"Bila pun hanya perasaran tolong, jangan buatku kembali dalam luka."
___
Ku berjalan menuju ke kontrakan, ku berdoa agar dia tidak mengikutiku. Sumpah, aku nggak ingin sama sekali bertemu dengan dia.
Ku percepat langkah kakiku, sungguh ku hanya berharap bila dia tidak mengikutiku.
Ku tengok ke belakang, jalanan menuju kontrakan begitu sepi. Hanya suara angin yang menyapa kala itu. Semburat kenangan masa lalu tentang kisahku dan dia berakhir dalam sebuah goresan luka yang menjalar hingga ke uluh hati.
"Enggak, aku harus bisa move on dari dia!" jeritan hatiku mulai merambat hingga, hanya air mata yang menetes perlahan, meskipun ku coba menahan sekuat tenaga.
"Well, Lara. Namamu bukan kutukan, tapi ini cara Allah buat mengujimu."
Mataku terasa sangat sayup-sayup. Hatiku terasa teriris, bak potongan sayuran. Cincangan daging.
Retak, bisa dibilang seperti itu. Tidak utuh kembali.
"Bisakah kesempatan itu ada untukku," suara samar-samar dari sebuah ujung.
"Lara..."
Ku menengok ke belakang mendapati sosok lelaki masa laluku.
"Lara, sungguh aku masih,-"
"Masih? apa kau masih ingin membuatku merasa patah hati berulang kali?" tanyaku sedikit menekan setiap kata dalam kalimat.
Lelaki itu hanya diam, ia mencoba mendekatkan langkahnya.
"STOPPP!"
"Awas! Jangan mendekat!"
"Kalau kau mendekat,-"
Lelaki itu malah melangkahkan kedua kakinya ke arahku, lalu aku pun berlari sekuat tenaga. Karena, aku belum sanggup untuk bertemu kembali.
Langkah kakiku telah sampai di kontrakan di Pemukiman elit alias ekonomi sulit. Ku raih gangang pintu kontrakan, namun sebuah tangan besar menarikku, lalu dua mata kami saling bertemu.
"Ini tidak benar, aku membencimu!" desisku dengan menatap penuh kebencian dan amarah.
"Aku tahu, apa yang ku lakukan salah, tapi cintaku tetap untukmu, Lara."
Ku berusaha mendorong dia, karena aku tidak mau terluka ke sekian kalinya. Air mataku mulai merambat ke pipi. Hatiku mulai menguap seperti asap pada cerobong kereta api.
"Lara, aku mencintaimu."
Ku berusaha menyeka air mataku yang makin deras," Haslan, aku tidak pernah mencintaimu sama sekali."
Dia mulai menarik pergelangan tangan kananku, lalu aku meringis kesakitan.
"Lepaskan aku Haslan!"
Haslan makin mencengkeram dan menariku hingga memojokkanku di sebuah sudut kontrakan. Lalu, aku menendang pada bagian bawahnya, agar aku bisa melarikan diri darinya.
Ku berlari sekuat tenaga, napasku hampir habis. Lalu, ku menabrak sebuah bidang cukup kokoh. Dan, aku mendongak ke atas.
"KAMU?!" ucap kami serempak.
Lelaki tampan yang bertubuh tinggi besar.
"Tolong!"
Lelaki itu menatapku, tapi aku yakin kalau dia bukan penjahat atau semacamnya.
"Baiklah, aku akan menolongmu," ucap lelaki itu.
Haslan masih mengejarnya, sedangkan Lara bersembunyi bersama dengan lelaki itu.
"Haslan, kamu malah ninggalin aku!" omel Kara sambil menikmati jagung bakar di sebuah taman.
Kara pun mencoba menghubungi ponsel Haslan, tapi beberapa kali malah direject. Ia mulai mengerucutkan bibirnya sambil mencicit.
"Baru aja bisa mesra ama kamu, eh kabur mulu!"
Kara tidak tahu ke mana Haslan pergi, ia merasa kesal sekali. Jam menunjukkan pukul 22.00, tapi tetap saja lelaki itu tidak kunjung datang.
"Awas aja kamu Haslan, nanti aku bilangkan ke Om Fadli!" ancaman kecil dari Kara.
Kara merasa kakinya pegal sudah berjam-jam menunggu Haslan.
"Haslan, kamu di mana sich?" desis Kara, ia merasa menyerah menunggu lelaki itu yang tidak kunjung datang.
----
"SHIIITTT!" umpat Haslan yang kehilangan jejak Lara, ia merasa sudah pusing mencari perempuan yang selama ini ia rindukan.
Haslan mengepalkan kedua tangannya, ia mulai mengacak rambutnya sendiri. Hembusan napas kasarnya membabi buta.
"LARAAA!" teriak Haslan di sebuah kesunyian malam, ia sudah mencari ke berbagai sudut, tapi tidak menemukannya.
Haslan frustasi. Lalu, ia kembali menuju taman.
"ASTAGA! KARA!"
Haslan baru ingat meninggalkan Kara di pedagang jagung bakar.
---
Lara mulai bisa mengelus dada dengan lega, ia akhirnya bisa lari dari kenyataan bertemu dengan mantan kekasihnya.
"Ehem."
Lara pun menengok.
"Udah aman kamu."
"Thanks," ucap Lara yang sudah diselamatkan dari kejaran Haslan.
"Ok, sama-sama."
Lara pun melangkahkan kedua kakinya.
"Lebih baik aku kembali ke kontrakan."
Lara pun merasa merinding berjalan di sebuah lorong sudut. Ia lupa kalau hari ini adalah kamis malam jum'at tempat berbagai makhluk astral sedang meeting atau meet up.
"Woles Lara," batin Lara, ia merasa setengah mati bulu kuduk hampir berdiri.
Suara angin malam berhembus, ia pun merapal sholawat dan ayat kursi. Ia pun tidak menengok ke belakang. Hingga akhirnya ia dihadang oleh pemuda preman.
"Cantik!" goda beberapa pemuda yang mengelilingi Lara.
"Pergi!" teriak Lara sambil berjongkok.
BAM BAM BAM
Seorang lelaki mulai menghajar pemuda-pemuda berandal yang mau berbuat jahat terhadap Lara.
"Mbak, kamu sudah aman," ucapnya.
Lara pun menangis sambil memeluk kedua lututnya. Ia merasakan ketakutan setengah mati. Ia bahkan merasa mengingat kakak tirinya yang hampir menodainya.
Lelaki itu ikut mengulurkan tangan kanannya, ia seolah ingin berbuat baik kepada Lara.
Isak tangis Lara mulai redam, ia mendongak ke atas.
"Ya Allah dia benar-benar malaikat tanpa sayap yang selalu menolongku," ucap Lara dalam hati kecilnya.
Lara pun meraih tangan kanan lelaki itu, ia mulai berdiri.
"Terima kasih," ucap Lara seraya menyeka air matanya.
"Apa boleh aku mengantarmu?"
Lara pun mengangguk, ia merasa kalau lebih baik diantar daripada ia harus bertemu pemuda-pemuda berandalan.
Mereka berjalan beriringan. Lelaki itu hanya diam sambil mengikuti petunjuk dari Lara.
"Ya Allah terima kasih engkau telah mempertemukanku dengan orang baik," ucap Lara dalam hati kecilnya.
Lara merasa tenang, karena berada di dekat pria yang menolongnya.
---
Haslan sedikit kecewa, karena ia belum bisa meyakinkan Lara untuk kembali dan memaafkannya.
"SIAL!"
Haslan pun menendang sebuah kaleng minuman dengan kakinya.
"AUWWW!"
Seorang wanita bertubuh besar dengan lemak-lemak menoleh ke Haslan.
"Sialan! mampus!"
Haslan pun berlari cepat, ia takut dengan wanita bertubuh super besar.
---
Kara masih saja ngedumel, ia pusing mencari Haslan yang hilang tanpa permisi. Ia menyerah dan berdiri di sebelah mobil Haslan.
"Kara, ayo cepat masuk," ucap Haslan terbata-bata akibat merathon dadakan di kejar oleh wanita itu.
Kara pun masuk ke dalam mobil Haslan.
"Haslan, ada apa sich?"
"Nggak usah bawel, kalau nanya nanti aja. Kita harus secepatnya pergi."
Haslan mulai menyalakan mesin mobilnya, lalu ia mulai mengegas pol mobilnya, agar wanita itu tidak bisa mengejar dirinya.
"Haslan, kamu ke mana aja?"
"Ih, nyebelin. Ditanya malah diem aja."
"Sebel dech aku sama kamu Haslan!"
Kara melipat kedua tangannya di atas dada. Ia merasa kesal dengan Haslan. Bibirnya mulai manyun.
---