Chereads / Cerpen / Short Story / Chapter 3 - Pelangi di tengah hujan

Chapter 3 - Pelangi di tengah hujan

Suara ambulans cukup memekik di telingaku saat aku berlarian dari mobilku yang terparkir sembarangan di depan rumah sakit. Dengan segera aku pergi ke ruang kerja untuk mengambil jas dan bergegas menghampiri Dokter Yin yang menelponku beberapa saat lalu.

Dia menjelaskan keadaan pasien sembari kami berjalan cepat menuju ruang inap. Sebelum masuk, aku berhenti sebentar di depan pintu masuk untuk menarik nafas dalam. Hal itu biasanya ku lakukan ketika aku harus mengatakan sebuah keadaan yang tidak baik bahkan kabar buruk pada pasien.

"Selamat malam Dokter Mint." Sapa laki - laki yang duduk disebelah ranjang pasien. Aku masih mencoba mengatur raut wajahku dan memberikan senyuman setenang mungkin untuknya. Pria itu sedang menemani istirnya yang terbaring lemah dengan wajah shock. Dia baru saja mengalami pendarahan pada kandungannya.

"Dokter, apakah pendarahannya berbahaya?" Tanya sang suami yang membuat pasien wanita ikut menoleh ke arahku.

"Mr. Lim, setelah pendarahan yang terjadi kami sudah sempat memeriksa kondisi istri dan bayi anda." Suaraku tercekat saat merasakan perih melanda dadaku akibat mengetahui hal apa yang akan aku katakan selanjutnya pada mereka.

"Setelah kami memeriksa kembali, kami tidak dapat menemukan keberadaan bayi."

Suasana berubah hening sejenak, bahkan pasien rawat inap lain yang berada dalam satu ruangan juga menjadi diam dan menatap ke arah kami.

"Dokter, apa maksudnya anda tidak dapat menemukan keberadaan bayi kami?" Sang suami sudah mulai emosional saat mengucapkannya.

"Benar, kami tidak dapat menemukan keberadaan bayi setelah terjadinya pendarahan tersebut." Aku menahan diri untuk tidak menyebut kata yang menyakitkan itu.

"Apa maksud dokter saya keguguran? " Pasien wanita itu bertanya padaku dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

"Kami sangat menyesal." Lanjutku dengan membungkukkan badan di depan kedua orang tersebut diikuti oleh Dokter Yin yang berada di sampingku, tanpa ku izinkan untuk mengatakan sepatah katapun.

"Istriku... tidak apa-apa. Itu bukan salahmu. Kau tidak sengaja terjatuh karena terpeleset, tidak apa....." ucapan sang suami terhenti saat sang istri mulai menangis cukup keras.

Terdengar sangat pilu, hal yang juga menyakitkan bagi seorang dokter kandungan sepertiku. Sang istri tentu saja sangat terpukul dengan hal ini, aku masih ingat dengan wajahnya yang selalu tersenyum senang setelah datang padaku saat jadwal periksa bulanan. Sang suami memeuk tubuh istrinya, dia masih mencoba menenangkannya.

"Istriku. Dengarkan aku..."

"Ini adalah salahku yang tidak menjagamu dengan baik. Aku tidak menyalahkanmu." Sang istri mencoba untuk menahan tangisannya.

"Aku benar-benar minta maaf, bahwa kita kehilangan bayi kita. Tapi aku tidak mau kehilanganmu juga. Jadi aku mohon jangan menyalahkan dirimu. Tuhan sudah mengaturnya kita percaya itu kan?"

Sang istri mengangguk dan memeluk kembali suaminya. Aku juga mulai mendengar tangisan dari dua pasien lainnya di ruangan yang sama. Mereka seperti berbagi kesedihan yang sedang menerpa kedua pasangan tersebut.

Seorang pria yang menunggu pasien di ranjang sebelahnya memberikan dua botol air minum dan satu kotak tisu untuk mereka.

"Kalau begitu, kami permisi dahulu." Aku membungkukkan badan sekali lagi di hadapan mereka lalu berjalan keluar ruangan.

"Ibu, apa itu yang dinamakan cinta sejati?" Tanya seorang anak perempuan. Dia sedang menemani ibunya yang akan segera melahirkan adik laki-laki untuknya. Pertanyaannya membuat langkahku terhenti lalu menatapnya.

"Kau benar. Begitulah cinta tulus yang paman itu berikan pada istrinya. Saat kita mencintai seseorang dengan tulus, kita tidak ingin kehilangan seseorang yang kita cintai, bahkan kita bisa rela melakukan apapun untuknya. Rasanya lebih baik kita yang menangis, daripada orang yang kita sayangi menangis, begitu juga kita rela merasa sakit daripada membuatnya terluka" Jelasnya.

"Perasaan yang aneh." Ucap anak itu lagi.

"Nanti kau juga akan mengerti jika sudah besar." Lanjut ibunya yang kini mengelus kepala anak perempuan itu. Aku hanya menundukkan kepala saat mereka menyadari sosokku yang menatap ke arahnya.

Kata-kata itu tersimpan di pikiranku hingga saat aku kembali ke rumah. Merebahkan tubuhku yang terasa kaku dan pegal setelah seharian penuh bertemu pasien serta meninggalkan makan malamku untuk bekerja karena keadaaan darurat. Mencoba memejamkan mata namun hal yang aku lakukan justru mencerna penjelasan tentang cinta sejati dari ibu tersebut.

Sebesar itukah kekuatan cinta? Hal yang baru saja aku liat memang hal yang sudah biasa, karena kesedihan yang terjadi. Tapi dia bilang itu adalah bukti cinta yang tulus. Benarkah kita rela tersakiti agar orang yang kita cintai tidak terluka? Apakah seseorang yang tidak percaya cinta sejati sepertiku juga akan merasakannya?

#PV #IPS

25 Jul 2020

Cr foto : to owner