Akhirnya hari ini pun tiba, dimana semua tiap kelas masing-masing di persiapkan untuk perlombaan yang di awali dengan babak penyisihan antar kelas. mereka Fay, Morgan, Cloe masih bertahan. Kini pertandingan basket yang akan jadi akhir dari perlombaan olahraga hari ini.
"Fay, lo kenapa?" tanya Morgan pada Fay karena sedari tadi, Faysa terlihat gelisah.
"Fine."
"Are you sure?"
"Hm ..." Fay semakin gelisah karena sakit pada bahu nya semakin terasa kembali.
Kelas XI IPA 2 dipanggil agar segera memasuki lapangan untuk mengikuti babak semi final. Mereka bertiga berdo'a. Dan dengan harapan Fay semoga kuat bertanding sampai akhir.
Hoodie Nya tidak pernah ia lepaskan sejak awal permainan karena ia sudah mendapat kan izin dari kepala sekolah juga OSIS yang bertugas. Maka dari itu, Fay bisa berekspresi apapun saat sakit itu terasa tanpa ada yang melihat.
Dilain tempat, kakak kelasnya telah membuat rencana yang bisa di bilang licik? Sebut saja begitu.
PRRRIIITTTT
Suara peluit tanda di mulainya permainan basket kali ini. Semakin panas para suporter kelas atau bahkan teriakan fans yang sangat menggelegar.
Sebuah kode dari kakak kelasnya untuk teman yang kini berada di belakang Fay. Laki-laki di belakang nya terus menekan Fay dan saat Fay men-shoot bolanya.
"Aarrgghhh ..." teriak Fay kesakitan namun Fay masih kuat berdiri dan ia masih bisa tahan rasa sakit nya.
"Sial ... jadi mereka tau kalo gue lagi kesakitan."
"Fay, lo gapapa?" Tanya Morgan begitu khawatir pada Fay.
"Fine, Gan." Jawab nya mesti dengan suara sedikit tertahan.
"Yakin, lo?"
"Hmm...."
"Okey kalo gitu kita cepat selesaikan ini." Sambung Cloe seraya men-drible bola basket dan dengan cepat men-shoot ke arah ring.
Prriitt.... "Three point XI IPA 2."
Perbedaan skor mereka sangat tipis sekali. Bahkan, sampai Fay hampir terkena cedera lagi pada bahu nya. Fay terus berusaha sekuat mungkin untuk mengakhiri permainan ini dan langsung pergi ke UKS agar bisa cepat mengobati sakitnya.
Morgan yang terlihat gelisah karena merasa khawatir dengan keadaan temannya, membuat Rio tersadar dengan apa yang kini sedang mereka alami.
Priittt ... pprriiittt ....
Pertandingan basket telah usai, Morgan langsung menghampiri Fay yang sekarang sedang meringis kesakitan sambil memegang bahunya.
"Fay kita ke UKS!"
"Gue bisa sendiri."
Kemudian seseorang menghampiri mereka, dengan wajah khawatir juga.
"Fay ... Lo gapapa? Astagaaaa ... Kita ke UKS sekarang."
"Hmm ..." deheman setuju Fay seraya mengangguk.
"Okey kalo lo sama Rio, gue tinggal dulu ... Semoga lo baik-baik aja."
"Hm ... Thanks.?"
"Ayo Fay ..." Rio menggandeng lengan Faysa dengan sangat hati-hati. Dan, setibanya di UKS.
"Nah untuk saat ini buka dulu jaket item lo itu biar gue bantu obatin, soalnya suster yang jaga UKS lagi libur."
"Aahhh shit." Batin Faysa mengumpat karena titah Rio.
"Gue bisa sendiri."
"Hah??? Yakin lo?"
"Hmm..."
"Beneran lo bisa?"
"Iya ... Udah sana lo pergi aja."
"Kalo gitu, gue beli makanan dulu buat lo, lo mau apa?"
"Terserah lo aja."
Sepeninggalan Rio, Fay menghela nafas lega sesekali mengernyit merasakan sakit pada bahunya. Jaketnya ia tanggalkan di atas kasur UKS, kemudian ia mencari obat-obatan yang dibutuhkan serta perban untuk membalut lukanya yang terbuka lagi.
Tanpa disadari, kegiatan Fay sedang diawasi oleh seseorang. Dengan wajah syok yang tak bisa di kalahkan dengan seperti mendapat undian jalan jalan keliling dunia.
"Jadi ... Selama ini, dia?"
Bayangan wajah Fay yang semula difikirkan nya ternyata meleset, justru lebih dari itu. Fay, dia sungguh sangat mengagumkan.
Segera setelah itu dia meninggalkan Fay yang kini masih membalut lukanya. Meskipun kekhawatiran kini menyeruak pada dirinya, tetapi tetap saja dia gak mau sampai ketahuan oleh sang empunya.
Rio pun akhirnya mengetuk pintu ruang UKS yang dipakai oleh fay, meskipun ia bisa saja masuk seenaknya, tapi ia tidak mau kehilangan teman nya lagi teman yang mau menemaninya saat susah dan senang, ya dia adalah Fay.
Meskipun rio sangat penasaran dengan wajah Fay, tapi Rio tetap menghargai privasi yang dijaga oleh Fay. Rio tidak mau menyakiti atau bahkan sampai membuat Fay marah kepadanya.
"Hey ... Ada apa ini? Kenapa jantungku ini?" Batin Rio merasa tak percaya dengan detak jantungnya.
"Gak mungkin dong, gue suka sama Fay? Dia itu cowok sama kaya gue? Nah ini ko? Gak mungkin, gak mungkin."
Perasaan ini muncul saat terakhir dia suka sama seseorang dan sekarang dia sangat membenci orang itu .
Di sisi lain.
"Akhirnya selesai juga."
Fay mendesah lega kemudian terdengar ketukan dari pintu dan ia bisa menebak pasti itu Rio.
"Gimana Fay? Udah selesai?"
"Yap udah."
"Mana makanan gue?"
"Nih ... Gue beliin soto ayam aja."
"Oke, gak papalah kebetulan gue belum sarapan."
"Loh, kok?"
"Iya tadi gue buru-buru soalnya gue kesiangan."
"Ohh gitu...."
"Hmm ... Yo, gue mau nanya sesuatu."
"Tanya apa?"
"eumm..."
"Apa?" Tanya Rio lagi saat Fay tak kunjung memberikan pertanyaan pada Rio.
"Lo yakin mau temenan sama gue?"
"Hah? Pertanyaan macam apaan tuh?" sahut Rio sedikit terkejut akan hal itu.
"Ya gue yakin lah, justru yang ada gue nanya sama lo, kenapa lo mau temenan sama gue? Gue kan ga punya apa-apa, ya walaupun itu cuma sementara sih. Tapi semuanya jauhin gue karena gue yang sekarang beda sama lo." Jawab Rio dengan semangat.
Fay menganggukkan kepalanya,
"tapi gue takut lo kena masalah kalo temenan sama gue."
"Masalah? Setiap orang pasti punya masalah, lagian kalo itu ada sangkut pautnya sama kita kan bisa beresin bersama."
Rio menjawab sambil memberikan senyum menawannya pada Fay.
"Apaan sih lo Yo, biasa aja kali mukanya, kaya yang lagi mau nembak cewe aja lo."
Deg, Kenapa Rio seolah terhipnotis akan suara itu?
"Gilaa ... Mana mungkin. Kita kan sama-sama cowok, masa gue suka sama lo."
Rio tertawa namun dalam hati dan detak jantungnya berbeda.
"Ya udah kita pulang aja gue capek, eh ngomong-ngomong lo menang ga tanding tadi?"
"Pasti dong, gini gini juga gue belajar beladiri."
Fay menganggukkan kepalanya seraya mengerti.
"Ya udah lo naik apa pulangnya?"
"Taksi ah ... Angkutan umum bikin gue mual."
"Nebeng gue aja."
"Hah.?? Bener nih?"
"Yoi!"
"Okelah .. Lumayan ngirit uang jajan."
~~~~~~