding di dekatnya. "Lalu, kita harus apa?"
"Cuma ada satu cara"
"Apa?"
"Memutuskan ikatannya"
Ucapan itu, sesuai dengan yang Joe pernah katakan pada Arif sebelumnya dirinya mati.
"Gimana caranya?"
"Sayangnya gue nggak tau caranya" sesal Gema. "Tapi mungkin ibu tau, lusa kita harus ketemu sama dia"
"Ibu? Tapi dia lagi sakit"
"Gue tau, tapi semakin lama bakal semakin buruk keadaannya"
Yang diucapkan Gema ada benarnya, Arif pun setuju dengan ajakin Gema. "Oke, lusa kita ketemu ibu"
"Sepertinya urusan saya sudah selesai" ucap Wardi, ia ingin pamit untuk pulang.
"Sekali lagi terima kasih Wardi, saya nggak tau gimana cara balas kebaikan kamu" ungkap Arif tulus.
"Kalo gitu saya pamit pulang"
"Gue juga deh kalo gitu Rif mau pulang juga" sambung Nana berpamitan.
"Yaudah, ayo ke depan" ajak Arif. "Kak gue anter mereka dulu ya ke depan, lo istirahat aja di sini"
"Iya"
"Kak Gema, aku pulang dulu ya" pamit Nana.
"Iya Na, makasih ya udah mau jenguk dan temenin Arif"
Nana dan Wardi berjalan lebih dulu menuju pintu keluar. Sedangkan Arif akan menyusul. "Oh iya kak, soal bang Joe"
"Gue tau itu akan terjadi"
"Udah tau? Gimana lo bisa tau?"
"Hampir setengah jiwa gue terperangkap di alam yang berbeda, bersamaan saat itu juga Joe ada di sana"
Arif menelan ludahnya perlahan, sulit di percaya kakaknya dapat melewati itu semua. "Hari pertama lo masuk rumah sakit, itu hari terakhir juga gue ketemu bang Joe, dan saat itu gue rasa bukan bang Joe yang gue kenal"
"Iya, saat itu iblis dan Joe yang asli udah bertukar tempat"
Sekarang semua pertanyaan Arif terjawab, kejadian saat itu ternyata bukanlah sebuah mimpi tapi benar benar kenyataan.
"Joe sekarang udah mati, tapi kenapa ya?" Hanya itu pertanyaan Arif saat ini.
"Gue juga nggak paham Rif"
Arif merasa aneh jika Kak Gema tidak tau apa apa tentang Joe, padahal mereka sangat dekat dan bahkan Joe tau apa yang sedang terjadi dengan Gema saat ia koma.
"Sana anter temen temen lo, udah nunggu lama mereka" ujar Gema mengingatkan.
"Gue ke bawah dulu kak" ucap Arif lalu pergi menemui Nana dan Wardi yang sudah menunggunya di bawah.
Hubungan Arif dan Gema memang cukup rumit, tapi dibanding terakhir kali mereka bicara, Gema yang sekarang sedikit lebih aneh. Lebih ramah.
****
Arif menemukan Nana dan Wardi sedang berbincang di teras rumahnya. Lalu ia pun segera menghampiri mereka berdua.
"Saya antar ya pulangnya" Arif menawarkan pada Wardi.
"Nggak usah, saya bisa pulang sendiri"
"Anggep aja ini ucapan terima kasih saya, saya anterin ya"
"Nggak usah, saya pulang duluan kalo gitu, permisi" pamit Wardi lalu berjalan pulang.
"Hati-hati"
Arif tidak bisa memaksa Wardi, pria itu sangat misterius dan baik. Yang penting dia bisa membantu Arif menyembuhkan Gema.
"Kakak lo udah baik baik aja sekarang" ungkap Nana senang.
"Iya, semuanya kembali normal"
"Meski belum semuanya ya"
Arif tersenyum perih mendengar kenyataan pahit itu.
"Ngomong ngomong si Wardi itu apain kakak lo ya sampe bisa sembuh gitu?"
"Nggak ngerti, tapi yang jelas dia berhasil"
Nana setuju kali ini dengan ucapan Arif, setidaknya Arif bisa sedikit lega dengan kejadian hari ini.
"Lo bawa mobil Na?" Tanya Arif.
"Iya, bokap gue lagi libur jadi gue pinjem aja mobilnya" ucap Nana. "Tapi dimana ya kuncinya gue lupa naro"
"Di tas lo kali, lo tuh suka gitu, sembarangan naronya terus cepet lupa lagi"
"Iya kali ya" Nana pun mencoba mengorek ngorek tasnya untuk mencari kunci mobil miliknya.
Arif terus saja memperhatikan Nana yang sibuk mencari kunci mobilnya. Secara bersamaan pun Arif melirik kaki Nana, ia melihat sebuah jari hitam memegang erat kaki Nana, kuku hitam yang panjang pun seperti sedang mencoba mencabik cabik kaki Nana.
Arif terkejut melihat jari tangan itu, entah ini hanya halusinasi atau bukan. Perlahan jari tangan itu melepas pegangannya dan menghilang di balik kaki Nana.
"Ketemu nih kunci gue" ucap Nana sambil mengangkat kunci mobilnya.
Arif masih terus menatap kaki Nana, mencari keberadaan jari jari hitam tersebut.
"Mau gue tendang! Jangan liatin kaki gue!" Peringat Nana.
"Eh sorry, bukan itu maksudnya"
"Udah ah gue mau balik" pamit Nana lalu berjalan menuju mobilnya.
Arif mengikuti Nana sampai ia masuk ke dalam mobilnya. "Na tadi gue nggak ada maksud apa apa loh, tadi tuh gue liat ada sesuatu di kaki lo"
"Parah banget sih Rif, lo tuh udah punya tunangan masa ngeliatin cewek lain sih"
"Nggak ada hubungannya Na, tapi gue rasa ada sesuatu yang aneh aja"
"Ah udah, gue mau balik" Nana lalu menyalakan mesin mobilnya dan pulang.
"Hati hati Na"
Arif melambaikan tangannya sembari terus memperhatikan Nana pergi. Sesaat mobil Nana semakin menjauh, ia melihat kembali tangan hitam itu berada di jok belakang mobil Nana.
Tapi kali ini tangan tangan hitam itu membentuk sesuatu, sosok makhluk hitam bertanduk sedang duduk di kursi belakang mobil Nana.
Arif merasakan ada sesuatu yang tidak beres, lalu Arif memutuskan untuk mengikuti Nana. Ia kembali ke dalam rumah memberitahu Gema kalau dirinya akan pergi sebentar, Arif mengambil motornya di garasi terus mengikuti Nana dari belakang.
****
Arif kehilangan jejak Nana, jalan yang biasanya Nana lalui untuk pulang ternyata tidak ia lalui. Mungkin dia lewat jalan yang lain dan Arif terus mencoba mencarinya.
Saat Arif melewati sebuah jalan besar, ia melihat sosok hitam itu kembali berdiri di pinggir jalan.
Tubuh seperti rusa tetapi memiliki tangan di mulutnya, matanya sangat putih dan kosong. Arif merinding melihat makhluk itu ada di sana, tapi ia masih bisa bersyukur karena melihat sekilas karena Arif sedang berada di motornya.
Setelah ia melewati makhluk itu, Arif melihat banyak kerumunan orang di depan. Karena penasaran Arif memperlambat laju motornya untuk melihat ada kejadian apa.
Betapa terkejutnya Arif melihat mobil Nana sudah terbalik di pinggir jalan, dengan cepat Arif turun dari motornya dan berlari menghampiri mobil Nana.
"NANA!"
Arif menemukan Nana sudah tergeletak di dalam mobilnya, dengan posisi terbalik karena tubuhnya tersangkut sitbelt miliknya.
"Na lo kenapa?"
Rahangnya terlihat patah, ia mengeluarkan banyak sekali darah dari mulutnya. Dengan wajah dan rahangnya yang hancur Nana mencoba untuk bicara.
"To..tolongg" ucap Nana terbata bata dan tak jelas.
Tangan Nana ia julurkan agar bisa meraih Arif, tapi tubuh Arif melemas melihat Nana yang sekarat. Mata Arif perlahan melirik ke balik pohon di belakang mobil Nana.
Ternyata makhluk itu sudah ada di sana menatap Arif dari jauh, ia memegang sebuah tangan lalu memakannya dengan lahap.
CRTTT!!!
Banyak darah menyemprot ke wajah Arif, ia melirik Nana kembali. Dan sekarang Nana sudah mati di sana, terlihat tangannya hilang sebelah karena sudah di ambil oleh makhluk itu.
"Arghhhhhhh!!!!"
****
"Ketemu nih kunci gue" ucap Nana sambil mengangkat kunci mobilnya.
Arif tersadarkan kembali, ia merasa aneh dengan situasinya yang sekarang.
"Mau gue tendang! Jangan liatin kaki gue!" Peringat Nana.
"Eh sorry, bukan itu maksudnya...."
Untuk kedua kalinya Arif merasakan hal seperti ini, ia merasa pernah melakukan ini sebelumnya.
"Udah ah gue mau balik" pamit Nana lalu berjalan menuju mobilnya.
"Gue ikut!" Pinta Arif.
"Ngapain?" Bingung Nana, sikap Arif menjadi aneh.
"Gu...gue mau ke rusun lama gue, ada barang yang ketinggalan, nggak jauh juga kan dari rumah lo" Arif terpaksa berbohong.
"Kak Gema gimana?"
"Lima tahun dia tinggal di rumah ini sendirian, nggak masalah kalo gue tinggal sebentar"
"Yaudah ayo"
Nana dan Arif berjalan menuju mobil, dan selama jalan itu Arif terus berpikir tentang penglihatan dia yang barusan.
"Kenapa sih lo? Aneh banget tiba-tiba gini" heran Nana.
"Nggak apa-apa, cuma...mau mastiin sesuatu aja"
"Apa?"
"Nanti gue ceritain" Arif masuk ke dalam mobil Nana, begitu pun Nana. "Lewat jalan biasa aja, jangan lewat jalan yang lain"
"Kenapa deh lo?"
"Jalan yang lain macet, jadi lewat jalan biasa aja"
"O...ke" Nana terus dibuat bingung dengan sikap Arif tapi ia tetap saja menuruti apa yang Arif ucapkan dan menjalankan mobilnya.
Jika itu bukan hanya khayalan, pasti setelah ini akan terjadi hal yang mengerikan! Ungkap Arif dalam hati.
****