Sepulang dari Semarang. Haslan merasa sangat lega dengan kondisi Lara yang sudah membaik. Ia juga memikirkan pendonor kornea mata untuk Lara.
Haslan pun duduk di balkon kamarnya sambil mengerutkan keningnya. Ia pun mulai menyalakan sebatang rokok dengan korek api elektrik lalu ia pun menyesapnya.
"Bagaimana caranya aku bisa membantu Lara? Sungguh aku nggak pernah tega apabila dia harus hidup tanpa mata," gumam Haslan sambil menyesap seputung rokok lalu mengepulkan asapnya mengudara.
Suasana langit sore begitu cerah.
"Ehem!" suara deheman Neta seakan membuyarkan sebuah lamunan. Ia melihat sebuah binar mata di raut wajah Neta. Ia merasa kalau ada sesuatu yang ingin Neta sampaikan kepadanya.
Neta pun membawakan secangkir kopi Arabicca yang disajikan di atas piring kecil atau lepek. Ia pun menyerahkan ke Haslan.
"Tumben?" Haslan menaikan salah satu alisnya dengan penuh penasaran atas sikap Neta yang sangat mencurigakan.
Neta pun hanya diam sambil tersenyum.