Pesawat yang membawa rombongan wedding party Sissy dan Dylan itu baru saja landing di landasan bandar udara internasional Honolulu, Hawaii. Wedding party ini akan berlangsung selama tiga hari, dengan dihadiri oleh keluarga dan orang-orang terdekat dari Dylan maupun Sissy.
Perjalanan dari New York menuju Hawaii yang cukup lama, membuat Eli kelelahan dan membuatnya memilih untuk langsung beristirahat setelah tiba di penginapan. Ini perjalanan keluar negeri pertama untuk gadis itu, ia benar-benar antusias, namun ia juga merasa lelah disaat bersamaan, bahkan ketika masuk ke dalam kamarnya pun Eli langsung berbaring di atas ranjangnya dan menyelami alam mimpinya.
William yang kebetulan mengantarkan koper Eli yang ia tinggalkan di mobil tadi, memutuskan masuk begitu saja ke dalam kamar gadis itu karena tidak kunjung mendapatkan sahutan dari dalam. Ia pun langsung mendapatkan jawaban ketika mendapati Eli sudah tertidur di atas ranjangnya dengan begitu pulasnya. Sontak hal itu membuat William terkekeh, Eli tadi memang mengeluh lelah di saat perjalanan menuju penginapan, tapi ia juga tidak mengira jika gadis itu langsung tertidur setelah tiba dengan selamat.
Cukup lama William memandang Eli yang sedang tertidur, kini ia memberanikan diri untuk mendekati gadis itu. Dan entah mendapatkan dorongan darimana, tangannya sudah bergerak merapikan rambut yang menutupi wajahnya. Tanpa sadar William tersenyum, dari wajah yang tertidur itu, William bisa menangkap dengan jelas kelelahannya karena perjalanan hari ini memang sudah memakan waktu cukup lama. William juga masih ingat bagaimana antusiasnya Eli ketika melakukan perjalanan ke luar negeri untuk pertama kalinya tadi, dia benar-benar seperti anak kecil yang baru saja diajak liburan.
"Sadar atau tidak, kedatanganmu benar-benar berdampak begitu besar di dalam hidupku," William mulai mencurahkan perasaannya. "Seakan-akan duniaku dulu yang dipenuhi dendam dan trauma, hilang begitu saja. Kau meruntuhkan sisi kelamku seketika, El. Kau membuatku terus-terusan menginginkan dirimu hingga aku lupa apa tujuan awalku."
William menghembuskan nafasnya. "Kau berhasil membuat duniaku hanya berpusat pada dirimu. Namun terkadang aku merasa kehilangan diriku sendiri ketika aku terus memerhatikanmu. Apakah aku benar-benar sudah melupakan Sissy dihatiku?" ucapnya lalu mengusap pipi Eli dengan pelan dan diluar dugaan tangannya ditahan oleh gadis itu.
Eli membuka matanya dan bertemu dengan mata William yang juga sedang menatapnya, ada keterkejutan di wajahnya, namun pria itu dengan mudahnya mengendalikan ekspresinya seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
"Sekarang aku tahu mengapa kak Wil memasang fotoku di ponsel kakak." ujar Eli seraya duduk. Kini William tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.
"Darimana kau tahu? Apakah kau membuka ponselku tanpa seizinku?"
Eli terdiam, waktu itu ia izin meminjam ponsel William untuk menghubungi dokter, dan William tidak tahu akan hal itu karena dia sakit.
"El, aku tidak suka barang-barangku disentuh tanpa izin." ucap William dengan intonasi suara mulai meninggi.
"Kak Wil jangan salah paham dulu, waktu itu aku memakai ponsel kakak untuk menghubungi dokter kok, dan aku juga sudah izin meskipun mungkin kak Wil tidak mendengarnya." jawab Eli membela dirinya, dan sayangnya hal itu tidak membuat William menerima alasannya.
"Kak Wil, maafkan aku karena sikap lancang--" kalimat Eli terpotong ketika William secara tiba-tiba menindih tubuh gadis itu kembali ke atas ranjang. Aura William begitu mengintimidasi seisi ruangan itu, Eli pun jadi memberingsut takut.
"Ini bukan sesuatu yang bisa aku tolerir," William menegaskan kalimat itu tepat di depan wajah Eli. "Kau harus diberi hukuman agar kau tahu batasan, El."
Kedua mata Eli sontak membulat, kepalanya menggeleng ke kiri dan kanan, William tanpa basa-basi langsung mencium bibir gadis itu dengan mudah. Pria itu memang sudah tahu perasaan Eli kepadanya, namun baginya untuk Eli tahu perasaannya saat ini bukanlah waktu yang tepat. William masih belum siap, entah dengan perasaannya, dan juga keadaan. Katakan William egois, ya, William mengakuinya. Biarkan tetap begini dan waktu yang menjawab, bagaimana hubungan mereka nantinya.
Ciuman mereka begitu intens, Eli tidak pernah menyia-nyiakan ciuman William. Gadis itu tidak tahu mengapa dirinya tidak bisa menolak pria itu meski dia sudah bersikap seenaknya, padahal seharusnya ia bisa menolak dan sedikit meninggikan harga dirinya. Namun Eli kalah dengan egonya, seolah-olah William mampu mengendalikannya dengan satu kali ciuman.
William mendominasi ciuman itu, nampak terburu-buru dan cukup kasar. Dan sekali lagi, cara itu sangat disukai Eli. Ia bisa merasakan perasaan William disana. Dan Eli sangat yakin dengan intuisinya. Ini bukan sekedar imajinasinya saja, karena Eli tahu William tidak akan sembarangan memasang fotonya di ponselnya kan? Dalam ciuman itu Eli merasa begitu bahagia, ia pun mengalungkan tangannya di leher pria itu.
Dan tidak beberapa lama, ciuman itu berakhir ketika William menjadi orang pertama yang menjauhkan bibirnya. Dalam posisinya saat ini, William bisa melihat mata Eli yang nampak sayu dan juga bibirnya yang sudah membengkak akibat ciuman mereka barusan. Tangan William mengusap bibir itu dengan pelan, Eli memejamkan matanya menikmati sentuhan yang diberikan oleh pria itu.
"Aku belum siap, El. Jadi jangan terlalu berharap terlalu tinggi kepadaku."
Kalimat William membuat Eli sontak membuka kedua matanya, entah mengapa dadanya seperti baru saja ditusuk-tusuk dengan jarum.
"Kak Wil?"
"El, jangan sakiti dirimu dengan berekspektasi padaku."
"Kenapa kak? Kenapa aku tidak boleh melakukannya? Kau tahu perasaanku sejak awal, lantas mengapa aku tidak boleh bersikap sama?" ucap Eli dengan tatapan kecewa. William menjauh dari gadis itu.
"Karena masih ada Sissy di dalam hatiku." jawabnya seakan menegaskan kepada Eli untuk tidak terlalu berharap kepadanya. Setelah mengatakan hal itu, William pergi dari sana tanpa permisi.
Eli tidak mampu menghentikan air matanya yang tiba-tiba keluar begitu saja menuruni pipinya, kata-kata William begitu membekas di hatinya. Malam ini ia sudah dilukai oleh pria itu, namun bodohnya ia masih saja berharap kepadanya. Bagaimana ia bisa berhenti berharap? tentu itu bukan hal yang mudah. Mengapa William harus mengatakan hal ini disaat hubungan mereka sudah jauh lebih dekat. Eli tidak bohong jika ia sangat kecewa kepada pria itu. Apa kelebihan yang dimiliki wanita itu hingga membuat William tidak mampu berpaling darinya? Ya, Eli penasaran. Dan Eli iri dengan dia, bagaimana bisa Sissy memiliki hati seorang William Martinez dengan mudahnya sementara dirinya tidak.
Tok....tok...
Tiba-tiba pintu kamarnya diketuk dari luar, hal itu membuat Eli menghentikan tangisannya. Apakah William berubah pikiran dan kembali? Tapi mengapa dia tidak langsung masuk saja? Setelah menghapus air matanya, Eli bergegas membuka pintu kamarnya. Ia berharap jika dia adalah William.
"Kak Wil kenapa-- Dylan?" Eli terkejut ketika menyadari yang mengetuk pintunya barusan bukan William melainkan Dylan Smith. Dan yang membuat Eli semakin terkejut adalah ekspresi pria itu terlihat sedang marah.
"Dylan, mengapa malam-malam begini kau kemari?"
"Pria itu tidak pantas memiliki hatimu, Elyana."