Chereads / CEO's Beloved Doctor / Chapter 30 - Kemarahan

Chapter 30 - Kemarahan

Victor sedang mengendarai mobil Ferrari 2020 SF90 Stradale dengan kecepatan tinggi di jalan tol. Ia baru saja pulang dari Bali untuk mengecek bagaimana kondisi resortnya di sana.

Tetapi baru sampai di Bali, asistennya menunjukkan berita tentang Kirana. Amarah Victor memuncak.

Dia tidak habis pikir dengan berita-berita sampah yang mencuat di media belakangan ini. Pertama soal gosip pacaran Kirana dengan Bastian, sepupunya. Lalu sampai ada ungkapan kalau sepupunya akan membuat Kirana jatuh cinta. Apa maksudnya semua itu?!

Kedua berita Kirana berniat bunuh diri. Kali ini Victor tidak bisa tinggal diam. Dia takut sekaligus marah membaca berita macam itu. Terutama marah pada Kirana. Bagaimana mungkin gadis itu hendak bertindak bodoh dengan hendak lompat dari atap gedung?

Mengetahui berita semacam itu, Victor langsung menyewa jet pribadi untuk kembali ke Jakarta. Dia tidak bisa menunggu lebih lama lagi untuk segera menemui Kirana.

Mobil Victor berdecit kencang ketika berbelok ke arah rumah sakit membuat semua orang yang melintas kaget. Mereka sampai berpikir siapakah orang yang naik mobil mewah dengan gaya ugal-ugalan itu. Sayangnya Victor tidak peduli.

Begitu keluar dari mobil dia langsung berlari menuju rumah sakit. Matanya mencari-cari sosok berambut ikal sebahu. Ia mencari Kirana.

"Suster, dimana Dokter Kirana?" Victor mengguncang bahu seorang perawat yang lewat di lobby.

"Di-di UGD," cicit perawat itu. Ia ketakutan melihat Victor menatapnya tajam sambil menanyakan keberadaan Dokter Kirana.

Dalam hati perawat itu ia heran mengapa banyak orang yang mencari keberadaan Kirana hari ini. Dan semuanya pria tampan!

Tanpa menunggu lebih lama, Victor berjalan cepat menuju UGD. Dia ingin melihat apakah gadis itu baik-baik saja.

Victor masuk ke dalam UGD tanpa mempedulikan betapa kagetnya para perawat melihat dia masuk tiba-tiba. Tanpa disuruh semua perawat kabur dari UGD. Mereka tidak ingin kena masalah dengan pria yang sedang marah.

Mata Victor menelusuri seluruh sudut UGD. Akhirnya ia menemukan sosok Kirana sedang duduk sambil melamun menatap langit-langit UGD.

"Kirana!" suara Victor bagai petir.

Kirana mengerjap. Ia sangat keget melihat Victor dengan mata menyala-nyala berjalan ke arahnya.

"Apa…"

"Apa yang kamu pikirkan hah?! Kenapa kamu mau bunuh diri?! Apa kamu tidak tahu aku sangat ketakutan melihat berita semacam itu?!!!" Victor mengguncang-guncang bahu Kirana.

Kirana mencicit seperti tikus di tangan kucing.

"A-a-aku tidak bermaksud…"

"Katakan apa alasanmu! Kalau kamu terlilit hutang cukup minta uang padaku. Kalau kamu dicampakkan Bastian, kamu tinggal berlari ke arahku! Kamu gak perlu bunuh diri kalau menghadapi masalah! Kamu bisa memanfaatkanku."

Kirana tidak habis pikir bagaimana mungkin Victor berkata seperti itu kepadanya. Apakah di mata pria ini dirinya seorang perempuan matre? Apakah Victor ingin dirinya menjadi wanita tak berdaya yang mengemis harta dan cinta pada pria?

"Aku gak mau memanfaatkanmu, Vic," Kirana melepaskan diri dari cengkraman Victor. Bahunya terasa sakit akibat cengkraman kuat Victor.

Victor mengepalkan tangan. "Lalu kenapa kamu mau bunuh diri?"

Kirana menarik napas. "Victor, ini semua hanya salah paham. Aku gak berniat lompat. Sumpah."

Lalu Kirana mulai menceritakan permasalahan ibu Leon, bagaimana ia menyelamatkan ibu Leon dan bagaimana Bastian pada akhirnya mau membantu keluarga Leon. Kirana tidak ingin Victor terus menatapnya tajam dan penuh kemarahan.

Victor menghempaskan dirinya di kursi tepat di depan Kirana. Perasaannya lega. Kesalahpahaman tentang Kirana yang mencoba bunuh diri sudah selesai. Ia tahu kalau Kirana tidak pernah berniat untuk pergi meninggalkan dunia ini.

"Seharusnya kamu langsung minta tolong padaku soal masalah ibu Leon," kata Victor sambil melipatkan tangan ke dada.

"Maksudnya?"

Victor mendengus. "Ya kamu bisa minta aku untuk membayar semua biaya rumah sakit ataupun hutang ibu Leon."

"Kamu sudah gila," Kirana tertawa. "Kalau aku sampai melakukannya, aku udah terlihat seperti cewek matre yang mau memanfaatkan orang lain."

Kini Victor kesal. Kirana menganggapnya bercanda soal dirinya ingin gadis itu meminta pertolongannya terlebih dahulu alih-alih meminta tolong Bastian. Sejujurnya Victor mulai alergi mendengar Bastian selalu menolong Kirana.

Di hatinya Victor juga ingin menjadi sosok yang dapat diandalkan oleh Kirana. Ia ingin Kirana mau berbagi beban dan masalah padanya. Tapi mengapa Bastian yang selalu mendapat kesempatan itu?

Kirana agak sedikit heran dengan Victor hari ini. Biasanya pria di depannya ini tampil ceria dan suka menggodanya. Lalu sekarang berubah serius dan pemarah.

"Udah, udah. Lain kali kalau aku butuh bantuan aku juga akan minta tolong ke kamu deh. Tapi gak minta bantuan soal duit ya. Aku gak mau merepotkan teman," Kirana berkata tulus.

"Teman?" Victor hampir tidak mempercayai kupingnya.

Kirana mengangguk. "Iya teman. Makanya itu seorang teman gak boleh merepotkan temannya apalagi minta uang."

Kalau Kirana menganggapnya sebagai teman sehingga tidak boleh meminta uang dari teman, lalu apa arti Bastian untuk Kirana? Apakah lebih dari teman?

Victor menyimpan sendiri semua pertanyaan itu dalam kepalanya. Dia tidak ingin bertanya lebih lanjut pada Kirana. Wajah gadis itu masih pucat dan lelah setelah kejadian percobaan bunuh diri itu.

"Baiklah. Kita teman. Jadi jangan pernah malu untuk meminta bantuanku. Paham?" Victor mengingatkan Kirana.

Kirana mengangguk. "Iya."

Victor hendak meninggalkan UGD. Namun sebelum dia melangkah ke pintu keluar, ia berbalik.

"Sejujurnya aku berharap sekali-kali kamu memanfaatkanku, minta uang dariku, minta pertolonganku seperti perempuan diluar sana," mata Victor menatap Kirana lurus.

Alis Kirana terangkat. Bingung harus merespon seperti apa.

….

Di perjalanan pulang, Victor memikirkan banyak hal. Ia tidak menyangka Kirana dapat membolak-balikkan suasana hatinya. Jika gadis itu tertawa, suasana hatinya akan baik. Jika gadis itu dalam bahaya, ia akan merasa ketakutan dan marah.

Belum lagi saat mendengar Kirana berkata Bastian sudah membantunya. Suasana hati Victor langsung menurun. Tangannya gatal ingin meninju wajah sepupunya yang satu itu.

Seumur hidup Victor tidak tertarik bersaing dengan Bastian. Ia bahkan tidak peduli jika suatu hari nanti pewaris Dewandra Automotive Corp adalah Bastian, bukan dirinya.

Victor sendiri sudah merasa kaya. Dia tidak kalah kaya dibandingkan Bastian. Dia memiliki bar, klub malam dan resort di beberapa daerah di Indonesia dan negara-negara lainnya. Kalau sekedar mengejar uang, buat apa harus repot-repot menjadi CEO Dewandra Automotive Corp?

Tetapi kali ini berbeda. Victor merasa alergi setiap mendengar bahkan mengetahui Bastian selalu ada untuk menolong Kirana. Bastian selalu nomer satu membantu gadis itu. Ingin rasanya Victor juga menjadi nomer satu.

Victor baru saja tiba di rumah. Dia memarkirkan mobil dan bergegas masuk ke rumah untuk istirahat. Ia sudah lelah hari ini. Kirana membuat hati dan fisiknya lelah.

"Dari mana kamu?" tanya Paman Hendri yang sedang membaca koran di ruang tamu.

"Rumah sakit, Yah," jawab Victor singkat.

Paman Hendri langsung menatap putranya. "Kamu sakit?"

"Ya."

Paman Hendri mulai cemas. "Sakit apa sampai ke rumah sakit?"

"Dadaku sesak," jawab Victor malas lalu berjalan cepat menuju tangga. Dia ingin menghindari ayahnya. Semakin lama ada di ruang tamu pasti ayahnya akan mengintrogasi soal 'sakit'nya.

"Heh, Anak kurang aja! Ayah belum selesai bicara…" Paman Hendri kesal