"Natali yang menjebakku! Ia yang memasukkan obat ke dalam minumanku dan mengirimkan aku ke kamar Aiden. Mengapa harus aku yang disalahkan atas semua perbuatan yang tidak kulakukan?" Teriak Anya sambil berusaha membela diri dari tuduhan Ayahnya.
Suara Deny dan Anya semakin lama menjadi semakin keras sehingga menarik perhatian seluruh pengunjung di kafe tersebut, termasuk Natali yang memang sengaja membuntuti ayahnya.
Dari tempat duduknya, Natali bisa mendengar Anya menyebut-nyebut namanya. Ia tahu Anya bukan orang bodoh dan saudara tirinya itu pasti sudah tahu bahwa ia yang merencanakan semua ini. Anya pasti sudah tahu bahwa Natali lah yang menjebaknya.
Tetapi ia tidak peduli. Toh, Anya tidak bisa melakukan apa pun. Apa coba yang bisa wanita itu lakukan? Saat ini saja, semua orang di sekitar menatap Anya dengan jijik. Mereka semua menganggap Anya sebagai seorang wanita murahan yang menggoda tunangan orang lain.
Tatapan orang-orang itu pada Anya membuat Natali merasa senang, ia bisa mendengar orang-orang itu berbisik dan menghina Anya secara diam-diam.
"Sepertinya aku mengenal wanita yang duduk di sana." Kata salah satu pengunjung di samping meja Natali secara tiba-tiba.
"Yang mana?" tanya temannya, membuat wanita pertama yang membahas topik pembicaraan ini menunjuk ke arah Anya secara diam-diam.
"Eh! Itu kan wanita yang ada di koran karena berita perselingkuhan itu. Yang selingkuh dengan Aiden Atmajaya!" Kata salah seorang pengunjung di meja samping Natali.
Di meja itu, lima orang gadis yang tampak modis dan kekinian sedang mengobrol. Tentu saja wanita-wanita muda itu sangat menyukai gosip, apalagi jika gosip itu berhubungan dengan seorang pria kaya yang tampan. Melihat keberadaan Anya seolah memberi mereka bahan gosip yang sangat hangat, membuat mereka bersemangat untuk membahasnya.
"Ah! Pantas saja rasanya aku pernah melihat wajahnya. Siapa ya pria yang bertengkar dengannya?"
"Bukankah itu Deny Tedjasukmana? Ayah Natali? Pasti pria itu sedang mendamprat wanita murahan yang menggoda tunangan putrinya!"
"Mana ada ayah yang rela melihat putrinya sedih? Kalau aku jadi ayahnya, aku juga akan menghajar wanita itu habis-habisan. Tapi, ngomong-ngomong, wanita itu cantik juga ya?"
"Memang sih wajahnya cantik. Tapi apa gunanya cantik kalau sikapnya sangat murahan."
Mereka berlima terus membicarakan berita terhangat itu sambil tertawa cekikikan, tidak sadar bahwa Natali yang berada di samping mereka juga ikut mendengarkan.
Mendengar hinaan-hinaan itu ditujukan pada Anya, Natali merasa sedikit puas. Tetapi ada satu hal yang membuat kebencian tetap mengganjal di hatinya. Pakaian dan tas yang dikenakan Anya membuatnya merasa iri. Sepertinya, ini adalah saatnya untuk beraksi!
Saat ia bangkit berdiri dari kursinya, sekelompok wanita di sampingnya menoleh, seolah mengenalinya.
"Eh, itu bukannya ..." kata salah seorang wanita sambil menyenggol teman di sampingnya.
"Iya, iya! Dia adalah Natali Tedjasukmana, korban dari perselingkuhan ini."
"Ternyata dia cantik sekali. Kok bisa Aiden berselingkuh dengan orang lain, padahal ia memiliki tunangan secantik ini."
"Eh lihat! Sepertinya ia akan mendatangi selingkuhan tunangannya ..."
"Sepertinya akan terjadi pertengkaran hebat."
"Ayo kita rekam! Pasti berita ini nanti akan viral!"
Natali berpura-pura tidak mendengar kata-kata orang-orang di sampingnya tetapi dalam hati ia merasa senang mendapatkan dukungan dari publik. Ia merasa besar kepala saat orang lain menyebutnya cantik.
Bagus, bagus! Bela aku dan hina wanita itu. Dengan ini, Anya akan semakin menderita ...
Ia terus berjalan ke arah Anya. Ekspresi sedih, marah dan kesal bercampur aduk di wajahnya. Deny dan Anya terlalu tenggelam dalam pertengkaram mereka sehingga mereka berdua sama sekali tidak menyadari kedatangan Natali. Natali memanfaatkan kesempatan untuk mengambil gelas kopi di hadapan Anya. Ia menumpahkan seluruh isi gelas itu ke arah baju Anya secara tiba-tiba, membuat Anya terperanjat karena terkejut bukan main.
Baju Anya yang berwarna cerah langsung ternodai. Tas limited edition yang diinginkan oleh Natali pun terkena percikan kopi itu dan menjadi kotor. Dalam hati, ia merasa sangat puas melihat penampilan Anya yang kacau balau. Tetapi ia tidak boleh menunjukkannya. Ia harus tetap terlihat seolah ia adalah korban. Korban atas perselingkuhan Anya dan Aiden.
Dengan kemampuan aktingnya yang hebat, ia bisa mempermalukan Anya di muka umum dengan mudah. Tidak butuh waktu lama bagi Natali untuk meneteskan mata. Dalam beberapa detik saja, air mata mulai mengalir satu demi satu di wajahnya yang cantik, membuat semua orang yang berada di ruangan itu merasa kasihan kepadanya.
"Mengapa kamu menggoda tunanganku? Apa salahku padamu?" kata Natali dengan lirih sambil terisak. Ia menatap Anya dengan tatapan tidak percaya seolah tidak percaya bahwa ada orang yang akan sekejam ini kepadanya, merebut tunangannya yang dicintainya. Skenario itu sungguh luar biasa ...
...
Bukan hanya Natali saja yang membuntuti ayahnya, tetapi ada sosok lain yang juga mengikuti Anya. Memang Anya menyuruh Abdi untuk menunggu di rumah sakit, tetapi bukan berarti pria paruh baya itu akan meninggalkan Anya seorang diri. Ia telah diperintahkan oleh Aiden untuk mengawasi dan menjaga Anya. Itu sebabnya, diam-diam Abdi mengikuti Anya hingga ke dalam kafe. Ia menjaga jaraknya cukup jauh dengan Anya sehingga wanita itu tidak tahu bahwa ia sedang mengikutinya.
Tempat duduknya cukup jauh dari Anya dan pendengarannya sudah mulai melemah karena usia sehingga Abdi tidak bisa mendengar semua pembicaraan Anya dan ayahnya dengan jelas. Tetapi samar-samar ia bisa menangkap inti pembicaraan mereka, apa lagi suara Deny semakin lama menjadi semakin keras.
Deny meminta bantuan pada Anya tetapi Anya menolak. Hanya itu yang ia tahu.
Namun, lama kelamaan suara Deny menjadi semakin meninggi. Ia berteriak-teriak hingga menarik perhatian semua pengunjung di dalam kafe tersebut. Pada saat itu lah, Abdi merasa ia harus melaporkan hal ini kepada Aiden.
"Tuan, Nyonya sedang berada dalam masalah," kata Abdi setelah sambungan teleponnya terhubung dengan Aiden.
"Ada apa?" tanya Aiden.
"Sepertinya Tuan Deny sedang marah besar pada Nyonya," jawab Abdi.
Dari sambungan telepon itu, Aiden samar-samar bisa mendengar suara keramaian dan keributan. Suara teriakan Deny juga terdengar, walaupun tidak seberapa jelas.
Aiden mendengar suasana yang ramai itu tiba-tiba hening seketika. Keheningan itu membuat firasat buruk menyusup ke dalam hatinya sehingga ia langsung meninggalkan pekerjaannya dan turun ke arah tempat parkir bawah tanah di kantornya bersama dengan Harris. Untung saja ia selalu meninggalkan salah satu mobilnya di kantor untuk keperluan mendadak seperti ini.
"Aku akan segera kesana," katanya singkat dan kemudian menutup teleponnya.
Setelah panggilan telepon itu berakhir, Abdi merasa kebingungan. Ia tidak tahu apa yang bisa ia lakukan saat ini. Ia hanyalah seorang supir. Ia tidak punya hak untuk ikut campur dalam permasalahan pribadi Anya, yang merupakan majikannya sekarang. Aiden juga hanya memerintahkannya untuk mengawasi Anya dari jauh. Selain itu, saat melaporkan kejadian ini pada Aiden, pria itu sama sekali tidak memberinya perintah dan hanya mengatakan bahwa ia akan segera datang ke tempat ini.
Apa yang harus ia lakukan saat ini?
Sepertinya, satu-satunya hal yang bisa ia lakukan adalah menunggu kedatangan Tuannya. Ia hanya bisa berharap Tuannya itu segera datang secepat mungkin.