"Sebenarnya ... aku ada masalah." Vika memainkan jarinya pada bangku kayu tempat Sandi tadi duduk. Hangat tubuh cowok itu masih terasa.
"Kenapa?" Fabian menenggak minuman dingin yang ia ambil dari show case warung sebelah.
"Tadi pagi ... ada yang melakukan perundungan terhadapku," ujarnya lirih. Fabian nyaris tersedak. Ia melotot.
"Kok bisa? Bukannya kamu yang biasa mem-bully orang?" Fabian terkejut bukan main.
Vika mendengkus kesal. Ia sudah menduga reaksi sepupunya akan seperti itu. Namun ia sudah berniat menceritakan semua, kecuali kekhawatirannya tentang perobek mulut, tentu.
"Namanya Resti, dia salah paham. Kemarin lalu, aku sedang latihan drama dengan Jesika lalu merekamnya untuk seru-seruan. Tapi si Resti menyangka aku melakukan pem-bully-an terhadap Jesika."
"Sudah kamu jelaskan? Si Jesika juga nggak ngomong ke Resti? Memang dia siapanya?"
"Saudaranya. Entah, Jesika nggak bisa dihubungi, aku belum sempat menjelaskan, dia sudah menyiramku dengan cairan busuk," geramnya.