Chereads / Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO / Chapter 22 - Pertengkaran Hebat

Chapter 22 - Pertengkaran Hebat

Kopi itu tidak hanya membasahi tubuh Anya, tetapi rambut panjangnya dan wajahnya pun ikut terkena kopi. Ia begitu terkejut karena Natali menyiramkan kopi itu secara tiba-tiba, membuatnya tidak bisa berkata apa-apa. Tubuhnya seolah kaku dan tidak bisa bergerak.

Rasa terkejut, marah dan kesal bercampur di dalam hatinya ...

Sebenarnya apa salahku sehingga aku diperlakukan seperti ini?

Ia bisa mendengar orang-orang di sekitarnya berbisik-bisik menghinanya. Bahkan beberapa orang tidak berusaha untuk memelankan suaranya sehingga ia bisa mendengar kata-kata mereka.

Wanita murahan, wanita penggoda, wanita perebut tunangan orang lain …

Sebutan-sebutan itu keluar dari mulut mereka, berusaha untuk merendahkan dan menyudutkan Anya. Mereka menilai Anya sebagai seorang wanita yang tidak baik hanya karena berita yang beredar dan pengakuan dari satu pihak.

Ia bahkan tidak mendapatkan kesempatan untuk membela dirinya.

Anya menundukkan kepalanya, melihat kondisi bajunya saat ini. Baju yang dipilihkan oleh Hana tadi pagi. Baju yang membuatnya merasa ceria saat meninggalkan rumah, baju yang indah itu sekarang telah kotor, dipenuhi dengan noda kopi.

Ia mendongak dan menatap wajah ayahnya, sementara Deny hanya memandanginya dengan dingin. Ayahnya tidak melakukan apa pun. Ia tidak mau membantunya. Pria itu diam saja saat melihat Natali menyiramnya dengan kopi dan mempermalukannya di muka umum.

Bahkan ia melihat sedikit kepuasan di mata Deny. Salah satu sudut bibirnya sedikit tersungging, memancarkan senyum sinis seolah mengatakan bahwa semua ini memang salah Anya sehingga ia pantas mendapatkan perlakuan seperti ini. Ia pantas untuk dipermalukan seperti ini.

Sebenarnya, apakah aku benar-benar putrinya? Apakah ia benar-benar ayahku?

Ayah macam mana yang membiarkan putrinya diperlakukan seperti ini?

Ia melihat orang-orang di sekelilingnya. Sekelompok wanita tampak tertawa cekikikan saat melihatnya basah kuyup. Beberapa dari mereka mengangkat handphone mereka, tampak sedang merekam pertengkaran yang terjadi. Mereka menganggap kejadian ini sebagai lelucon dan suatu pertunjukkan menarik.

Beberapa pelayan terlihat panik. Mereka terlihat ingin membantu tetapi juga merasa takut, sehingga pada akhirnya mereka hanya bisa saling senggol satu sama lain. Mereka merasa gelisah saat menunggu manager mereka yang tidak kunjung datang.

Tidak ada satu orang pun di tempat ini yang bisa Anya andalkan.

Saat ini ia sendirian dan ia harus menyelesaikan semuanya seorang diri.

"Mengapa kamu menggoda tunanganku? Apa salahku padamu?" kata Natali dengan lirih sambil terisak.

Anya merasa ingin tertawa saat mendengar kata-kata Natali. Ia melihat Natali datang dengan mengenakan pakaian mewah dan tas bermerek. Rambut coklatnya tampak tergulung dengan indah seolah ia baru saja pulang dari salon. Sementara itu, make up tebal menghiasi wajahnya, membuat wajahnya terlihat semakin cantik.

Mengapa selama ini ia tidak pernah menyadari bahwa orang yang ia anggap sebagai saudara sendiri ternyata selicik ini.

"Aktingmu sungguh mengesankan," katanya dengan dingin sambil balas menatap Natali dengan berani.

Ia melakukan hal ini untuk membela dirinya, namun, di mata orang lain ia malah tampak seperti penjahat yang tidak mau mengaku dan malah menyalahkan orang lain.

Kata-kata Anya membuat air mata yang mengalir di pipi Natali menjadi semakin deras. Kemampuan akting Natali memang patut diacungi jempol. Ia bisa menarik simpati semua orang dengan mudah dan membuat semua orang percaya kepadanya semudah menjentikkan jari.

"Mengapa kamu melakukan ini kepadaku?" tanyanya sambil menangis tersedu-sedu.

Anya mengalihkan pandangannya dari Natali seolah sudah muak melihat sikapnya. Ia beralih untuk menatap ayahnya. "Aku datang ke hotel itu untuk bertemu dengan Natali. Ia bilang ia akan meminjamkan uang yang aku butuhkan untuk pengobatan ibu karena ayah tidak mau meminjamkan uang padaku. Natali yang memberi obat pada minumanku, membuat aku tidak sadarkan diri dan mengirimkan aku ke kamar Aiden. Itu adalah kenyataannya!" katanya dengan tegas. Ia menatap mata ayahnya lurus-lurus, ingin menunjukkan bahwa ia tidak berbohong.

Namun, ayahnya hanya mendengus. Kemudian ia melengos, seolah malu untuk menatapnya.

Anya sudah tidak tahu harus menjelaskan seperti apa lagi. Apa pun yang ia lakukan tidak ada gunanya. Semua usahanya sia-sia. Ayahnya sendiri saja tidak percaya padanya, apalagi orang lain. Tidak akan ada orang yang mempercayainya.

"Apa maksudmu? Aku sudah cukup baik padamu. Aku mau meminjamkan uang tabunganku untuk pengobatan ibumu. Tetapi ketika kamu tahu tunanganku sangat kaya, kamu malah sengaja menggodanya dan tidur dengannya. Kamu sengaja menyakiti hatiku," katanya sambil terisak. Matanya merah, sementara air mata terus mengalir di wajahnya seolah ia merasa sangat sedih telah diperlakukan secara tidak adil. "Kalau memang kamu mau mengelak, tidak perlu mengkambing hitamkan aku. Aku adalah korbannya! Kamu yang telah melakukan semua ini kepadaku …"

Anya merasa sangat lelah menghadapi kepura-puraan Natali. "Kamu mungkin telah menjebakku dan membohongi semua orang. Tetapi apakah kamu pikir Aiden tidak tahu itu?" katanya dengan pelan.

Kata-kata Anya membuat Natali sedikit tersentak. Topeng di wajahnya yang sempurna seolah menunjukkan sedikit retakan, meski hanya berlangsung sebentar saja.

Mana mungkin Aiden mengetahuinya?

Ia sudah menghapus semua bukti CCTV dan menyuap semua saksi. Aiden tidak akan bisa mendapatkan bukti bahwa ia yang melakukan semua ini.

Lagipula, pria itu buta. Ia tidak bisa melihat pelayan yang mengirimkan Anya ke kamarnya. Ia tidak akan mengetahui apa pun.

Dalam hati, ia tersenyum sinis. Anya hanya berusaha untuk menakutinya!

Anya bisa melihat keraguan di mata Natali, walaupun hanya berlangsung beberapa detik saja. Ia memutuskan untuk terus berusaha menyudutkannya. Ia harus mendesak Natali supaya Natali mau mengakui perbuatannya. Hanya Natali yang bisa menjelaskan semua ini.

"Aku dengar sendiri bahwa asisten Aiden, Harris, mengatakan bahwa kamu lah yang mengirimkanku ke kamar hotel Aiden agar ia membatalkan pertunangan. Kamu tidak ingin perjodohan ini terus berlangsung," kata Anya dengan tenang. Ia menatap Natali dengan dingin dan tatapan kosong seolah ia mengatakan yang sejujurnya.

"Omong kosong!" bantah Natali dengan keras. Sedikit rasa panik bisa terdengar dalam suaranya, tanda bahwa ia mulai terpengaruh oleh kata-kata Anya.

"Semua ini salahmu. Kalau kamu tidak menggoda tunanganku, mana mungkin ia membatalkan pertunangan seperti ini? Sekarang, Aiden telah meninggalkan aku. Kamu terus menyalahkan semua ini padaku. Kamu juga tidak mau membantu ayah, tidak mau membantu Keluarga Tedjasukmana. Apa sebenarnya maumu?" teriak Natali dengan keras. Ia ingin semua orang di ruangan itu mendengarnya dan berpikir bahwa Anya adalah orang yang sangat jahat.

"Saat ibuku sakit, apakah keluargamu yang membantu? Apakah kalian yang meminjamkan uang dan membayar uang rumah sakit? Ayah saja sama sekali tidak memedulikanku. Mengapa aku harus membantu keluarga kalian sekarang?" Anya meluapkan emosi yang tertumpuk di dalam hatinya. Ia sudah tidak peduli lagi orang lain akan menganggapnya seperti apa. Ia ingin dua orang di hadapannya itu mengetahui apa yang ia rasakan selama ini.

"Dasar kurang ajar! Apa hakmu menuduhku seperti itu?" Deny tidak bisa menahan dirinya lagi. Ia bangkit berdiri dan mengangkat tangannya tinggi-tinggi, menampar sisi wajah Anya dengan keras.

Mata Anya terbelalak saat menatap ayahnya dengan tidak percaya. Salah satu tangannya langsung terangkat untuk memegangi pipinya sementara air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Pipinya terasa panas, tetapi rasa sakit di dalam hatinya jauh lebih hebat daripada rasa sakit di wajahnya …