Chereads / CEO's Beloved Doctor / Chapter 37 - Sebuah Pilihan

Chapter 37 - Sebuah Pilihan

21.00

Victor duduk di depan meja bar. Dia habis meneguk tiga gelas whisky. Victor butuh pengalih pikiran agar tidak terlalu kesal dengan situasi yang terjadi.

Selama ini dia banyak mengalah. Hampir dalam segala hal. Mulai dari mengalah menjadi cucu kesayangan kakek, mengalah untuk di puji-puji oleh keluarga besar, mengalah untuk bekerja di Dewandra Automotive Corp dan masih banyak hal lain.

Lalu kini apakah ia juga harus mengalah untuk mendapatkan hati Kirana juga? Apakah semua ini adil?

"Sial!" gerutu Victor sambil terus meminum whisky.

Tak beberapa lama kemudian, seorang gadis bergaun merah mendekat ke arah Victor. Itu adalah Miranda.

Miranda langsung duduk di sebelah Victor.

"Sejak kapan kamu di sini?" tanya Miranda sambil memperhatikan Victor minum.

"Sejak satu jam lalu," jawab Victor.

Miranda memesan minuman. Dia juga memesan whisky ke bartender.

"Sedang ada masalah? Apa kamu bertengkar dengan orang tuamu? Atau bertengkar dengan sepupumu?" tanya Miranda penasaran.

Sejak mengenal Victor, pria itu selalu menceritakan setiap masalahnya dengan orang tua maupun dengan sepupunya.

"Aku sudah lelah menjadi bagian dari keluarga Dewandra," kata Victor putus asa. "Kalau ada kesempatan ingin rasanya menghapus namaku dari daftar keluarga Dewandra."

Alis Miranda naik. "Apa maksudmu? Kamu mau meninggalkan keluargamu?"

Victor mengangguk lemah.

"Buat apa punya keluarga kalau kamu pada akhirnya gak pernah dianggap, selalu diremehkan dan selalu mengalah?"

Miranda berusaha mencerna kata-kata Victor. Dia heran Victor ini sedang mabuk atau sedang curhat.

"Apa ini masalah wanita?" tebak Miranda langsung.

Victor menuang whisky ke gelasnya. "Ya."

"Siapa? Siapa gadis yang kamu sukai?"

Victor menggeleng. "Percuma. Aku gak akan bisa mendapatkannya."

Kali ini Miranda kesal. Ia berkacak pinggang.

"Hei, siapa gadis yang membuat seorang Victor Dewandra terluka seperti ini? Aku pasti akan membantumu mendapatkannya. Aku bersumpah," Miranda bersumpah.

Sebagai orang yang sudah mengenal Victor sejak lama, melihat pria itu jatuh cinta sampai ke ubun-ubun seperti ini bukanlah pemandangan yang lazim dilihat. Miranda ingat berapa banyak wanita yang berseliweran dalam hidup Victor selama ini.

Victor yang dasarnya tampan dan pandai merayu sangat mudah menaklukan hati wanita. Miranda ingat setiap mereka berdua party ke bar atau klub malam, ada saja wanita yang mengenal bahkan mendekati Victor!

Miranda sampai kesal kadang-kadang. Para wanita itu murahan dan mereka hanya mengincar harta sahabatnya.

Tidak masalah sih kalau para wanita murahan itu mengincar harta, lagipula dirinya sendiri juga tidak akan pernah mau pacaran dengan pria miskin. Tapi wanita-wanita yang mendekati Victor terbilang posesif dan merasa terancam dengan kehadiran Miranda.

Victor sering sekali putus dengan wanita-wanita itu. Kenapa? Karena mereka meminta Victor untuk tidak bersahabat lagi dengan Miranda yang cantik. Mereka merasa terancam dengan sosok Miranda yang seorang artis.

Masalahnya Victor itu tipikal orang yang setia kawan. Dia akan mendahulukan sahabat dibandingkan pacar. Inilah alasan yang membuat Miranda bersumpah untuk selalu membantu Victor mendapatkan apapun.

Victor adalah sahabat yang berharga. Satu-satunya orang yang bisa Miranda ajak bicara. Satu-satunya yang tidak pernah menghakimi perbuatan-perbuatan gila yang dilakukan Miranda.

Victor tertawa. "Aku suka dengan seorang wanita yang cantik. Dia dokter. Baru-baru ini dia di gosipkan dekat dengan Bastian. Itu tidak masalah kalau sekedar gosip, masalahnya kakekku begitu menyukai gadis itu."

"Kakek bahkan bilang kalau gadis itu akan jadi calon kakak sepupu iparnya. Kalau sudah seperti ini apa yang harus aku lakukan? Bagaimana aku bisa mendekatinya sementara Bastian dan kakekku begitu menyukai gadis itu?" kata Victor begitu putus asa.

Miranda diam mendengarkan.

"Siapa sih gadis itu? Dokter rumah sakit mana?" tanya Miranda.

Victor merogoh ponselnya. Ia menyerahkan ponselnya ke Miranda.

"Itu wanita yang ingin kudapatkan," kata Victor.

Miranda mengamati foto wanita di ponsel Victor. Lalu mata Miranda melotot kaget.

"Kirana? Kamu menyukai Kirana?" tanya Miranda tidak percaya.

Apakah sahabatnya menyukai saudara tirinya? Bagaimana mungkin? Sejak kapan Victor yang casanova mengenal Kirana yang bekerja di rumah sakit?

"Kamu kok tahu Kirana? Kalian saling kenal?"

Miranda memutar otak. Dia buru-buru menggeleng.

"Tidak. Aku sama sekali tidak mengenalnya. Aku tahu dia gara-gara ibuku berobat di rumah sakit tempat Kirana bekerja," Miranda berbohong.

Lalu tiba-tiba ia mendapatkan ide. Ide yang bisa membunuh dua burung dengan satu batu. Kali ini dia bisa membalas dendam pada Kirana sekaligus meremukkan hati Bastian. Pria itu sudah mempermalukannya di restoran tempo hari.

Victor terus meminum whisky. Dia sudah beralih pada botol kedua. Sebelum Victor sempat meminum botol kedua, Miranda mencegahnya.

"Aku ada ide," kata Miranda.

"Ide apa?" Victor mulai mabuk.

Miranda mulai membisikkan idenya pada Victor.

"Tidak!" Victor buru-buru menolak setelah mendengar ide gila Miranda.

"Kenapa lagi?"

Victor melotot tajam. "Apa kamu sudah gila? Aku gak akan pernah melakukan cara seperti itu. Terlalu beresiko."

Karena kesal idenya di tolak, Miranda pamit menuju toilet.

….

22.00

"Sebelum kamu mulai meledekku, urus sahabatmu itu. Dia juga mengincar pria kaya!" sindir Miranda.

Vero mulai marah.

"Apa katamu?! Kirana bukan wanita seperti itu. Kalau ada cewek yang matre itu harusnya kamu, Miranda," Vero tidak mau kalah.

Miranda mulai kehabisan kesabaran.

"Anak dari perempuan jalang sepertimu gak pantas menghina Kirana yang baik dan polos. Kamulah yang jalang!"

Vero sangat kesal. Dia tidak tahan dengan perilaku Miranda. Gadis sialan itu selalu saja sok. Padahal semua orang tahu kalau dia hanyalah anak dari istri kedua. Bahkan ibunya sendiri dulunya hanya wanita simpanan ayah Kirana.

Miranda serta ibunya beruntung bisa pindah ke rumah mewah setelah ayah dan ibu kandung Kirana bercerai. Vero yakin perceraian kedua orangtua sahabatnya dipicu Miranda serta ibunya yang jalang itu.

Miranda sudah tidak tahan. Dia menarik rambut Vero. Menurutnya Vero sudah melewati batas.

Vero sendiri tidak mau kalah. Dia balas menarik rambut Miranda. Vero menjambak rambut Miranda dengan sekuat tenaga. Baginya yang terbiasa olahraga, berkelahi atau bahkan menjambak bukanlah hal sulit.

Sementara keduanya saling menjambak di pintu masuk toilet wanita, seluruh mata pengunjung memandangi mereka dengan ngeri.

"Dasar jalang sialan!!!" maki Vero sambil masih menjambak Miranda.

"Kamulah yang murahan. Dasar bodoh!!!" Miranda balas memaki.

Lalu tiba-tiba Victor datang. Dengan terhuyung dia melerai aksi jambak-menjambak Vero dan Miranda.

"Hentikan!" Victor berteriak pada keduanya lalu menarik Miranda.

"Aku akan buat perhitungan dengan kamu!!!" teriak Miranda.

"Kamu pikir aku takut, hah?!!!!"

"Cukup!" teriak Victor lagi. Dia tidak tahan mendengar teriakan keduanya.

Vero merapikan rambutnya. Gara-gara Miranda tatanan rambutnya jadi berantakan. Aku benar-benar sial hari ini, batinnya kesal.

"Vero?" Victor memanggil Vero.

Vero menyipitkan mata. "Victor?"

Miranda bingung bagaimana mungkin Victor dan Vero saling mengenal.

"Aku gak nyangka kamu ada disini, Vero," kata Victor.

"Kalian saling kenal?" Miranda bertanya ketus.

Victor mengangguk.

Miranda mendengus kesal. Bagaimana dunia bisa sesempit ini? Pertama, sahabatnya jatuh cinta pada saudara tiri yang sangat dibencinya. Kedua, sahabatnya mengenal musuh bebuyutannya, Vero.

"Gimana kamu bisa kenal Miranda?" tanya Vero.

"Dulunya kami teman satu SMA," jawab Victor singkat. Meski teman satu SMA, Victor lebih tua 2 tahun dari Miranda.

Vero hanya bisa meng'oh' saja.

"Aku minta maaf untuk semua ini, Ver. Miranda tidak bermaksud seperti itu," Victor meminta maaf atas nama Miranda.

"It's okay, Victor. Lain kali ajari teman SMAmu ini sopan santun!"

"Apa kamu bilang?!" Miranda bersiap menyerang Vero.

Untunglah sebelum itu terjadi, Victor sudah menarik Miranda menjauh dari Vero. Di sisi lain Vero sudah malas meladeni Miranda. Ia berpamitan pada Victor dan pergi meninggalkan bar.

Lain kali aku akan membuat perhitungan dengan wanita jalang itu, batin Vero.