Chereads / ELYANA / Chapter 23 - Chapter 23

Chapter 23 - Chapter 23

"Semoga saja kak Wil menyukainya."

Eli nampak serius membuat sesuatu di dapur, ia sengaja bangun lebih awal dari biasanya hanya untuk membuatkan sarapan William. Tanpa sadar ia tersenyum mengingat kembali hubungannya dengan William yang akhir-akhir ini menjadi dekat, semenjak acara makam bersama beberapa waktu yang lalu.

Sebenarnya Eli sama sekali tidak pernah membayangkan jika malam itu akan menjadi gerbang kedekatan mereka saat ini. Karena untuk pertama kalinya, mereka mengobrol banyak hal dengan begitu santai. Dari sana juga Eli tahu apa saja yang disukai William seperti misalnya makanan, lalu hobinya, dan bahkan sesuatu hal yang tidak disukainya pun tidak absen menjadi bahan obrolan mereka. Dan hari ini ia membuatkan sandwich isi tuna dan segelas kopi pahit.

"Selesai."

Eli menyajikan sandwich ke atas piring bak seseorang yang sedang mengikuti ajang kontes memasak yang pernah ia tonton di televisi.

"Semua sudah siap, sekarang tinggal menunggu kak Wil turun."

Eli pun menunggu di meja makan sambil memandang sarapan buatannya itu dengan senyum berbinar dan ada kebanggaan disana. Ini kali pertama ia membuatkan sarapan untuk William, dan Eli harap semoga pria itu menyukainya. Namun, setelah sekian lama menunggu William tidak kunjung memperlihatkan batang hidungnya, padahal jam sarapan sudah hampir berlalu. Selama ia tinggal disini, William tidak pernah melewatkan jam makan.

"Mana kak Wil? apakah dia belum bangun?"

Eli pun memutuskan mengantarkan sarapan buatannya ke kamar William. Kamar William terletak di lantai dua dan bersebelahan dengan kamar tamu. Sementara kamarnya ada di lantai satu, sebenarnya ia ingin sekali pindah disamping kamar William yang kebetulan kosong, tapi ia tidak berani memintanya. Lagipula Eli juga tahu diri, sudah bagus dirinys diperbolehkan tinggal disini dengan percuma.

Tok...tok..tok..

Eli mengetuk pintu kamar William yang tertutup dari luar. Karena ia tidak mungkin langsung masuk ke dalam begitu saja. Tentu saja dirinya masih sadar akan sopan santun.

"Kak Wil, sudah bangun? aku membawakan sarapan untukmu."

Tidak kunjung mendapatkan balasan, Eli bingung dan khawatir dengan keadaan William saat ini. Apakah mungkin sudah terjadi sesuatu padanya? alhasil, ia pun berinisiatif membuka kamar William. Dan benar saja, kamar William benar-benar gelap namun masih ada sedikit cahaya dari sinar matahari yang mencoba masuk melewati gorden jendela. Perasaan Eli jadi tidak enak tanpa sebab.

"Kak Wil?" panggilnya sekali lagi.

"Kak Wil, aku masuk ya?"

Eli pun masuk ke dalam kamar William mencari keberadaan pria itu, dan tak berapa lama terdengar seperti orang sedang meringis kesakitan. Dan setelahnya Eli memekik histeris mengetahui keadaan William.

"Kak Wil?!"

Eli buru-buru menghampiri William yang masih terbaring di atas ranjangnya. Pria itu terlihat mengigau-ngigau dan meringis menahan sakit. Eli pun semakin dibuat panik setelah menyadari jika dahi William terasa panas. Sepertinya William sedang sakit demam.

"Kak Wil, kau demam. Tunggu sebentar, aku akan menelpon dokter untukmu." ujar Eli memberitahu, kemudian ia pun berniat mengambil ponselnya, namun Eli ingat jika ia tidak punya ponsel saat ini. Ia pun kembali meminta William meminjamkan ponselnya, meskipun pria itu tidak menanggapinya, Eli tetap meminjam ponsel milik William.

"Maaf kak, aku pinjam ponselmu ya?"

Untung saja ponsel William tidak terkunci, jadi ia bisa dengan mudah membukanya. Namun Eli membeku ditempatnya setelah melihat foto yang terpajang pada wallpaper ponsel William.

Ia pun melirik William dengan hati-hati, tapi kemudian ia menggelengkan kepalanya berusaha melupakan foto itu dan segera menelpon dokter kenalannya yang juga langganannya sewaktu mendiang Mamanya masih hidup. Untung saja ia selalu menghafal nomor-nomor orang yang menurutnya penting untuk berjaga-jaga jika dibutuhkan sewaktu-waktu.

"Halo? Dokter Min?"

*********

"Bagaimana keadaannya dok?" Eli bertanya kepada dokter Min yang baru saja memeriksa keadaan William.

"Jangan khawatir, ini hanyalah faktor kelelahan. Nanti kuberikan obat dan vitamin untuk memulihkan kesehatannya."

Eli menghela nafas lega, "Ah syukurlah, sekali lagi terima kasih dok."

Dokter Min mengangguk mengerti, lalu setelah ia memberikan obat dan vitamin sesuai yang dikatakannya tadi, Dokter Min pamit pergi dan diantar Eli sampai halaman depan.

Setelah memastikan Dokter Min pergi, Eli pun kembali masuk ke dalam rumah dan bertepatan dengan itu dua mobil memasuki halaman rumah secara berurutan.

Eli terlihat menghela nafas lega ketika melihat Leon dan Christ datang.

"Eli? Kenapa kau ada diluar? apakah kau sedang menyambut kedatanganku?" tanya Christ percaya diri.

Leon yang mendengar itu otomatis menoyor pelan kepala Christ, "Jika William mendengar ini, kau akan dipecat tahu." ujarnya memperingatkan.

"Aku hanya bercanda. Eli, apakah sir William sudah bersiap-siap untuk berangkat kerja?"

Eli menggelengkan kepalanya menanggapi pertanyaan William. "Dia sakit dan barusan aku sudah mengundang dokter untuk memeriksa keadaannya, dan dokter mengatakan jika kak William kelelahan."

"Benarkah?"

"Iya, kalian berdua bisa langsung ke kamarnya. Aku mau ke dapur dulu untuk membuatkan bubur."

Leon dan Christ mengangguk bersamaan, mereka pun pergi lebih dulu untuk melihat keadaan William meninggalkan Eli.

"Jessi, apakah kau sudah menyiapkan bahannya?" tanya Eli pada Jessi setelah sampai ke dapur.

"Sudah, hmm, begini saja, sebaiknya kau ke kamar tuan Wil dan biar aku yang membuatkannya."

"Apa? tidak usah. Aku bisa membuatnya sendiri, Jessi." tolak Eli halus.

"Tapi--"

"Aku ingin membuatkan bubur untuk kak Wil sesuai resep mendiang Mamaku."

Jessi pun mau tidak mau akhirnya memilih mengalah dan membiarkan Eli membuatkan bubur untuk William sendiri. Pelayan itu sangat kagum dengan perhatian yang diberikan Eli kepada William, lagipula jarang ada gadis seperti Eli yang mau repot-repot memasak di dapur. Dan Eli berbeda, Jessi pikir mungkin inilah alasan mengapa William bisa menyukainya. Tapi ia juga prihatin pada kedua orang itu karena harus terjebak ke dalam hubungan yang rumit antara saudara sambung sementara hati mereka terikat satu sama lain.

Setelah menghabiskan waktu kurang lebih setengah jam, Eli pun selesai membuatkan bubur untuk William. Ia pun menyajikan semangkok bubur dengan segelas air putih ke atas nampan dan kemudian segera membawanya ke kamar William.

Karena kebetulan Leon dan Christ juga sudah pamit pergi karena ada urusan, akhirnya kini hanya tersisa dirinya dan William di dalam kamar itu.

Dengan hati-hati Eli mulai membangunkan William dari tidurnya, sebelumnya ia sudah mengompres dahi pria itu untuk mengurangi demamnya.

"Kak Wil, bangunlah. Ayo makan buburnya dan minum obat."

William sontak membuka matanya setelah mendengar suara dari Eli. Dan sikap tidak terduga dari William membuat dada Eli berdegup dengan kencang.

"Suapi aku, El." kata William dengan suara seraknya khas bangun tidur.

"Ba-baiklah, duduklah." jawab Eli gugup.

Eli menaruh bantal di belakang punggung William untuk menyangga duduknya. Ia pun mulai menyuapi kakak tirinya itu. Demi Tuhan, sekarang ia seperti seorang ibu yang sedang menyuapi anaknya. Tanpa sadar ia tersenyum, dan William nampak menyadari itu.

"Sekarang hanya kau yang bisa kuandalkan." ucap William tiba-tiba.

Dada Eli menghangat, ada perasaan haru setelah William mengatakan hal itu. Dan lainnya, Eli makin merasa detak jantungnya berdegup kencang tanpa bisa ditolerir.

"Kak Wil, aku tahu kau sibuk dengan pekerjaanmu, tapi tolong jangan sampai kelelahan lagi dan berakhir sakit seperti ini. Kalau aku tadi tidak berinisiatif menerobos masuk ke dalam kamarmu tadi pagi, mungkin tidak akan ada yang tahu bagaimana keadaanmu saat ini." kata Eli serius.

"Selama ini aku hampir tidak pernah merasakan sakit, aku juga tidak pernah membayangkan ketika aku sakit akan ada seseorang yang begitu sepeduli ini. Terima kasih sudah mengkhawatirkanku, El."

"Apa maksudmu kak? kau tidak perlu berterima kasih. Ini sudah menjadi kewajibanku sebagai adikmu. Jadi jika kau merasa tidak enak badan, cepat minum vitamin dan istirahat yang cukup. Mengerti?" ujar Eli menasehati.

William terkekeh, "Mengapa kau kelihatan seperti seorang Mama kepadaku? bahkan Mama kandungku saja sama sekali tidak peduli padaku, apa jangan-jangan selama ini Mama kandungku itu kau!" canda William.

"Kak, tidak mungkinkan anak lahir lebih dulu sebelum ibunya? Lucu sekali."

"Lalu bagaimana dengan ayam? Ayam dan telur siapa yang lebih dulu ada di dunia ini?"

Eli berdecak, "Aku sama sekali tidak tertarik menjawab pertanyaanmu kak. Kau membosankan."

"Ya! Beraninya kau!"

William pun langsung menggelitiki tubuh Eli karena baru saja mengejeknya dan tawa Eli pun mengisi ruangan itu.

Sementara itu, tanpa sepengetahuan mereka sejak tadi Leon, Lily dan Christ sedang menguping dari keluar. Mereka datang bersamaan, jadi ketika mengetahui Eli dan William sedang berduaan di dalam kamar, mereka malah iseng menguping.

"Ya! Sejak kapan mereka sedekat ini?" takjub Lily.

"Kemana saja kau? Mereka adalah couple terbaik di dunia saat ini." balas Leon dan langsung mendapatkan sikutan dari Christ.

"Apa?"

"Tunggu, apa maksudmu Leon? Couple terbaik? Kak Wil dan Eli pacaran? Christ, apakah kau tahu sesuatu tentang ini?" tanya Lily beruntun.

"Mereka tidak pacaran, nona Lili." sanggah Christ menanggapi pertanyaan Lily.

"Lihat saja nanti." sambung Leon sambil tersenyum sinis.