Hari perang sudah dimulai, dalam beberapa jam lagi para pasukan akan pergi ke medan perang. Setiap prajurit yang ada bersiap sebelum matahari terbit. Sebagian besar pasukan tidak dapat tidur karena tidak tenang. Jenderal yang ada di dalam tenda terjaga semalaman. Jenderal adalah seorang veteran perang dan sudah merasakan perang dengan Iblis Timur. Namun dia juga tidak tenang sepanjang malam. Dia dapat mendengar suara pasukannya sudah mulai bersiap.
"Sepertinya aku terjaga semalaman." Jenderal membasuh wajahnya dengan air yang ada di dalam ember. "Aku tidak menyangka akan mengenakan semua ini." Jenderal melihat ke arah armor dan senjatanya.
*plak, plak*
Chors mendapat tamparan di wajahnya. Tamparan itu membuatnya terbangun dari pingsannya. Dia membuka mata dan melihat Alice dan juga Ema dengan wajah khawatirnya.
"Apa yang sebenarnya terjadi?" Ema bertanya dengan wajah serius.
"Aku baru saja bertemu dengan penyusup yang begitu kuat."
"Penyusup?! Lalu dimana dia sekarang?"
"Tampaknya dia sudah pergi."
"Apa pergi?! Apa yang sebenarnya dia incar? Perkemahanpun sangat tenang sejak malam."
"Dia mengincar Kira."
"Kira?! Kenapa dia sampai harus mengincar?"
"Aku juga tidak tahu, dia mengatakan kalau dia mencari Kira. Namun nampaknya dia mengetahui kalau Kira tidak ada disini. Aku mencoba untuk menghentikannya tapi aku kalah dengan telak."
"Apa?! Kau baru saja mengatakan kau kalah? Apa kau yakin dengan itu?"
"Aku sangat yakin, aku bahkan tidak berkutik di depannya. Bahkan jika kita bertiga melawannya bersama-sama,aku masih tidak yakin bisa melawannya."
"Siapa sebenarnya dia hingga bisa membuatmu seperti ini?"
"Akupun juga penasaran dengan itu."
Chors mendengar suara ribut di tempat perkemahan. Dia segera berdiri dan melihat ke arah perkemahan. Chors terkejut karena pasukan sudah bersiap untuk berperang. Dia terkejut dan kebingungan karena tidak tahu berapa lama dia pingsan.
"Ema, berapa lama aku tidak sadarkan diri?"
"Semalaman."
"Apa?! Kenapa kau tidak segera membangunkanku?"
"Untuk apa aku membangunkanmu juga? Kau ingin mengejar penyusup itu? Setelah mendengar ceritamu bahkan jika kau bangun lebih cepat juga tidak ada gunanya."
"Kau benar, sebaiknya kita juga segera bersiap."
Jenderal sudah bersiap dengan semua armornya. Dia mengambil pedangnya dan menaruhnya di punggung. Jenderal berjalan keluar dari tenda dan melihat seluruh pasukannya sedang bersiap dengan wajah panik. {Aku mengerti apa yang mereka rasakan. Ditambah mereka tidak pernah merasakan perang secara langsung.} Jenderal meraih pedangnya dan menancapkan pedangnya ke tanah. Suara pedang yang tertancap membuat perhatian terarah padanya.
"Dengar semuanya! Aku tahu kalian sedang merasa tegang dan gugup. Perang ini adalah perang yang akan menentukan nasib Kardia. Tentu hal ini membuat kalian merasakan beban di pundak kalian. Tapi jangan lupa!" Jenderal menggenggam pedang dengan erat. "Kalian melakukan perang ini tidak sendirian! Kalian berperang bersamaku! Akan aku pastikan memenangkan perang ini bahkan jika nyawaku menjadi taruhan! Kita tidak sendirian para pemegang simbol juga berada di pihak kita! Tidak ada yang perlu kita takuti lagi! HIDUP KARDIA!"
"WOAH! HIDUP KARDIA!" Suara teriakan prajurit mulai terdengar satu persatu.
Pidato milik jenderal membuat semangat prajurit menjadi meningkat. Wajah tegang mereka mulai sedikit memudar. Jenderal merasa lega karena sudah dapat membuat pasukannya lebih bersemangat. Chors dan Ema hanya melihat dan mendengar itu semua dari atas.
"Pidato yang bagus." Ema memuji jenderal.
"Kardia beruntung mempunyai jenderal yang dapat menaikkan moral pasukannya. Lalu bagaimana dengan kita? Haruskah kita bergerak lebih dahulu?"
"Sepertinya akan lebih baik untuk kita jika bergerak dan melihat situasi disana. Apa kau sudah siap Alice?"
"Tunggu sebentar." Alice kemudian berjalan keluar dari tenda sambil mengencangkan sarung tangannya. "Aku sudah siap!" Alice menjawab dengan senyumnya.
"Baiklah kita berangkat."
Mereka bergerak ke medan perang dengan melompati satu tebing ke tebing lainnya. Jenderal menyadari kalau Chors sudah bergerak. Dia melihat ke arah tebing tempat mereka berkemah. {Jadi mereka sudah bergerak, sepertinya kita perlu bergerak juga.} Jenderal berjalan ke arah kudanya.
"Bersiaplah dengan lebih cepat!" Jenderal menaiki kudanya. "Kita akan segera bergerak!"
Karena tidak perlu menunggu pasukan Chors, Ema, dan Alice bisa mendekati area perang jauh lebih cepat. Tapi sejak mereka bergerak, mereka tidak merasakan sesuatu yang janggal. Chors sendiri masih penasaran dengan penyusup yang dia temui semalam. Dia terus melihat ke sekitar untuk berjaga-jaga bila menemukannya.
"Sepertinya kita perlu berhenti disini." Chors membuat semua berhenti.
"Ada apa? Kenapa kita berhenti?"
"Kau lihat kita sudah dekat dengan area perang. Sebaiknya kita berpencar dan melihat sekitar. Kita harus berjaga-jaga dengan sergapan."
"Kalau begitu, aku dan Ali-."
"Tidak, kita semua akan berpencar."
"Apa?!"
"Ema jangan lupa kenapa kita membawa Alice karena kita yakin dengan kemampuannya. Jika kau seperti ini kau sama saja dengan meragukannya. Alice juga tidak keberatan bukan jika kita berpencar?"
"Tidak."
"Bagus, kita akan berkumpul di tebing itu." Chors menunjuk salah satu tebing.
Mereka langsung berpencar ketiga arah yang berbeda. Karena tempat yang dipenuhi dengan tebing membuat mereka dengan mudah untuk melihat area perang. Tapi pepohonan cukup menganggu pandangan mereka. Ema menggunakan sihirnya untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya. Sedangkan Alice memotong-motong pohon yang ada di depannya untuk membuatnya dapat melihat dengan jelas.
"Apa ini hanya kekhawatiran ku yang berlebihan?" Chors sudah menyusuri di sekitarnya dan tidak menemukan apapun. "Apa mereka benar-benar ingin melakukan perang ini dengan jujur dan adil? Sial aku tidak punya waktu untuk memikirkan ini semua." Chors pergi ke arah tebing yang dia sudah tunjuk sebelumnya.
Saat Chors tiba di tebing, dia melihat Ema dan Alice sudah sampai lebih dulu. Mereka sudah duduk dengan wajah yang tenang. Sementara Chors terlihat dengan jelas wajahnya nampak kebingungan.
"Bagaimana dengan kalian? Apa kalian menemukan sesuatu?" Ema dan Alice menjawab sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Jadi kalian tidak menemukan apapun juga. Bukankah aneh? Ini semua terasa terlalu bagus untuk menjadi kenyataan."
"Aku juga sama kebingungannya denganmu. Aku sudah melihat dengan seksama dan tidak menemukan apapun. Alice bahkan sampai menebang pohon-pohon yang ada di depannya."
Chors mendengar suara langkah, dia melihat ke asal suara. Jenderal dan para pasukannya sudah semakin dekat dengan medan peperangan. Dia juga melihat matahari mulai menunjukan sinarnya. Chors bergabung dengan Ema dan Alice untuk duduk.
"Sekarang kita hanya perlu menunggu hasil perang ini."
Jenderal dan pasukannya sudah tiba di medan perang. Tapi di pihak seberang belum terlihat sedikitpun pasukan lawan. Hal ini membuat para pasukan menjadi kembali tegang. Edward sudah melakukan pemanasan di atas kuda sambil memutar-mutar lengannya.
"Dimana mereka semua? Kenapa tidak terlihat sedikitpun? Jangan bilang mereka sedang ketakutan."
"Aku harap itu adalah kenyataan."
"Hei Wiliam apakah kau ketakutan?" Edward mengejek Wiliam.
"Aku tidak takut, aku hanya tidak ingin ada korban yang jatuh di dalam perang ini."
"Tenang saja selama aku disini, aku akan membuat perang ini selesai dengan cepat."
Semua orang menunggu dengan keringat dingin di sekujur tubuh mereka. Namun bahkan setelah menunggu lama Iblis Timur masih tidak menunjukan dirinya. Bahkan matahari sudah semakin tinggi masih belum datang. Edward tampak tidak senang dengan semua ini.
"Sebenarnya dimana mereka semua?!" Edward berteriak dengan kencang.
Suara langkah kaki yang sedang berlari terdengar setelah Edwar berteriak. Pepohonan di depan mereka semua mulai tumbang satu persatu. Para pasukan kembali menjadi tegang. Pasukan Iblis Timur tiba dan membuat semua orang terkejut dan juga ketakutan. Mereka melihat beberapa jenis monster. Pasukan tersebut terdiri dari, goblin, orc, dan ogre.
Goblin bukanlah masalah yang besar untuk mereka semua. Namun orc dan ogre menjadi masalah yang cukup besar. Orc masuk ke dalam monster kelas C dan Ogre adalah monster dengan kelas B. Jenderal kembali melihat ke arah pasukannya. {Dengan orang-orang yang aku bawa saat ini, aku tidak yakin apa mereka bisa melawan monster-monster itu.}
Jumlah monster yang datang terus bertambah setiap waktunya. Jenderal bahkan semakin yakin kalau dia merasa pasukan yang dia bawa masih sangat kurang. Chors yang mendengar kedatangan para monster tersebut langsung berdiri dan melihat keadaan dari atas. Dengan dirinya yang berada di tempat tinggi dapat melihat perang dengan lebih jelas.
"Sepertinya jumlah korban pada perang ini tidak akan sedikit."
"Kenapa kau bilang seperti itu?" Ema tidak ikut berdiri untuk melihat keadaan perang.
"Jumlah pasukan musuh setidaknya hampir setengah dari pasukan Kardia. Pasukan musuh terdiri dari monster berbagai kelas, bahkan sampai ada monster kelas B. Ditambah monster-monster itu juga datang dengan perlengkapan senjata."
"Lalu apa kau ingin membantu mereka sekarang?"
"Tentu tidak, mereka lah yang ingin memisahkan kita dengan perang ini. Kita hanya akan melihat kondisinya saja. Tapi jika memang sangat diperlukan kita akan ikut turun tangan."
"Kalau begitu aku akan memakai waktu ini untuk beristirahat."
"Istirahatlah aku akan mengawasi perang ini."
Jenderal dengan ragu dia menggenggam pedang yang ada di punggungnya. {Jika seperti ini aku tidak yakin dapat meninggalkan sedikit korban.} Jenderal menarik nafasnya untuk membuat dirinya tenang. Dia menarik pedang dan mencoba untuk memegang pedang dengan seerat mungkin.
"Maju! Lawanlah dengan semua yang kalian miliki!"
Para pasukan kemudian berteriak untuk menghilangkan rasa takutnya dan berlari ke medan perang. Pihak Iblis Timurpun juga berlari, dengan ini perang sudah dimulai. Sedangkan jenderal Iblis Timur melihat perang dari kejauhan. Dia berada di atas tebing sambil melipat kedua tangannya.
"Sepertinya sampai sekarangpun masih tidak ada pemegang simbol kegelapan. Aku sedikit kecewa dengan dia jika tidak datang. Tapi setidaknya sepertinya masih ada yang bisa menghiburku di perang ini."
"Hei biarkan aku mengambil giliran pertama." Edward berbicara pada pemegang simbol lainnya. "Karena kalian tidak menjawabku, berarti kalian tidak keberatan. Akan kutunjukan seberapa kuat diriku ini!" Edward kemudian bergerak ke depan dengan kudanya tepat ke tengah peperangan.