Pada mala hari Wine, Chors, dan Ema sedang berada di salah satu ruangan yang ada di mansion. Wine meminta mereka berdua untuk datang padanya saat malam hari. Dan kini mereka berdua sedang duduk berhadapan dengan Wine. Sejak awal Ema sudah menatap Wine dengan sangat kesal. Tatapan itu sangat jelas menunjukan kalau dia membenci Wine.
"Sebenarnya kenapa kau menatapku seperti itu?" Wine menuangkan tehnya ke cangkir. "Kalian mau?" Mereka berdua tidak menjawab Wine, karena itu dia menuangkan saja teh yang ada di dalam teko. "Bicaralah aku mengajak kalian kemari untuk berbicara."
"Apa yang sebenarnya sudah kau lakukan pada Alice?!" Ema berbicara dengan dahi berkerutnya.
"Sederhana saja aku hanya melatihnya, aku hanya ingin membuatnya menjadi kuat."
"Bagaimana bisa kau membiarkan anak-anak seperti dia hingga menjadi seperti itu?!"
"Alice terlalu kecil untuk berlatih seperti kami." Chors ikut bicara namun dengan wajah yang tenang.
"Apa yang kalian berdua sebenarnya bicarakan? Jadi kalian hanya ingin dia menjadi anak yang hanya menunggu kalian di rumah?"
"Tentu saja! Kami tidak ingin dia terlibat dengan sesuatu yang berbahaya."
"Benar, Kira memungut Alice bukan untuk dijadikan sebagai petarung. Aku sangat yakin Kira hanya ingin Alice tidak hidup sendirian seperti dirinya."
"Tentu aku tahu Kira tidak ingin Alice menjadi seperti ini."
"Jika kau tahu seharusnya kau tidak melakukannya!" Ema memukul meja dengan keras.
"Tapi apakah kalian pernah menanyakan pendapat Alice?" Sebuah pertanyaan yang membalikkan keadaan.
Chors dan Ema menjadi terkejut dan tidak bisa menjawab pertanyaan Wine. Ruangan menjadi hening cukup lama. Mereka menyadari kalau, mereka tidak menanyakan pendapat Alice ketika mereka sedang protes seperti ini. Kerut dahi Ema mulai memudar dengan perlahan.
"Jika kalian diam seperti ini, sepertinya kalian mengerti." Wine kembali menuangkan tehnya. "Kalian pasti tidak pernah bertanya tentang Alice. Kalian hanya melihatnya sebagai anak kecil saja. Tapi itu bukanlah hal yang salah, nyatanya sepertinya Alice juga menganggap kalian sebagai keluarganya. Tapi kalian pasti tahu bagaimana perasaan seorang anak ketika melihat keluarganya datang kembali dengan penuh luka."
"Kami tahu." Mereka berdua menjawab bersama-sama.
"Kalau begitu kalian juga pasti mengerti mengenai perasaan ingin membantu orang tua kalian. Sekarang pasti kalian juga mengerti kenapa Alice bersikeras untuk menjadi kuat." Chors dan Ema terdiam dan tidak dapat berbicara lagi. "Karena kalian sudah diam seperti itu sekarang kita akan mulai membahas hal yang lebih penting." Wine menuangkan kembali tehnya. "Sejak kalian datang kemari kalian masih belum tahu kenapa kalian dipanggil bukan?"
Chors dan Ema hanya menggelengkan kepalanya. Sejak Wine mencoba membahas alasan kepulangan mereka, suasana ruangan menjadi lebih tegang. Sejak awal Chors dan Ema mempunyai firasat buruk. Karena itu mereka menjadi takut jika firasat buruk mereka menjadi nyata.
"Iblis Timur." Wine hanya mengatakan itu saja sudah dapat membuat Chors dan Ema terkejut. "Sejak awal kalian pasti sudah menduga kalau Iblis Timur sudah bergerak."
"Apa saja yang sudah mereka lakukan?" Ema bertanya dengan tatapan yang tajam.
"Sejauh ini mereka belum bergerak yang membahayakan banyak orang."
"Kalau begitu mereka sudah bergerak?"
"Seperti yang aku duga kau dapat mengerti dengan cepat. Iblis Timur baru saja menyatakan perang pada Kardia."
"Perang?!" Ema tampak kesal. "Lalu bagaimana dengan Kardia? Apa mereka menyetujuinya?"
"Mereka setuju."
"Dasar bodoh! Bagaimana bisa mereka menyetujuinya! Apa mereka tidak berpikir dengan rakyatnya. Seharusnya mereka tahu kalau tindakan mereka akan membuat seluruh rakyat akan terkena imbasnya" Ema memukul meja karena merasa sangat kesal.
"Aku tidak ingin mengatakan ini tapi Raja Kardia juga tidak mempunyai pilihan lain. Jenderal Iblis Timurlah yang memaksa dengan menyelinap ke ruangan Raja untuk meminta perang."
"Sebenarnya apa isi otak Iblis Timur?! Bagaimana bisa mereka meminta perang."
"Alasan kau memanggil kami kemari pasti berkaitan dengan perang bukan?"
"Kau memang sangatlah tajam, Kardia meminta agar kalian bergabung dengan Kardia. Kami sudah menyetujuinya dan kalian juga akan mendapatkan bayaran yang banyak."
"Apakah hanya kami berdua saja?"
"Tentu saja tidak kami akan mengirimkan seluruh anggota demonhard. Ditambah dengan satu orang khusus."
"Satu orang?" Chors tampak tidak tahu siapa yang dimaksud.
"Kau!" Ema berdiri dan berjalan mendekati Wine sambil menarik kerahnya. "Apa kau gila! Kau ingin Alice ikut perang?!"
"Ema tenangkan dirimu. Apa kau benar-benar ingin membawa Alice ikut bersama kami?"
"Tentu kalau tidak untuk apa kami melatih dia sampai seperti itu?"
"Dia hanya anak-anak! Kenapa kau membawanya sampai ke medan perang!" Ema berteriak dengan kencang.
"Aku sudah bertanya padanya dan dia setuju untuk ikut. Dia sangat ingin bergabung dengan kalian. Juga kalian sudah melihat kemampuannya bukan? Dia pasti cukup kuat untuk bertahan di medan perang."
"Wine ini bukan masalah bertahan atau tidak!" Chors mengeluarkan suaranya hingga membuat Ema terdiam. "KAU PIKIR SIAPA YANG MEMBUAT TANGANKU SEPERTI INI?! JENDERAL IBLIS TIMURLAH YANG MELAKUKANNYA! DAN KAU INGIN MEMBIARKAN ALICE IKUT BERGABUNG DENGAN PERANG!"
Wine tidak menjawab Chors dia kemudian menghela nafasnya. Dia meletakan cangkir tehnya dan berdiri dari sofanya. Wine mencoba untuk menekan mereka dengan mana yang dia punya. Ema dan Chors merasakan kengerian dari sorot matanya.
"Aku kemari hanya untuk memberitahu tentang alasan kalian kembali saja. Jika kalian tidak setuju dengan keputusan yang mulia lawanlah aku sekarang!"
*prang, prang*
Kaca-kaca ruangan menjadi pecah karena tidak kuat untuk menahan kekuatan Wine. Tekanan yang Wine berikan jauh berbeda pada saat siang hari. Mereka berdua dapat merasakan gap yang sangat besar. Tekanan Wine terasa mencekik leher mereka berdua.
"Jika kalian tidak bisa bergerak hanya karena ini maka kalian tidak akan bisa protes dengan keputusan yang sudah dibuat. Jangan lupa untuk datang ke istana besok." Wine kemudian meninggalkan ruangan.
Setelah Wine pergi, Chors dan Ema dapat bernafas lega kembali. Namun mereka masih merasa kesulitan bernafas karena sensasi yang mereka rasakan sebelumnya. Mereka mencoba untuk mengatur nafas mereka. Karena kaki mereka masih terasa lemas mereka hanya dapat duduk di atas lantai.
"Aku kira aku sudah bertambah kuat tapi aku bahkan tidak dapat berdiri dengan benar tadi."
"Wine masih terlalu kuat untuk kita berdua."
"Tidak!" Ema berbicara dengan panik.
"Ada apa?"
"Aku lupa menanyakan tentang Kira. Padahal sejak awal aku berniat bertanya kapan Kira akan kembali."
Kemudian dari pintu ruangan Alice tampak sedang mengintip ke dalam. Karena melihat Alice, mereka berdua langsung tersenyum. Alicepun berjalan mendekati mereka. Dia datang dengan wajah yang murung.
"Aku mendengar semua pembicaraan kalian tadi." Alice juga ikut duduk di lantai. "Semua keputusan ini adalah kemauanku sendiri, aku tidak pernah merasa terpaksa karena melakukan hal ini. Jadi biarkan aku bergabung ke dalam perang."
"Tidak, aku tidak menyetujuinya." Ema menolak dengan mentah-mentah.
"Tapi aku sudah bisa melindungi diriku sendiri. Kalian tidak perlu memikirkanku selama di medan perang."
"Kau tahu Alice pada awalnya aku hanya menganggapmu sebagai anak kecil asing yang dipungut Kira. Namun waktu yang kita habiskan bersama tidak begitu lama. Tapi rasanya aku sudah menganggpmu sebagai adikku sendiri. Ditambah jika perang ini terjadi, itu bukanlah tempat yang bisa kau datangi begitu saja."
"Itu jauh lebih berbeda dengan yang kau lihat saat kami latihan. Akan terlalu berat untukmu jika bergabung bersama kami."
"Kenapa! Aku sudah cukup kuat untuk bertarung. APA YANG HARUS AKU LAKUKAN?! APA?!" Alice berteriak dengan putus asa.
Saat Alice sedang berteriak, udara disekitar mereka terasa lebih berat daripada biasanya. Ema yang merasa curiga kemudian melihat Alice dengan mata mana. {Itu?! Bagaimana bisa Alice memiliki mana sebanyak ini?!} Melalui mata Ema seluruh tubuh Alice mengeluarkan mana. Mana miliknya sangat banyak hingga dapat menyentuh langit-langit.
" KENAPA?! AKU HANYA INGIN BERSAMA DENGAN KALIAN! AKU HANYA INGIN DEKAT DENGAN KIRA! KENAPA KALIAN MELARANGKU?!"
Pecahan kaca melayang satu persatu. Satu persatu pecahan kaca mendekati Alice dan berputar di sekitarnya. Alice membuat sebuah barier untuk dirinya sendiri. Ema melihat dengan jelas mana milik Alice menjadi tidak terkontrol.
"Ema bukankah kita harus melakukan sesuatu."
"Aku juga tahu itu tapi kita tidak bisa mendekatinya jika masih ada kaca yang mengelilinginya."
Wine sedang berdiri di atas dahan pohon yang berada di dekat mansion. Dia tidak pergi begitu saja ketika meninggalkan ruangan. Wine nampak sudah menyadari akan terjadi hal ini. Dia bahkan tersenyum dengan lebar karena bisa melihat mana sebanyak itu.
"Padahal aku hanya ingin mencoba saja tapi siapa sangka Alice punya mana sebanyak ini." Wine kemudian melompat turun. "Aku sudah berharap banyak dari mana yang dimiliki Alice. Tapi dia memberikan hasil yang lebih baik. Rupanya tidak merugikan menaruhnya di ruangan sebelah." Wine kemudian berjalan meninggalkan wilayah mansion.
Ema mencoba mendekati Alice, namun kaca disekitarnya bahkan membuatnya tidak tersentuh. {Jika terus seperti ini dia bisa terluka karena kaca-kaca ini.} Ema mengeluarkan pisau mananya dan membuatnya menjadi pedang pendek. Ema berniat memotong kaca disekitar Alice menjadi sekecil mungkin.
"Untuk apa pisau itu?" Chors memegang tangan Ema.
"Kita harus memotong kaca itu setidaknya agar Alice tidak terluka."
"Itu jauh lebih berbahaya! Alice sedang tidak terkontrol kita tidak tahu dia akan bergerak atau tidak. Jika dia tiba-tiba membuat gerakan, kau malah akan membuat luka yang jauh lebih berbahaya."
"Kalau begitu apa yang harus kita lakukan?!"
"Aku akan menghentikannya."
Chors berjalan dengan perlahan ke arah Alice. Dia mencoba untuk berjalan sedekat mungkin. {Seharusnya ini sudah cukup.} Chors kemudian menaruh tangannya di lantai.
"[Ice Bringer]!"
Chors membuat Alice dan juga kaca yang mengelilinginya menjadi beku. Mereka berdua bernafas dengan lega karena Alice sudah berhenti. Namun saat itu juga retakan muncul di es. Chors terkejut karena esnya dapat dibuat retak. Ema menjadi sadar kalau dia tidak punya pilihan lain.
"Alice berhenti! Hentikan sekarang juga! Kau akan ikut bersama kami! Kira juga akan pergi bersamamu!" Alice berteriak sekencang mungkin.
Ema dapat melihat luapan mana milik Alice menjadi melemah dengan perlahan-lahan. Karena dia sudah tidak melihat ada mana seperti sebelumnya, Ema melihat ke arah Chors sambil mengangguk-anggukan kepalanya. Chors yang mengerti langsung membatalkan sihirnya. Alice terjatuh ke lantai dengan pingsan.