Dua hari yang lalu, sebenarnya Skylar sudah meminta kepala koki untuk memberikan peringatan pada koki wanita di restoran bawah. Sayangnya, dia tidak bisa langsung memecatnya karena belum ada bukti jika wanita itulah yang melukai Alexa. Tidak ada yang melihat, tak ada yang bisa memberikan kesaksian.
Namun karena kejadian semalam, Skylar memutuskan melakukan hal lain yang bisa memastikan wanita itu angkat kaki selamanya dari restoran hotelnya. Tidak ada jaminan dia mau diam saja setiap kali Alexa masuk ke dapur bawah. Melarang pelayannya belajar di dapur pun terkesan sangat jahat dan tak menyelesaikan masalah. Sayangnya, memindahkan ke cabang hotel lain jelas tak ada dalam pilihan.
Skylar pun kembali bekerja, karena dia harus menyelesaikan tumpukan dokumen itu hari ini juga. Tangannya baru membalik dua halaman, namun gerakannya terhenti. Dia lupa dengan makan siang.
Lagi-lagi, tangannya meraih telepon dan menghubungi telepon di lantai 52.
Sambungan itu dijawab setelah nada tunggu kelima.
"Alexa, maaf merepotkanmu, tapi bisakah nanti siang kau keluar untuk membelikan makanan? Subway juga tidak masalah. Aku cukup sibuk hari ini jadi tidak bisa keluar membeli makanan. Pakai saja kartu kreditnya."
Kemudian, telepon ditutup, dan Skylar kembali menenggelamkan fokusnya pada dokumen di meja.
…
Beruntung Skylar bisa menyelesaikan pekerjaannya sebelum pukul tujuh malam. Dia pun memberitahu Alexa agar gadis itu bersiap-siap untuk makan di luar lagi.
Kali ini, Skylar berencana makan di restoran yang tidak membutuhkan reservasi. Meski masakannya tidak selevel dengan restoran berbintang Michelin, kali ini dia harus bertahan. Kesibukan hari ini membuatnya tak bisa memesan kursi di restoran terkenal. Namun dia tak terlalu mempermasalahkannya, karena pasti Alexa kesulitan memilih pakaian yang layak dengan adanya luka di tubuhnya.
Dia pun memilih restoran yang lebih santai dan baru tiba di sana pukul delapan. Masih ada sisa sekitar satu jam sebelum acara rapatnya malam ini bersama para koki restoran hotel miliknya.
Seperti biasa, Skylar menyuruh gadis itu memilih menu, membiarkannya mencoba masakan baru dengan harapan bisa membuatkan menu yang sama untuknya di kemudian hari. Lagi-lagi, dia menekankan pada Alexa supaya tidak sungkan dan memilih menu dengan harga murah.
Selama makan, Skylar tidak menduga jika cukup banyak bahan obrolan yang bisa mereka bicarakan, meskipun tidak satu pun topik mengenai bisnis dibahasnya. Ada perasaan rileks dalam dirinya karena tak perlu menggunakan otak saat makan.
Bisa dibilang, dari semua teman makannya, Skylar paling senang makan bersama Alexa karena dia tak perlu membahas bisnis dan menggunakan otaknya. Dia hanya perlu duduk dan menikmati makanan dengan tenang. Sesekali melemparkan candaan hingga gadis itu tertawa, menularkan senyum kepadanya tanpa disadari.
Skylar bahkan sampai melupakan jam. Dia baru tersadar jika nyaris satu jam mereka berada di sana. Jam sudah menunjukkan hampir pukul sembilan ketika Skylar melihat pergelangan tangannya. Sehingga, dia mengangkat tangan, memanggil pelayan untuk membayar. Dia harus cepat kembali, karena Skylar tidak ingin menjadi orang terakhir yang masuk ke dalam ruang rapat sambil dipandang oleh orang-orang lainnya.
"Ayo pulang," katanya setelah mendapatkan kembali kartu kreditnya dari pelayan.
Alexa hanya bisa menurut, karena dia melihat tuannya sedang terburu-buru. Mungkin sedang ada jadwal malam ini, sehingga dia harus buru-buru pulang.
Gadis itu juga tidak memikirkan apapun saat perjalanan pulang. Tuannya tidak mengatakan apa-apa soal rencana setelah sampai di hotel setelah ini. Tak heran jika ada tanda tanya besar ketika tuannya memencet tombol lift lain, bukan lift yang hanya memiliki akses ke lantai dasar dan lantai 51 ke atas.
Sayangnya, Alexa mengira jika hanya tuannya yang memiliki urusan di lantai lain. Sehingga, dia berjalan menuju lift yang biasa. "Kalau begitu, saya naik ke atas dulu."
Bertepatan dengan selesainya kalimat Alexa, pintu lift di depan Skylar terbuka. Pemuda itu tak membalas kalimat pelayannya, melainkan segera menarik tangan Alexa dan membawa masuk ke dalam lift sebelum gadis itu sempat melancarkan protes.
"Kau juga ikut," katanya singkat, lantas membiarkan lift menutup.
"Eh? Ada apa?" Alexa hanya keheranan, menatap tombol 40 yang menyala setelah ditekan. Namun, tuannya tetap diam dan tak mengatakan apapun.
Jujur saja, Alexa tak tahu apa yang ada di lantai 40. Dia tak pernah menggunakan kartu akses untuk naik turun ke setiap lantai dan menjelalah. Tapi dia pernah dengar kalau ada bar di sini. Mungkinkah tuannya ingin mengajak Alexa ke bar dan minum-minum?
Matanya melebar ketika memikirkan hal tersebut. Alexa masih belum legal untuk minum alkohol, seharusnya tuannya tahu itu. Namun begitu lift tiba di lantai 40, mereka tidak melihat lorong dengan kamar di sisi-sisinya. Melainkan ada ruangan lebar yang kosong, lalu disambung dengan lorong pendek. Di sisi-sisinya terdapat empat pintu, yang menandakan ada empat ruangan di sana.
Di dalam kepalanya, Alexa langsung menebak jika lantai ini berbeda dengan lantai lainnya. Selama ini, Alexa hanya pernah iseng turun ke lantai 50 melalui tangga dari lantai 51. Dari sana, dia berasumsi jika semua lantai memiliki desain yang sama. Namun di lantai 40, terlihat berbeda dengan lorong di lantai 50.
Langkahnya pun terbentuk, mengikuti tuannya yang sudah berjalan terlebih dahulu. Kepalanya menoleh ke kanan dan kiri, melihat sekitar yang sepi. Meski penerangannya tidak remang-remang, tapi kesannya sedikit seram. Seolah-olah tidak ada orang sama sekali di sana.
Suara pintu yang dibuka pun terdengar. Awalnya, Alexa tidak bisa melihat apapun di dalam ruangan itu karena gelap. Namun setelah lampu dinyalakan, barulah terlihat jelas jika di dalamnya terdapat meja dan kursi yang ditata sedemikian rupa hingga membentuk lingkaran.
"Ini … ruangan apa?"
Seraya berjalan, Skylar menjawab, "Ini ruang rapat. Khusus di lantai 41 bisa disewa dan digunakan sebagai ruang rapat dan pertemuan." Dia pun berhenti dan menarik kursi, kemudian duduk di sana. Dari tempatnya, dia bisa melihat pintu tanpa harus berbalik atau menoleh.
"Duduk sini," tambahnya seraya menarik sebuah kursi lain di sebelahnya.
Meski masih ada pertanyaan di kepalanya, Alexa tetap menurut dan duduk di sana. Tapi, tentu saja rasa penasarannya tidak bisa ditahan lebih lama. Sehingga, gadis itu pun bertanya, "Um … untuk apa kita kemari?"
Alexa tidak paham kenapa dia harus dilibatkan ke dalam ruang rapat. Meski secara teknis dia bekerja pada pemuda itu, tapi dia tak termasuk karyawan resmi di tempat ini, bukan? Jika tuannya ingin rapat bersama karyawan, harusnya Alexa tak perlu ikut. Dia jelas tak akan paham mengenai masalah yang dibahas, seperti masalah teknis perhotelan.
Alih-alih langsung menjawab, pemuda itu malah melihat ke arah jam tangannya lagi dengan santai. "Tunggu saja. Sebentar lagi pasti mereka datang."
Jam sudah menunjukkan pukul sembilan lebih sepuluh menit. Skylar memang mengatakan jika menyuruh para koki berkumpul untuk rapat dadakan pukul 9 setelah restoran tutup. Tapi dia tidak menyalahkan mereka karena belum datang setelah 10 menit berlalu. Skylar paham jika masih banyak urusan yang harus diselesaikan di dapur sebelum mereka bisa kemari. Atau bisa saja, mereka terpaksa melayani beberapa tamu yang jam pesannya mepet.
Tak berapa lama, pintu di depan mereka pun terbuka. Alexa bisa melihat satu per satu orang masuk ke dalam. Orang pertama yang masuk adalah kepala koki, disusul Isaac, Tuan Mike, dan koki-koki lain. Jelas saja Alexa bertanya-tanya ada apa gerangan para koki bisa berada kemari juga. Apakah ini adalah rapat yang melibatkan para pekerja dapur?
Pikiran Alexa langsung berhenti kala melihat satu orang wanita yang masuk paling akhir.
Emy.
Sementara itu, Skylar bisa melihat perubahan ekspresi dari orang yang masuk paling terakhir.
Matanya menyipit tidak suka.