Dalam sebuah rasa yang tak pernah padam akan waktunya. Menatap semesta yang tak lagi berpihak ke kita. Rasa itu muncul bagaikan bara api. Namun sayangnya semua hanya sebatas hubungan biasa.
Air matanya terus mengalir bagaikan derasnya arus sungai. Tatapan matanya sangat nanar sekali ketika semua berjalan dalam sebuah takdir yang tidak diinginkan. "Kenapa Allah tidak pernah adil kepadaku?" protes Alina meratapi sebuah nasib. Ia pun terisak dalam sebuah tangis ketika sebuah kenyataan pahit dalam hidupnya. "Aku bukan anak papa dan mama? Tapi kenapa mereka.... "
Alina benar-benar tidak sengaja mendengar pembicaraan sepasang suami istri yang sudah dia anggap sebagai orang tuanya sendiri. Dia benar tidak menyangka bahwa ibu kandungnya telah lama meninggal sedangkan ayahnya adalah omnya. Beberapa kali ia menyeka air matanya. Ia berusaha menyembunyikan dari mereka.