Chapter 2 - Siapa Kau?

Malam telah berlalu, sinar matahari mulai mengintip dari celah tirai jendela yang sedikit terbuka.

Anya membuka matanya perlahan dan menyadari bahwa ia berada di dalam kamar yang tak dikenalnya. Ia langsung terbangun dan berusaha untuk bangkit berdiri dari tempat tidurnya dengan ketakutan.

"Aduh!" ia meringis kesakitan. Seluruh tubuhnya terasa sakit seperti ditabrak mobil. Apa yang terjadi? Mengapa ia tiba-tiba berada di dalam kamar yang tidak ia kenal?

"Sudah bangun?" sebuah suara pria yang dalam terdengar. Seolah menariknya seperti magnet, Anya langsung berbalik menghadap ke arah pemilik suara tersebut.

Matanya terbelalak lebar saat melihat pria tersebut. Air masih menetes dari tubuhnya, hanya handuk mandi membalut pinggangnya sementara otot perutnya yang six pack terpampang jelas di hadapan Anya. Wajahnya langsung memerah dan mulutnya sedikit menganga, namun tidak ada satu kata pun yang bisa terlontar dari bibirnya. Pemandangan itu terlalu menggoda!

Senyum tersungging di wajah Aiden saat melihat reaksi Anya. Satu alisnya sedikit terangkat saat ia bertanya sambil tertawa kecil, "Apakah kau menyukai yang kau lihat?"

Anya mendongak, menatap wajah pemilik suara itu. Tidak kalah indahnya dengan tubuhnya, wajah blasteran pria itu begitu tampan. Alisnya seolah terukir dengan rapi di wajahnya, membingkai bola mata yang tampak sedikit kecoklatan di bawah sinar matahari.

Ini bukan waktunya untuk mengagumi orang asing di hadapannya! Tersadar dari pikirannya, Anya langsung bertanya dengan sedikit tergagap, "Si ... Siapa kamu? Mengapa kamu ada di dalam kamarku?"

Senyum di wajah Aiden langsung menghilang dalam sekejap. Matanya yang ramah langsung berubah menjadi dingin. Wanita ini tidak mengenalnya?

"Kamarmu?" tanya Aiden. Suaranya terdengar dingin, membuat Anya yang mendengarnya merasa bergidik.

Anya terlalu panik dengan situasinya saat ini sehingga ia tidak menyadari bahwa ruangan itu terlihat sangat mewah. Seketika itu, wajahnya langsung memucat. Ia tidak mungkin bisa menyewa kamar hotel semewah ini! Mengapa ia tiba-tiba berada di dalam kamar hotel yang mewah seperti ini?

Ia mengangkat selimut yang dipegangnya, tersentak saat melihat seluruh tubuhnya dipenuhi dengan hasil bercinta mereka semalaman.

"Apakah kau ... kita ..." air mata mulai menggenang di mata Anya. Rasa enggan, marah, kesedihan dan terkejut seolah bercampur jadi satu, membuatnya tak bisa berkata apa-apa. Aiden melihat Anya yang kehilangan kata-kata di hadapannya dan baru menyadari bahwa kemarin malam adalah pengalaman pertama bagi wanita itu.

Kaki Anya terasa sangat lemas, ia terduduk di karpet ruangan itu sementara kepalanya terkulai lemah di pinggiran tempat tidur. Ingatan demi ingatan malam kemarin mulai kembali ke dalam benaknya. Ia lah yang memohon pada pria itu untuk menolongnya! Ia yang mencium bibir pria itu terlebih dahulu!

Ia menggunakan kedua tangannya untuk menutupi wajahnya yang memerah, merasa malu sekaligus kesal. Bagaimana bisa ia begitu mabuk dan salah masuk ke kamar orang lain? Ia merasa sangat bodoh.

"Siapa yang melakukan ini kepadamu?" tanya Aiden.

Anya mendongak dan menatap Aiden dengan bingung. Melakukan ini? Apa maksudnya?

Melihat tatapan Anya yang bingung, Aiden hanya bisa menghela napas dan menggelengkan kepalanya. Wanita ini begitu lugu, ia tidak tahu apa yang terjadi kepadanya. Ia tidak tahu bahwa ada seseorang yang sengaja menjebaknya.

"Dengan siapa kamu pergi semalam? Apa kamu tidak tahu bahwa ada yang sengaja memberimu obat?"

Obat! Seseorang sengaja memberinya obat! Pantas saja ia tidak sadarkan diri kemarin malam.

Anya merasa kepalanya sedikit pusing dan telinganya berdengung saat mencoba mengingat kejadian kemarin malam. Adik tirinya, Natali, mengajaknya untuk bertemu dan menawarkan bantuan untuk membiayai pengobatan ibunya. Saat bertemu dengannya, Natali sama sekali tidak menunjukkan gelagat aneh. Bahkan Natali memberinya minuman saat ia datang dengan ngos-ngosan.

Minuman itu!

Natali! Natali yang melakukannya.

"Sepertinya kau tahu siapa pelakunya." Kata Aiden.

Ya, Anya tahu siapa pelakunya. Tetapi mengapa Natali melakukan ini kepadanya? Walaupun mereka bukan saudara kandung, Anya tidak pernah berbuat jahat kepadanya. Bahkan ia memperlakukan Natali seperti saudara sendiri.

Aiden menatap Anya yang tenggelam dalam pikirannya dan bertanya, "Anya Tedjasukmana, kau tidak mengenaliku?"

Anya tersentak saat mendengar pertanyaan itu. Ia mendongak dan bertanya, "Apakah kita saling mengenal? Bagaimana bisa kau tahu namaku?" Anya benar-benar tidak mengenal pria ini. Ia tidak akan pernah lupa jika ia pernah bertemu dengan pria setampan ini.

Jawaban Anya membuat Aiden semakin marah. Bibirnya terkatup dan tangannya terkepal dengan erat. Wanita ini tidak mengenalinya.

"Siapa kamu? Apakah kita pernah bertemu?" tanya Anya lagi. Tatapannya sedikit curiga saat menatap Aiden.

Pertanyaan-pertanyaan itu malah membuat Aiden semakin geram. Ia menendang meja kecil yang ada di sampingnya dengan keras dan berbalik untuk berganti pakaian, meninggalkan Anya ketakutan seorang diri.

Melihat kesempatan ini, Anya bergegas mengenakan pakaiannya dan melarikan diri dari ruangan tersebut. Ia harus segera pergi dari tempat ini. Ia harus mencari Natali dan meminta penjelasan mengapa Natali melakukan hal ini kepadanya.

Setelah keluar dari kamar mandi, Aiden melihat kamarnya berada dalam keadaan kosong. Sosok wanita yang menghabiskan malam kemarin dengannya tidak lagi berada di tempat itu. Namun, Aiden terlihat tenang dan tersenyum tipis.

Ia segera memanggil asisten kepercayaannya.

"Harris, periksa CCTV kemarin malam. Cari tahu siapa yang Anya temui kemarin malam dan siapa yang mengirimkan Anya ke dalam kamarku."

"Baik, Tuan. Tetapi …" jawab Harris dengan ragu.

Aiden menatap asistennya itu dengan dingin. Ia tidak suka orang yang bertele-tele. Biasanya, asistennya itu selalu tegas dan cepat tanggap untuk menangani segala tugas yang ia berikan, namun, entah mengapa hari ini Harris tidak bersikap seperti biasanya.

Hari ini adalah hari yang sangat buruk bagi Aiden. Ia bertemu kembali dengan Anya, tetapi wanita itu malah sama sekali tidak mengenalnya dan malah kabur darinya. Hal itu saja sudah membuat suasana hatinya sangat buruk hari ini. Ditambah lagi, sikap Harris membuatnya semakin kesal.

"Tuan, foto wanita yang bersama Anda kemarin malam telah tersebar luas di internet. Wanita itu terlihat memasuki hotel dan keluar dari kamar hotel Anda pagi ini."

Aiden mengerutkan keningnya. Sepertinya, orang yang melakukan hal ini benar-benar merencanakan semuanya dengan matang. Bahkan beritanya sudah menyebar dengan cepat.

"Cari tahu siapa yang melakukannya." Kata Aiden. Ia tampak tidak peduli dengan adanya berita ini.

"Tuan, pertunangan Anda dengan Nona Natali bisa kacau karena skandal ini. Kerjasama Anda dengan keluarga Tedjasukmana akan …" Harris berusaha mengingatkan. Namun, sebelum ia bisa menyelesaikan kalimatnya, Aiden mengibaskan tangannya.

Aiden bukan orang bodoh. Ia tahu bahwa kemungkinan besar Natali Tedjasukmana lah yang melakukan semua ini. Mereka berdua terjebak dalam perjodohan karena keluarga mereka. Keluarga Atmajaya dan Keluarga Tedjasukmana ingin menyatukan kekuatan dan menambah kekayaan mereka.

Sayangnya, Natali tidak bisa menerima kondisi Aiden. Wanita itu berpikir bahwa Aiden masih buta dan ia tidak ingin memiliki suami yang cacat. Ia berusaha mencari cara untuk membatalkan pertunangan ini tanpa perlu merugikan keluarganya.

Aiden hanya perlu mengumpulkan bukti-bukti untuk memperkuat dugaannya itu.