Chapter 9 - 8

"Oh jadi ini pacar baru nya Bastian?" tanya Yuli pada Resti yang kini sedang stalking Instagram mantan kekasih Citra. Rasa penasaran jiwa-jiwa gossip yang terbengkalai seperti Yuli dan Resti terpaksa membuat mereka harus mengulik-ngulik dunia maya untuk secercah berita hangat dan juga bahan untuk ghibah.

"Yaelah segini doang, nggak ada lebih-lebihnya. Mending Citra kemana-mana sih." cibir Tuti yang ikut melihat gambar di ponsel Resti tersebut.

Tuti, Yuli dan Resti adalah sahabat karibnya yang selalu mendukung Citra di semua keadaan. Pokoknya tidak terima kalau temannya disakiti. Apalagi oleh seorang cowok. Tak heran mereka dengan antusias mengoceh tentang tersangka yang telah menyakiti Citra

Citra diam saja tidak berkutik dan tidak juga membuka mulut saat teman-teman nya asik dengan Instagram mantan kekasih nya, Bastian. Ah, sudah kandas hubungan mereka kini. Apalagi yang mau dibicarakan.

"Duh Cit, lo lemas banget deh. Minimal ikut ngintip kek." Cibir Yuli pada Citra yang duduk tenang di kursinya hanya sambil mengaduk-ngaduk jus jeruknya. Ketidakpeduliaan Citra terhadap bahan gossip mereja membuat Yuli dkk gemas.

Ini tuh berita genting, begitulah umpamanya berita tersebut.

"Ngapain juga sik, bukan urusan gue." Sahut Citra tenang.

Resti memukul punggung tangan Citra gemas, "Lo ya, nggak ada jiwa-jiwa julidnya emang." Ujarnya.

Citra menggeleng pelan, "Bukan nggak ada Res, lagian ngapain juga ngulik kehidupan dia yang SEMPURNA itu sih? bikin sakit hati aja." Ujar Citra malas sambil menekan kan kata 'sempurna'.

Ya, walau Ia dan Bastian berpacaran cukup lama namun kisah mereka saat ini sudah tinggal kenangan. Lagi pula, mantan kekasih nya itu sepertinya sudah berbahagia dengan perempuan lain yang sudah pasti dari keturunan orang baik-baik, orang kaya melintir, anak konglomerat dan segala hal antek bengek ala-ala keingingan emaknya Bastian. Hilih kimprit, padahal semua orang sama saja. Harta dan tahta tidak menjamin sebuah kebahagiaan. Tapi kalau itu dianggap sebagai pondasi, Citra yang punya modal cinta tentu saja tidak lolos seleksi kalau itu persyaratannya.

Udah nggak ada yang perlu dibahas lagi.

"Lo udah benar-benar move on, Cit?" tanya Resti lagi Citra.

Dokter cantik itu mengangguk mantap, "Udah, gue udah ikhlasin dia. Benar-benar ikhlas. Gue udah nggak mau punya urusan apapun lagi sama dia."

Resti dan Yuli mengelus punggung Citra memberi semangat, mereka paling tahu gimana sakitnya saat Citra putus dari Bastian saat itu. Apalagi saat itu dirinya sedang berada di masa koas nya, stress dan lelah koas ditambah dengan beban hati yang sedang luluhlantak benar-benar menghancurkan Citra saat itu.

"Lo sekarang udah sama Arkan ya, Cit?" tanya Tuti yang duduk di depan Citra.

Perempuan itu menggeleng sebagai jawaban nya, "Gue Cuma temanan kok sama dia, nggak lebih. Lagian Sabtu nanti dia bakal tunangan sama cewek yang dipilih emak nya."

Ketiga sabahat nya itu membolakan matanya, "Asu lo Cit. Arkan lo lepasin gitu aja? Arkan loh Cit, Ya Allah. Gue berdiri di samping dia aja langsung lumer gua. Ganteng banget Ya Tuhan. Malah wangi lagi." Ujar Yuli lebay.

Citra hanya terkekeh geli mendengarnya, "Gue nggak bisa suka sama dia, bingung gue."

"Tau deh, susah lo emang orang nya. Wajar Arkan pergi, lo nolak mulu sih." cibir Resti menabok bahu Citra tidak santai.

Kisah cinta Citra sungguh membuat teman-temannya gemas setengah mati. Semua lelaki yang berpotensial malah ditolak mentah-mentah oleh perempuan itu dan kini malah jomblo. Kan nggak lucu, cantik, pinter dan berpendidikan tapi single. Aduuuhh… sabahat-sabahat Citra tidak bisa menerima hal itu. Awokwokwokwok..

"Ya gimana ya, nggak tahu lah gue." Toyoran kesal diterima Citra karena jawabn lempeng nya. Citra sudah tidak semangat lagi menghadapi kisah asmara. Kayak yang sudah sangat lelah, mau santai saja gitu.

Mereka kembali berbincang-bincang sambil sesekali meledek Citra yang menurut mereka sangat payah. Dari mereka berempat hanya Citra yang belum punya pasangan dan itu menjadi bahan cengcengan mereka di tongkrongan.

Resti sudah punya anak 1, dia menikah muda dengan suaminya yang menjadi dosennya semasa kuliah dulu. Tuti saat ini sedang menjalani hubungan LDR dengan pacarnya dan Yuli sudah bertunangan beberapa bulan yang lalu. Saat sahabatnya dari SMAnya sudah pada bahagia minimal dengan pacarnya, Citra malah baru saja sembuh dari hati yang terluka dan menyendiri.

Fine, hidup ini bukan perlombaan. Semua orang akan bahagia dan menginjak roda yang sama pada masa nya. Nikmati proses nya. tapi bohong kalau Citra mengatakan kalau dirinya tidak ingin punya pasangan lagi saat ini. Jujur, hatinya sedang rentan dan jiwa nya ingin dimanja oleh lelaki. Mungkin ya nggak sekarang.

Citra sedang ada di antara-antara. Antara ingin merajut kisah cinta lainnya dan juga antara takut tersakiti kembali. Yang kayak sulit saja jika nanti Ia akan kembali merasakan sebuah perpisahan dan juga harus melepaskan orang yang Ia sayang. Takut dan was-was hal itu terjadi.

"Bimo punya sepupu jomblo, Cit. katanya Bimo lagi cari pasangan sih, lo mau nggak blind date dulu sama si doi?" tanya Yuli pada Citra. Yuli mempromosikan sepupu tunangan nya yang sedang mencari pasangan.

Seru nih blind date! Awokwokwok.

"Siapa namanya, Yul?" tanya Resti heboh. Haduh gini nih, yang ditawar siapa, yang antusias siapa. Dasar teman-temanya itu. norak dan kepo yang sudah mendarah daging.

"Namanya Mas Widhi. Ganteng, baik, rajin ibadah dan tentu saja financial stable. Mau kagak? Coba dulu nih Cit. blind date aja." Jelas Yuli pada Citra mengebu-ngebu mempromosikan lelaki bernama Widhi itu.

Citra menimbang-nimbang lama. Ngapain juga sih ikut blind date segala, tapi boleh juga sih mungkin saja ini salah satu jalan menuju jodohnya yang sebenar. Tapi agak gimana gitu nggak sih?

"Gimana ya?" tanya Citra pelan ragu-ragu. Rada gugup juga bertemu orang asing untuk pertama kali dalam keadaan direncakan begitu.

Mata Citra menjelejah keseluruh kafe sambil berpikir-pikir, matanya menangkap siluet lelaki yang mirip dengan perawakan Irham. Berambut panjang, tinggi, kulit terang dan juga brewokan. Mengingatkan lelaki yang sedang Ia dambakan itu namun lagi-lagi sudah terhalang restu bahkan jauh sebelum mau dipetrus – pepet terus – oleh Citra. Padahal kalau Ia mendapati golden ticket untuk mendekati lelaki itu, Citra tak akan ragu-ragu untuk melangkah. Percayalah.

Ya, mari kita harus menghapus Irham dari pikiran. Ia dan Irham itu hanyalah sebuah ketidakmungkinan. Kalau hanya di imajinasi sih boleh-boleh saja. Tidak untuk dimiliki, begitulah kira-kira.

"Ok, boleh. Gue mau coba." Sahut Citra akhirnya.

Yuli, Resti dan Tuti langsung berteriak heboh mendapat respon persetujuan dari Citra.

"Nanti gue atur deh, good luck, Cit." kata Yuli riang.

Berat hati menjawab, "Thanks." Balas Citra pendek.

"Pokoknya, kalau orangnya nggak neko-neko lo harus pertimbangin orang itu pokoknya. Jangan main kata 'enggak cocok' terus lo. kalau nggak dicoba dulu mana tau." Nasihat Resti panjang lebar, ibu satu anak itu benar-benar cerewet.

"Bawel lo mak."

"Biarin, sedih gue lihat yang cantik kayak lo belum menemukan lelaki yang tepat."

"Ckkk…apasih. Biasa aja ya."

"Hilih bicit!" ledek Resti dengan minyi-minyi.