Jam pelajaran pertama telah usai, di lanjutkan dengan 1 jam lagi pelajaran yang ternyata tidak ada gurunya karena rapat di luar sekolah.
Hal itu tentu saja menjadi kesempatan para wanita mendatangi para anak baru yang berada di kelasnya saat ini. Mereka mengerubungi Cloe yang jelas-jelas lelaki tampan dengan mata sedikit sipit karena keturunan nya dan juga kulit putih nya. Fay tidak menghiraukan mereka yang sekarang sedang berisik di kelasnya, yang ia butuhkan saat ini adalah ketenangan.
"Fay, mau ikut gue?" tanya Rio sambil berdiri di sampingnya.
"Kemana?" jawab Fay tanpa menoleh ke sumber suara yang mengajak nya.
"Kita ke taman belakang, gue rasa lo butuh itu, lagian jam sekarang kan kosong di tambah lagi habis ini kita langsung istirahat."
"Oke."
Fay pun beranjak dari duduk nya kemudian mengikuti Rio dari belakang. Lama mereka berjalan melewati koridor kelas, setelah sampai di sana, Rio mengajak Fay menaiki satu-satu nya pohon besar yang berada di sana. Semilir angin begitu menyejukkan berhembus kearah mereka, Fay yang memakai celana tidak sedikit pun merasa kesulitan untuk menaiki pohon besar ini.
"Eh Fay ... Gue boleh tanya sesuatu?"
"...." Tidak ada jawaban.
"Fay?"
"Hmm ..."
"Maaf ya sebelumnya, gue mau tanya sama lo."
"Hm ..."
"Sebenernya, lo laki-laki atau perempuan?"
"...." Fay yang tak menjawab pertanyaan Rio membuatnya merasa bersalah.
"Fay?"
"Lo ga liat penampilan gue?"
"Iya sih dengan celana gitu pasti laki-laki, tapi suara lo?"
"...." Lagi, Rio merutuki bibir nya yang dengan lancang bertanya seperti itu pada teman sebangku nya saat ini.
"Eh, eh ... Kemana??" tanya Rio saat melihat Fakta hendak menuruni pohon.
"Gue mau balik." Akhirnya sambil menuruni pohon.
"Oke oke ... sorry ya karena pertanyaan lancang gue hehe. Eh, lo mau ngantin, gak?"
"Gak."
Fay berjalan menuju kelasnya, di sepanjang perjalanan menuju kelas banyak dari mereka para siswa siswi yang saling menatap aneh atau bahkan penasaran dengan siapa sosok yang ada di hadapan mereka ini. Fay tidak mempedulikan itu semua.
Hingga sesampai nya di kelas, Fay memasangkan kembali earphone nya.
-FAYSA POV-
Disaat seperti ini, yang gue mau berkumpul dengan teman, tertawa, makan bareng atau bahkan saling curhat. Tapi apa daya gue saat ancaman itu membuat gue takut akan mempunyai teman.
"Kamu tidak boleh memiliki teman, Fay." Ucap Robert dengan tegasnya pertanda tak ingin di bantah.
"Tapi kenapa dad?"
"Karena itu semua hanya akan menghambat pekerjaan kamu, itu akan membuat mereka yang dekat dengan kamu pun menjadi terluka, apa kamu mau hal itu terjadi?"
"No, Dad. I'm sorry." Lirih Faysa yang kini hanya bisa menunduk kan kepalanya hanya untuk menyembunyikan air mata yang sesaat mengalir di pipi mulus milik Faysa.
Sekilas ingatan tentang perkataan daddy nya terngiang begitu saja, dan seperti terhipnotis akan hal itu, Fay menundukkan kepala pada tangan yang sudah terlipat di atas meja.
"Fay, lo kenapa?" tanya Rio dengan suara yang terdengar khawatir.
"...."
"Gak jawab mulu pertanyaan gue, tuli kali? ga bermaksud, tapi gue penasaran." Batin rio.
Bel masuk pun berbunyi, hingga akhirnya dengan terpaksa Fay menegak kan kembali badannya seraya menatap lurus ke depan.
Di sampingnya ada Rio yang masih tertidur dengan wajah yang menghadap ke Fay. Faysa yang sadar bahwa guru baru saja masuk kelas langsung menyenggol pinggang Rio.
"Apaan sih?" tak ada jawaban dari Faysa yang ada Faysa kembali menyenggolnya kali ini sedikit lebih keras.
"Apaan sih? Gue baru aja nutup mata."
Sesaat, Rio melihat kemana arah si hoodie itu menatap dan ... Jenjeng!!!di belakang Rio ada guru yang menjadi musuhnya, pa Alberto guru matematika saat ini.
"Rio, keluar dari kelas ini."
"A ... a...anu, Pak—" jawabnya tergagap seraya mencari alasan yang tepat.
"Dia sakit, Pak." Bela Fay yang langsung di tatap oleh Rio dengan tampang seolah mengucapkan terima kasih.
"Oh begitu, kalau begitu kamu ke UKS."
"Baik pak, terima kasih," dengan aktingnya yang pura-pura lemas langsung di sanggah oleh Fay dan mulai berdiri berniat meninggal kan kelas.
"Sebaiknya saya antar dia, Pak."
"Baiklah, nama kamu Faysa? Anak baru dari USA itu?"
"Iya pak."
"Baiklah kalau begitu, temani dia di UKS karena sekarang sedang tidak ada perawat di sana."
"Baik pak, kami pamit."
Mereka berdua pun meninggalkan kelas dengan Rio yang tangannya merangkul pundak Fay. Hal itu mereka lakukan sampai di persimpangan UKS.
"Kita masuk Fay."
"Ya."
"Thanks ya, udah mau bantu gue dari pak Alberto."
"Ya, " jawabnya dengan singkat.
"Fay?"
"Ya?"
"Gue boleh jadi temen lo?"
Ini yang gue gak mau. Please ... gue mesti jawab apa? Tapi gue pengen punya temen walau pun satu orang itu tidak masalah.
Sementara Fay yang sibuk dengan pemikirannya rio merebahkan badannya ke kasur.
"Gue gak punya temen sejati di sekolah ini, yang jadi temen gue disini cuma mau manfaatin gue, karena gue kaya dan kata orang gue terlalu baik sampai akhirnya mereka cuma memanfaatkan harta gue untuk kepentingan mereka. Gue sadar walau gue tampan, tapi gue pengen punya teman yang setia susah dan senang."
fay mendengarkan dengan seksama keluhan Rio.
"Tapi saat ini gue lagi terkena hukuman, karena terlalu banyaknya pengeluaran gue yang banyak teraktir temen-temen. Mereka hilang, gak ada yang mau deketin gue, gak ada yang mau ngobrol sama gue bahkan nyapa sekali pun. Sedih, hahaha ... untuk apa tampan tapi hanya di manfaatkan?"
"Gue juga pengen punya temen sama kaya lo Ri, tapi gue ..."
Fay sadar akan perbincangannya ini akan menimbulkan masalah ke depan nya. "Tapi untuk kali ini saja maafkan aku, Dad? "
"Tapi apa, Fay?"
"Gue ga boleh berteman sama siapa pun."
"Why?" terkejut bukan main. Mana ada jaman sekarang orang hidup sendiri-sendiri.
"My family."
Rio menganggukkan kepalanya seraya mengerti bahwa Fay dilarang berteman oleh keluarganya.
"Kita kan sama- sama lelaki, siapa tau itu diperbolehkan."
"Apa lo bisa bela diri?"
"Hah?"
"Bela diri? Lo bisa ga?"
"Sedikit sih," ucap Rio sambil memberikan cengiran tampannya.
"Bagus, kalo gitu."
"Bagus? Bagus apanya? Gue hanya mampu lindungi diri gue sendiri heheh...."
"Gak masalah."
"Okey kalo gitu, lo mau ga jadi temen gue, Fay?"
"Hm ..." Fay nampak berfikir sejenak
"Okey."
Maafkan aku Dad, aku hanya ingin menjadi siswa normal yang memiliki teman.
"Yees!!! Thanks bro..." girang Rio sambil merangkul bahu Fay.
"No problem."
"Akhirnya gue punya temen."
"Harusnya gue yang terima kasih sama lo Rio. Kalau gak ada lo, mungkin sampai saat ini gue akan sendirian. Gue selalu mengharapkan moment ini, moment disaat gue bisa nyapa seseorang yaitu teman gue." ucapan sepanjang itu hanya Fay ucap kan dalam hati nya.
Tidak terasa mereka terdiam di UKS sampai jam pelajaran terakhir.
"Fay kelas yu, bel pulang nih."
"Oh iya , ayo!"
Mereka berdua pun berbincang sampai kelas, mereka membawa tas mereka dan menuju parkiran sekolah.
Di sana ada kakak kelas yang sedang berkumpul, sekitar delapan orangan dengan gaya yang beda-beda.
Ada yang bajunya di keluarkan ada yang rambut acak-acakan, ada juga yang rapi. Tapi ada apa dengan mereka saat melihat ke arah Rio, mereka seolah menatap jijik kepadanya.
"Eh Rio ... mau pulang ya? Naik apa? Becak?" Hahahha mereka semua mengejek dan mentertawakan Rio.
"Eh, jangan gitu dong, dia kan gebetan gue," sahut salah satu cewek di gerombolan itu. Cewek itu adalah cewek yang emang di pancing buat morotin Rio.
"Hah ... Apa-apaan sih ... udah miskin buang aja walau tampan tapi ga ada duit nya percuma kalo di sekolah ini tuh gak ada nilai nya." Sahut orang yang pertama bicara.
"Hahahh udah pergi sono, eh dia ada temen baru tuh ... jangan-angan mau dia manfaatin, lagi."
"Kita pergi." Sambar fay tiba-tiba, Mereka berjalan menuju motor Faysa yang lumayan cukup jauh dari gerombolan tadi.
"Kok lo diem aja sih di gituin sama mereka?"
"Gak tau ... Gue masih anggap mereka temen gue."
"Oh ... Temen kaya gitu?"
"Hm ..."
"Yaudah, lo pulang naik apa?"
"Gue naik angkutan umum."
"Udah sama gue aja."
"Yang mana motor lo?"
"Ini," tunjuk Fay pada motor kesayangannya.
"Wah kereenn ... Lo naik ini ke sekolah?"
"Iya, buruan." Ajak kan Faysa untuk pertama kalinya. Dan pertama kalinya juga ia memboncengi seseorang selain keluarga nya.
Itukah yang di namakan teman? Gue takut itu akan terjadi sama gue. Please jauhkan semua itu karena yang gue mau, gue punya temen yang selalu ngerti gue selalu ada buat gue.
"Oke ... gue turun disini aja Fay, thanks ya."
"Sip, gue cabut."