Chereads / Surga Kecil / Chapter 9 - Keputusan Bodoh

Chapter 9 - Keputusan Bodoh

Skylar sama sekali tidak ingat berapa lama dia memejamkan mata. Dia terbangun dengan keadaan kebingungan sambil memandang sekitarnya. Dia ingat kalau menyewa pelacur dan membawanya ke hotel dan tak sengaja ketiduran begitu merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Tapi pemuda itu tidak tahu sekarang masih tengah malam atau sudah pagi, karena jendela ditutup rapat dengan gorden.

Pemuda itu menoleh ke samping dan melihat Mischa tertidur dengan posisi aneh, seperti orang yang sedang duduk tapi ketiduran dan tubuhnya jatuh ke atas kasur. Di tubuhnya masih berbalut mantel mandi, sementara keadaan ruangan cukup dingin. Tangannya pun mengambil ponsel dari sakunya dan melihat jam yang menunjukkan pukul enam pagi. Kedua matanya membelalak.

Dia tidur selama itu?

Baru saja Skylar menyadari situasi, dia mendengar suara seseorang yang sedang bersin. Perhatiannya pun teralih pada orang lain yang ada di sana. Dia tidak bisa melihat wajahnya karena tertutup rambut. Namun jika gadis itu tertidur dengan pakaian semacam gaun mandi di tubuhnya sejak semalam, Skylar nyaris yakin kalau Mischa sekarang pasti terkena flu.

Dia menghela napas panjang dan masuk ke dalam kamar mandi untuk mencuci wajahnya. Setelah mencuci wajah dan menggosok gigi, dia harus memberi kabar pada Ruth jika tidak bisa mengembalikan Mischa dalam waktu dekat. Tentu saja, Skylar tidak berharap wanita muncikari itu langsung memercayainya sebagai orang yang tak akan membawa kabur salah satu pelacurnya. Sehingga, ponsel Skylar segera berdering begitu pesannya terkirim.

Wanita itu bicara panjang lebar, sementara Skylar hanya menjelaskan kalau sepertinya Mischa sakit karena kesalahannya. Tentu saja Skylar bisa mengirim gadis itu kembali, tapi dia tidak mau karena sama saja Skylar kehilangan uang tanpa mendapat pelayanan dari pelacur yang dia sewa. Biarpun uangnya banyak, tapi dia sangat tidak senang membuangnya dengan sia-sia.

Setelah bicara sekitar 15 menit, wanita muncikari itu baru menyerah dan mengiakan, dengan syarat ada biaya yang harus Skylar bayar per harinya. Dia hanya mengedikkan bahu dan mematikan telepon begitu saja.

Pemuda itu keluar dari kamar mandi dan mendapati kalau Mischa sudah bangun dengan wajah yang memerah, kemudian bersin sesekali. Di dalam hati, Skylar menghela napas setelah mengetahui dugaannya benar. Semoga saja gadis itu tidak memakan waktunya terlalu lama, karena dia tak ingin terjebak di kamar hotel ini selama berhari-hari. Apa yang akan terjadi pada pekerjaannya jika dia meninggalkannya hanya karena menunggui seorang gadis pelacur yang sakit?

"Tuan … maaf, sa-saya—hatchiih!—tidak sengaja ketiduran…"

Belum sempat gadis itu menyelesaikan kalimatnya, Skylar sudah menyela, "Ini salahku. Ganti pakaianmu dengan pakaian yang lebih hangat. Aku sudah memanggil pelayan untuk membawakan makanan dan obatmu. Kau tidak boleh pergi dari sini sebelum kau menyelesaikan pekerjaanmu. Paham?"

Mischa hanya bisa mengangguk. Kepalanya terasa berat, sementara tenggorokannya sedikit serak dan hidungnya meler. Tak ada yang bisa dia lakukan saat ini selain menurut dan istirahat. Lagipula, sekarang tubuhnya lemas.

Pelayan hotel datang dan mengetuk pintu kamar mereka setelah Mischa selesai mengganti pakaiannya. Dia setengah berbaring di atas ranjang dan tidak menyangka kalau tamu yang menyewanya malah membawakan semangkuk sup panas dengan beberapa butir obat di samping mangkuk. Mischa menerimanya begitu saja dan tidak menanyakan hal lain, seperti siapa yang akan membayar, dan sebagainya. Karena dia tahu, jika seseorang masih menyewanya, apapun yang diberikan, maka segala biayanya ditanggung oleh tamu.

Meski begitu, Mischa mau tak mau berpikir, mengapa pemuda itu mendadak bersikap baik padanya, padahal pada pertemuan pertama mereka, Mischa dibuat amat ketakutan sampai sedikit trauma. Apakah pemuda itu merasa bersalah padanya?

"Habiskan dan cepat tidur," tukas lelaki yang menyewanya.

Mischa mengangguk pelan, sementara pemuda itu membuka pintu dan keluar. Mischa sangat tahu kalau dirinya tidak akan pulang sebelum mendapatkan uang, atau Nyonya Ruth pasti akan membunuhnya jika pulang dengan tangan kosong. Skylar pun punya pemikiran yang sama, sehingga dia tidak khawatir pelacur itu akan kabur sementara dia akan menyibukkan dirinya dengan pekerjaan di kafe di lantai dasar.

Selama dua hari ini, Skylar tidak kembali ke hotelnya sama sekali. Dia pergi ke toko pakaian untuk mengganti pakaiannya dengan yang baru, alih-alih kembali ke hotelnya. Laptop yang dia bawa di mobil pun selalu menemaninya bekerja sepanjang hari di kafe lantai satu. Pemuda itu bahkan juga membelikan piyama 'sederhana' untuk gadis yang masih sakit di kamar hotel. Meski hanya satu setel piyama, tapi orang-orang tak akan menyangka berapa uang yang dikeluarkannya untuk membelinya. Yah, Skylar juga tidak tahu berapa harganya, tidak peduli, karena dia menggesek kartu kreditnya begitu saja. Toh, satu setel piyama saja tidak akan membuatnya mendadak jatuh miskin.

Butuh dua hari sampai gadis itu sembuh. Skylar bahkan memesan satu kamar lain untuk dirinya sendiri agar dia tidak sampai tertular. Selain itu, dia jelas sangat enggan tidur satu ranjang bersama pelacur jika tidak sedang menidurinya. Lagipula, dia punya uang, mengapa harus bersikap seperti orang susah yang harus merelakan diri tidur bersama orang sakit?

Setelah dipikirkan, Skylar merasa dirinya sedikit sinting. Kenapa dia mau berbaik hati dan bertindak sejauh ini hanya pada seorang pelacur?

Semakin dipikirkan dan diperhatikan, gadis itu sama sekali tidak cocok menjadi wanita pemuas nafsu. Sikapnya sangat kontras dibandingkan wanita-wanita lain yang pernah Skylar temui sebelumnya. Meski para pelacur yang disewa Skylar adalah pelacur baru, tapi sifatnya bisa dibilang sudah cukup berani, walaupun permainannya payah.

Sementara Mischa … ketika Skylar sengaja meninggalkan dompetnya di kamar, saat kembali pun isinya sama sekali tidak berkurang. Bahkan dompetnya tidak bergeser satu inci pun. Jika saja perempuan yang ada di dalam kamar itu bukan Mischa, Skylar yakin isi dompetnya pasti sudah berkurang sebanyak 80%. Atau ada kemungkinan lain, yaitu kabur sambil membawa uangnya. Katakanlah, mereka, para pelacur itu, adalah orang yang sangat putus asa mencari uang demi bisa hidup keesokan harinya.

Setelah gadis itu sembuh, tentu saja Skylar memintanya untuk melayani, karena itulah tujuannya menyewa. Skylar bahkan bukan orang baik yang merawat gadis itu saat sakit hingga sembuh, lantas memberinya uang dan mengembalikannya begitu saja ke tempat pelacuran.

Awalnya, Skylar pikir segalanya sudah selesai. Dia tidak akan kepikiran lagi dengan apapun yang menyangkut gadis pelacur itu, apalagi menghubungkan dengan sepupunya, Racie. Tapi bayangan memang tak seindah kenyataan.

Ketenangan hatinya hanya bertahan selama dua hari. Hari berikutnya, bayangan itu kembali muncul di dalam kepalanya, membuat Skylar kembali uring-uringan. Hanya saja, kali ini berbeda. Pemuda itu tak lagi diliputi perasaan bersalah atau semacamnya, melainkan ada setitik niat untuk memonopoli yang muncul di dalam hatinya tanpa dia sadari. Benaknya selalu menyuruh agar dia membawa gadis itu kemari dan mengurungnya hanya untuk kepuasan egonya. Namun Skylar berhasil menggelengkan kepala kuat-kuat, mengusir jauh-jauh pikiran gila tersebut.

Tapi dia juga tidak menyangka, jika kali ini pun dia harus menyerah pada egonya sendiri. Setelah berpikir keras, Skylar memutuskan untuk merogoh sakunya demi membawa gadis itu kemari dan tidak akan dia biarkan lepas seumur hidupnya. Semua skenario sudah terinci jelas dalam kepalanya, tinggal menjalankan, entah malam ini atau besok malam.

Dan di sinilah dia berdiri. Skylar tidak punya waktu menyesali keputusannya, meski dia sadar tindakannya sangat tolol. Tak ada yang bisa dia lakukan lagi selain berusaha menenangkan gejolak dalam dadanya setiap kali bayangan sepupunya muncul pada mantan pelacur yang kini bekerja di kediamannya.

Entah sampai kapan pemuda itu akan berhenti bersikap dingin dan memberikan tatapan tajam pada Alexa.