Chereads / CEO's Beloved Doctor / Chapter 33 - Tanda Tangan

Chapter 33 - Tanda Tangan

"Gantung dia!"

Mendengar instruksi Bastian, ayah Leon menjerit kekutan.

"Apa yang kalian lakukan?!" jerit pria itu.

Dengan cekatan, para bodyguard Bastian mengangkat tubuh ayah Leon. Mereka menali kaki ayah Leon lalu menariknya dengan katrol besar. Sekarang ayah Leon digantung di langit-langit gudang dengan posisi kepala di bawah dan kaki diatas.

"Turunkan aku!!!"

Bastian memperhatikan ayah Leon.

"Aku akan menurunkan Anda dengan syarat. Anda harus mau mengaku dan menjawab semua pertanyaan," kata Bastian tenang.

Adi menyerahkan daftar pertanyaan ke Bastian.

"Bajingan! Aku tidak mau menjawab apa-apa!" umpat ayah Leon marah.

Dengan instruksi tangan Adi, bodyguard melepaskan katrol sehingga tubuh ayah Leon terjun bebas ke tanah.

"Aaaaahhhhhhhhhh" ayah Leon menjerit.

Sebelum kepala ayah Leon menyentuh tanah, bodyguard menahan katrol.

Jantung ayah Leon berdegub kencang. Nyaris saja ia mati karena kepalanya akan membentur tanah beton yang keras.

Lalu bodyguard menarik tubuh ayah Leon hingga langit-langit gudang lagi.

"Jadi itulah yang akan terjadi kalau Anda tidak mau mengaku dan menjawab semua pertanyaan yang saya berikan," ancam Bastian dingin.

Ayah Leon berpikir keras. Kalau dia tidak mengaku dan menjawab pertanyaan Bastian pastilah tubuhnya akan dijatuhkan ke lantai gudang dengan posisi kepala menyentuh lantai terlebih dahulu.

"Jadi bagaimana?"

"Ya ya… Aku akan menjawab pertanyaan!" kata ayah Leon frustasi.

"Apa Anda selama ini suka memukul dan menyakiti anak istri Anda?" Bastian membacakan pertanyaan nomer 1.

"Tidak! Aku tidak pernah melaku…" belum selesai berbicara bodyguard Bastian melepaskan katrol. Ayah Leon menjerit.

Tubuh ayah Leon terjun bebas. Satu meter sebelum kepala ayah Leon menyentuh tanah, bodyguard Bastian menahan katrol.

"Oh iya saya lupa bilang," kata Adi. "Tuan Bastian ingin Anda menjawab pertanyaan dengan sejujur-jujurnya. Karena kalau sampai berbohong, kami tidak segan-segan menjatuhkan Anda."

Bodyguard menarik lagi tubuh ayah Leon lagi sampai ke langit-langit.

"Iya, saya suka memukul anak dan istri saya!" ayah Leon mengaku.

"Pertanyaan kedua, apakah Anda sengaja berselingkuh lalu meninggalkan rumah?" tanya Bastian.

"Iya!" ayah Leon mengaku kedua kalinya.

"Apakah Anda mencuri sertifikat rumah untuk digadaikan ke rentenir?"

"Mencuri?! Rumah itu rumahku! Aku punya hak untuk menggadaikannya pada siapapun!" ayah Leon protes.

Sedetik kemudian bodyguard melepaskan katrol dan menahannya.

"Ya ya ya. Aku memang mencuri sertifikat dari lemari istriku untuk digadaikan ke rentenir!"

Bastian hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat betapa keras kepalanya ayah Leon. Apa susahnya sih untuk jujur mengaku salah?

"Apakah Anda kemarin berusaha mengambil sertifikat rumah lagi dan memukul Dokter Kirana hingga memar," tanya Bastian.

Ayah Leon berpikir keras. Nyawanya ada dalam genggaman Bastian.

"Ya, aku mengaku melakukan itu semua," kata ayah Leon.

"Terakhir, apa Anda mengaku salah dengan menyakiti anak istri Anda dan Dokter Kirana?" tanya Bastian

"Ya, saya salah," jawab ayah Leon lemas.

Klik.

Adi mematikan alat perekam. Ia merekam semua jawaban dan pengakuan ayah Leon. Bodyguard menurunkan tubuh ayah Leon. Mereka hanya mengikat kaki ayah Leon di kursi.

"Kalau Anda berani menyakiti Leon, ibunya bahkan Dokter Kirana, saya akan bawa rekaman ini ke polisi. Anda tahu kan kalau pria seperti Anda akan sangat mudah untuk dijebloskan ke penjara?" nada bicara Bastian menusuk tajam.

Ayah Leon diam.

"Oh ya Anda harus melakukan satu hal lagi," kata Bastian. Ia lalu memberi instruksi pada Adi.

Adi dengan sigap keluar dari gudang. Tak beberapa lama, ia masuk kembali ke dalam gudang ditemani ibu Leon.

Ibu Leon terlihat gugup dan takut melihat suaminya.

"Saya akan melepaskan Anda jika Anda mau menandatangi surat cerai serta surat perjanjian tidak akan pernah menganggu Leon beserta ibunya lagi,�� Bastian menyerahkan surat cerai serta bolpoin pada ayah Leon.

Dengan terpaksa, ayah Leon menandatangi surat cerai dan surat perjanjian.

Ibu Leon melihat semua itu dengan terharu. Ia tidak menyangka bisa lepas dari suaminya yang abusif dan kejam setelah melalui banyak cobaan.

Kemudian, para bodyguard menggiring ayah Leon keluar dari gudang. Ini mungkin akan jadi perjumpaan terakhir ayah Leon dengan ibu Leon.

"Terima kasih, Nak Bastian," ibu Leon terisak. Ia benar-benar terharu.

"Sama-sama, Bu. Mulai sekarang Leon dan Ibu bisa memulai hidup baru," kata Bastian dengan lembut.

"Terima kasih sekali lagi, Nak," ucap ibu Leon sambil menghapus air matanya.

Adi yang menyaksikan semua ini jadi sangat sangat terharu. Meskipun tuannya ini dingin dan kaku, rupanya tuannya juga punya sisi lembut pada orang lain. Semua ini hanya terjadi berkat Dokter Kirana masuk ke kehidupan tuannya.

….

"Jadi semua itu benar?" Kirana sedang mengintrogasi Adi.

Adi dan Kirana sedang makan malam di kafetaria rumah sakit. Sewaktu datang ke rumah sakit satu jam lalu, penampilan Adi berantakan. Adi kelihatan lapar, kucel dan seluruh bajunya berdebu.

"Iya, Dokter Kirana," kata Adi sambil mengunyah sandwich besar.

Sepulang dari mengantar ibu Leon, Adi sengaja mampir ke rumah sakit. Dia tidak sabar memberi tahu Kirana apa yang sudah dilakukan Bastian hari ini.

Adi bercerita bagaimana Bastian membuat ayah Leon berkata jujur dan mengaku salah. Tak hanya itu juga, Bastian berhasil membuat ayah Leon menandatangani surat cerai dan surat perjanjian tidak akan pernah menganggu kehidupan Leon beserta ibunya.

"Jadi akhirnya ibu Leon sudah resmi berpisah dari ayah Leon? Akhirnya ayah Leon gak bakal ganggu kehidupan mereka lagi?" mata Kirana berbinar-binar.

Adi mengangguk keras.

"Terus Tuan sekarang menjadikan ibunya Leon sebagai pegawai tetap di kantin perusahaan," kata Adi.

Kirana benar-benar lega. Kini dia tidak perlu khawatir lagi akan nasib Leon beserta ibunya. Ibu Leon resmi menjadi pegawai tetap yang akan mendapat tunjangan kesehatan, THR bahkan cuti dari perusahaan Dewandra Automotive Corp.

Semua itu berkat Bastian, batinnya bahagia.

Selagi Adi makan, Kirana keluar dari kafetaria. Dia ingin sekali menelpon Bastian.

"Halo," sapa Bastian diujung telepon.

"Hai, Bas."

"Sudah makan?"

"Sudah kok. Ini aku habis makan sama Adi," kata Kirana.

"Adi?"

"Iya. Tadi Adi ke rumah sakit. Aku traktir dia makan di kafetaria."

"Dasar Adi. Dia minta di traktir? Nanti aku akan memarahinya," nada suara Bastian terdengar kesal.

"Jangan dimarahi, Bas. Tadi dia cerita apa yang sudah kamu lakukan untuk membantu Leon dan ibunya. Karena itu, aku traktir dia makan."

"Baiklah," kata Bastian pada akhirnya.

"Terima kasih, Bas."

"Untuk apa?" Bastian bingung.

"Untuk menolong orang-orang lemah yang tidak bersalah dan membelaku," Kirana tulus mengatakan semua ini. Dia sangat bersyukur bisa mengenal Bastian.

"Kamu gak perlu berterima kasih seperti itu, Kirana," kata Bastian lembut. "Aku membelamu karena aku gak bisa membiarkanmu disakiti oleh orang lain. Aku gak bisa melihatmu menanggung semua masalah seorang diri."