Tangisan Neta begitu sangat hebat. Ia terisak-isak menelan sebuah kenyataan bahwa kebahagiaannya hanya dalam sebuah batas. Dunianya seakan runtuh ketika mengingat kisah lalu yang tak mampu terkikis akan waktu. "Kenapa harus aku yang merasakan pedihnya rasa cinta? Apakah aku sanggup menjalani takdirku?" pikirnya dalam sebuah tanda tanya yang selalu melayang - layang. "Apa ini bagian dari sebuah karma atas masa laluku?"
TOK! TOK! TOK! suara ketukan pintu berulang kali.
"Neta?"
Neta pun menoleh kalau itu adalah Haslan. Dia datang untuk menjemputnya. Awalnya ia mengira kalau sosok Haslan hanya sebuah ilusi saja.
"Mas Haslan?" Neta pun beranjak lalu menghampiri Haslan. Ia mulai meraba wajah Haslan yang dipenuhi bulu-bulu halus. Lalu ia pun memeluknya dengan penuh kerinduan mendalam. "Ku mohon kamu jangan pergi," ucapnya dalam pelukan dada bidang Haslan.
"Aku nggak akan pernah pergi, Net. Aku akan selalu ada untukmu," kecupan singkat di ujung kepala Neta.
*