Chapter 15 - Rumah Kaca

Setelah berkeliling, Hana kembali ke dapur untuk menyiapkan makan malam. Anya memutuskan untuk menghabiskan waktu dan berjalan-jalan di taman bunga iris, di depan rumah barunya.

Tadi ia hanya bisa melihat taman bunga itu sekilas dari mobil, ternyata aslinya jauh lebih indah daripada yang ia bayangkan. Taman bunga itu begitu besar dan di bagian tengahnya terdapat sebuah rumah kaca. Ketika ia memasuki rumah kaca tersebut, ia tidak bisa mempercayai matanya sendiri. Rumah kaca itu jauh lebih indah dibandingkan taman bunga iris di depannya.

Berbagai macam jenis bunga dengan warna yang beragam tumbuh di sana. Sebuah kursi ayun putih yang dililit dengan tanaman sulur membuat tempat itu seperti berasal dari negeri dongeng. Tempat ini akan menjadi tempat favoritnya di rumah, tempat persembunyiannya.

Saat ia sedang mengelilingi rumah kaca tersebut dan memperhatikan setiap tanaman yang ada di dalamnya, salah seorang pelayan yang masih cukup muda mendekatinya. "Nyonya, makan malam sudah siap."

Ia begitu tenggelam dalam pikirannya sendiri sehingga ia tidak sadar langit sudah mulai gelap. Ia mengucapkan terima kasih pada pelayan tersebut dan menyuruh pelayan itu untuk kembali terlebih dahulu.

Anya menarik napas dalam-dalam dan mempersiapkan dirinya karena ia akan kembali ke dalam rumah dan bertemu dengan Aiden lagi.

'Anya kamu pasti bisa melewati semua ini,' pikirnya dalam hati.

Kemudian, kakinya melangkah, meninggalkan tempat bak negeri dongeng dan kembali ke kenyataan.

….

Ketika Anya melangkah memasuki ruang makan, Aiden sudah duduk di salah satu kursi, tepat di ujung meja besar itu. Berbagai macam makanan lezat sudah disiapkan di atas meja, menunggu untuk disantap. Anya langsung duduk di salah satu kursi, di samping Aiden.

"Sudah selesai berkeliling?" tanya Aiden tiba-tiba.

Anya tidak menyangka pria itu akan memulai pembicaraan dengannya. "Sudah. Rumahmu indah sekali," jawabnya.

Aiden tidak mengatakan apapun. Ia hanya mengangguk dan memberi isyarat pada Anya untuk segera makan. Mereka makan dalam diam. Tidak ada suasana harmonis dan penuh cinta seperti pasangan yang baru menikah pada umumnya. Hanya ada keheningan dan rasa canggung yang membuat Anya merasa sulit untuk menelan makanannya.

Setelah selesai makan pun, Aiden kembali ke ruang kerjanya. Anya memutuskan untuk pergi ke kamarnya dan beristirahat.

Saat ia memasuki kamar mandi di kamar utama, ia menyadari bahwa di dalam kamar mandi itu sudah dipenuhi dengan berbagai produk kecantikan wanita yang masih baru. Di dalam lemarinya juga sudah ada beberapa pasang piyama wanita yang tampak mahal. Tangan Anya menyentuh salah satu piyama itu dan merasakan bahannya yang sangat lembut saat menyentuh tangannya. Sepertinya, Aiden sudah menyuruh para pelayannya untuk mempersiapkan semua ini untuknya.

Air hangat seolah membuat rasa lelah yang ia rasakan menguap. Ia segera membersihkan seluruh tubuhnya dan bersiap untuk tidur.

Setelah selesai, ia kembali ke kamar dan menemukan bahwa Aiden sudah berada di ruangan tersebut. Anya berhenti melangkah saat melihat keberadaan Aiden. Pria itu duduk di sebuah kursi sambil menatap pemandangan danau yang terlihat dari jendela kamarnya. Kemejanya sudah tidak serapi sebelumnya. Dua kancing bagian teratas terbuka, sedikit memperlihatkan dadanya. Ia seolah kehilangan kemampuannya untuk berkata-kata dan tatapannya terpaku pada pria yang telah menjadi suaminya itu.

Mendengar pintu kamar mandi terbuka, Aiden langsung menoleh. Ia melihat Anya yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan piyama barunya. Rambutnya sedikit basah karena tetesan air, membuatnya terlihat sangat menggoda. Wajahnya polos tanpa riasan apapun, membuatnya tampak lebih segar, sementara pipinya sedikit merona karena air panas.

Aiden segera bangkit berdiri dan menghampiri Anya. Ia bisa mencium wangi sabun yang beraroma bunga dari tubuh Anya saat sedikit menundukkan kepalanya ke arah wanita itu. Mereka berdiri berhadapan selama beberapa saat, sebelum akhirnya Aiden melewatinya dan masuk ke dalam kamar mandi.

Setelah pintu kamar mandi tertutup, Anya seolah baru bisa bernapas kembali. Rasanya jantungnya berdegup dengan sangat kencang sementara kakinya kaku dan tidak bisa bergerak. Wajahnya memerah ketika mengingat Aiden sedikit mencondongkan tubuhnya ke arahnya.

Apa yang baru saja terjadi?

Anya terpaku di tempatnya selama beberapa menit hingga ia bisa mendengar suara shower dari dalam kamar mandi. Suara itu membuatnya tersadar dari lamunannya.

Saat ia hendak berjalan menuju ke tempat tidur, pemandangan danau dari jendela yang dilihat oleh Aiden sebelumnya seolah menariknya. Danau itu terlihat sangat tenang. Permukaannya jernih, sehingga pantulan bulan yang menggantung tinggi di langit bisa terlihat. Pemandangan itu sangat indah dan seharusnya membuat hatinya merasa tenang.

Tetapi berkebalikan dengan danau yang terlihat tenang itu, hati Anya terasa kacau. Semua ini karena keberadaan Aiden. Pria itu dingin, misterius dan menakutkan. Tetapi entah mengapa, hatinya terasa kacau saat berada di dekatnya.

Terutama saat ia menghampirinya tadi, dengan kancing kemejanya yang sedikit terbuka …

Anya mengibas-ngibaskan tangannya di atas kepala, seolah berusaha untuk mengusir pemikiran itu dari benaknya. Apa yang ia pikirkan barusan? Apakah ia sudah gila?

Ia menggunakan kedua tangannya untuk menutupi wajahnya seolah malu dengan apa yang ia pikirkan. Bahkan ia tidak menyadari bahwa pintu kamar mandinya sudah terbuka.

Aiden keluar dari kamar mandi hanya dengan celana panjang tidurnya, sementara bajunya ia sampirkan di pundaknya. Ramput cepaknya yang sebelumnya ditata menggunakan gel sekarang basah dan masih meneteskan air. Ia tidak berjalan ke arah tempat tidur, tetapi menghampiri Anya yang sedang menghadap ke arah jendela.

Tangannya yang berotot memeluk tubuh mungil wanita itu dengan lembut, sementara bibirnya langsung menciumi sisi leher Anya. Anya terkejut saat Aiden tiba-tiba saja memeluknya tanpa mengatakan apapun. Ia bisa merasakan tetesan-tetesan air dari rambut basah pria itu jatuh ke kulitnya, membuatnya merasa kedinginan. Ia hanya bisa berdiri dengan tegak, tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia tidak tahu bagaimana cara menolak pria itu.

Aiden bisa merasakan tubuh Anya yang menegang, tetapi ia tidak mendengar penolakan dari wanita itu secara langsung sehingga ia terus memberikan ciuman-ciuman lembut pada leher Anya. Bibirnya terus bergerak dan pada akhirnya berpindah ke arah telinga Anya, menciumnya dan melumatnya dengan lembut.

Anya bisa mendengarkan suara napas Aiden di telinganya. Embusan napas pria itu terasa panas sehingga membuat sekujur tubuhnya bergidik.

Aiden memutar tubuh Anya sehingga wanita itu menghadap ke arahnya dan melumat bibirnya dengan lembut. Ciuman itu dimulai dengan lembut dan pelan seperti alunan melodi dan lama kelamaan membangkitkan gairahnya.

Anya tidak tahu harus berbuat apa saat Aiden menciumnya. Tetapi ciuman-ciuman lembut Aiden membuat tubuhnya terasa melemah dan hanyut dalam gairahnya.

Ketika bibir mereka berpisah untuk sejenak, Anya membuka mulutnya, hendak mengatakan sesuatu. Aiden memanfaatkan kesempatan itu untuk mencium Anya sekali lagi. Ia menggunakan lidahnya untuk menyapu bibir wanita itu dengan lembut. Kemudian, lidahnya beradu dengan lidah Anya, seolah berdansa dengan tarian yang intim.

Desahan lirih terdengar dari Anya, tetapi Aiden tidak melewatkan suara itu. Desahan itu membuatnya menggeram dengan puas. Kedua tangannya memegang pipi Anya, sementara tanpa sadar tangan Anya terjalin di belakang leher Aiden, menyambut lumatan bibir pria itu.

Di tengah ciuman-ciuman yang memabukkan itu, Anya baru menyadari satu hal. Malam ini adalah malam pertama mereka sebagai sepasang suami istri!