Chereads / CEO's Beloved Doctor / Chapter 40 - Ingin Melamar?

Chapter 40 - Ingin Melamar?

Vero sedang menikmati segelas Blue Ocean di salah satu kafe yang hits di Jakarta. Udara Jakarta akhir-akhir ini panas sehingga membuat Vero selalu ingin minum minuman dingin.

Hari ini dia akan bertemu salah satu klien penting dari brand tas asal Prancis, Louis Vuitton. Rencananya wajah Vero akan muncul sebagai model yang memperagakan koleksi musim panas Louis Vuitton di Plaza Indonesia.

"Jen, si manager marketingnya kok nggak datang-datang ya?" tanya Vero pada stylist pribadinya, Jenie.

Sudah lima belas menit mereka menunggu tapi kehadiran si manager tak tercium juga.

"Paling bentar lagi. Biasa orang cakep mah doyan telat," kata Jenie sambil sibuk mengecek Instagram

"Cakep?"

Jenie menganggukkan kepala. Kalau urusan cowok cakep, Jenie ahlinya. Vero selalu tahu informasi siapa aja cowok cakep nan potensial di Indonesia bahkan luar negeri berkat stylist pribadinya ini.

"Kamu gak tahu apa? Si managernya Louis Vuitton ini gagah, kekar, macho dan kaya. Yang paling mantab nih dia masih single ting-ting," kata Jenie heboh menggambarkan sosok si manager ganteng.

Jenie menunjukkan Instagram si manager Louis Vuitton pada Vero.

"Wih cakep amat? Dia ini manager atau model sih? Umurnya berapa emang?" Vero mulai penasaran.

Manager Louis Vuitton ini bertubuh tinggi, kekar dan rambutnya dipotong cepak ala militer.

"Katanya masih 30 tahun, Ver. Masih muda," Jenie cekikikan.

"Wah, bagus ini. Aku pengen ngenalin Kirana sama managernya Louis Vuitton. Siapa tahu mereka jodoh," ujar Vero.

Kalau Kirana menolak Bastian, Vero tetap harus maju pantang mundur mencarikan sahabatnya itu cowok kaya untuk dipacari.

Jenie melotot. "Kok Kirana sih? Kenapa semua cowok cakep selalu kamu kenalin ke Kirana? Bukannya dia gak suka sama cowok kaya?"

"Iya sih. Dia emang gak suka. Tapi aku tetep harus membantu dia mencari jodoh, Jen. Karena Kirana paling butuh cowok kaya. Kalau cowoknya gak kaya gimana bisa ngelindungin Kirana dari Miranda sama ibunya yang murahan itu?"

Terkadang Jenie tidak memahami persahabatan Vero dengan Kirana. Vero selalu memikirkan Kirana dimanapun, kapanpun dan dalam kondisi apapun. Melebihi seorang ibu memikirkan anaknya.

Misalnya Vero sedang makan di restoran yang enak. Dia pasti akan ingat Kirana dan bilang ke Jenie, "Jen, sumpah Kirana pasti suka sama makanan di resto ini. Ini seleranya dia banget."

Contoh lainnya ketika Vero sedang pemotretan di daerah pegunungan Merapi yang dingin. Vero kedinginan lalu bilang, "Jen, andai ada Kirana di sini pasti dia udah bawain banyak selimut. Terus masakin aku sup hangat."

Contoh ekstrem lainnya ketika Vero gagal PDKT dengan cowok. Dia akan bilang, "Jen, andai Kirana itu cowok pasti aku udah milih nikah sama dia. Semua cowok itu bajingaaannn!!!"

Mendengar semua celotehan Vero membuat Jenie sulit untuk meledek Kirana di depan wajah gadis itu. Jenie takut Vero akan memukulnya jika berani mencibir Kirana.

Jenie sering berpikir, apakah Vero ini menganggap Kirana sebagai sahabat, saudara atau cinta sejati!?

….

Adi sedang memperhatikan kakek melihat katalog barang-barang seserahan. Kakek terlihat berbinar-binar melihat contoh-contoh desain bingkisan untuk seserahan. Katanya sih kakek mau melamarkan Kirana untuk Bastian.

"Tuan yakin nih mau melamarkan Dokter Kirana untuk Tuan Bastian?" tanya Adi.

Dia tidak terlalu menyukai ide melamar Dokter Kirana karena terlalu berbahaya. Terakhir kali Bastian tahu kalau Adi membantu kakek mengirimkan hadiah-hadiah untuk Dokter Kirana, ia kena hukum. Adi di suruh memeriksa semua laporan divisi perusahaan Dewandra Automotive Corp yang berada di Indonesia dan di luar negeri.

Kalau ingat itu rasanya Adi ingin muntah. Bagaimana tidak? Ada banyak angka dan huruf dengan jumlah tak terhitung. Dia hampir setiap hari begadang selama dua minggu hanya untuk memeriksa semua itu!

Bahkan tuannya mengancam kalau Adi tidak selesai tepat waktu, dia akan dipindah tugaskan ke pedalaman Papua selamanya. Adi ngeri sekali membayangkan dirinya bekerja di wilayah terpencil di Papua sana.

"Yakin dong, Di," jawab kakek santai.

"Saya rasa jangan deh, Tuan. Sumpah kalau Tuan Bastian tahu, kali ini saya auto dipindahin ke Papua," rengek Adi.

"Tenang. Sebelum kamu dipindahin aku bakal narik kamu sebagai asisten. Gimana?" kakek memberi solusi.

Adi diam sejenak. Bekerja sebagai asisten Bastian selama lima tahun terakhir sudah sangat sulit. Dia harus sabar dan tegar mengikuti kemanapun Bastian rapat, pergi bahkan mengatur semua jadwal tuannya.

Meskipun Bastian suka memarahinya, setidaknya tuannya itu selalu memperhatikan kondisinya. Setiap hari Bastian akan bertanya apakah asistennya itu sudah makan, mau makan dimana, apakah kamu sakit, apakah biaya sekolah adikmu ada yang kurang dan lain-lain.

Bastian tidak pernah membiarkan Adi kelaparan, sakit dan selalu memastikan keluarga Adi dalam keadaan yang tercukupi. Itulah yang membuat Adi betah bekerja dengan Bastian.

Masalahnya kalau Adi bekerja di bawah kakek semuanya akan kacau. Kakek hobi banget merepotkan Adi. Ada saja tugas aneh yang diberikan kakek padanya. Mulai dari memilihkan Dokter Kirana hadiah, membuatkan surat cinta untuk Dokter Kirana atas nama Bastian dan lain-lain.

Buru-buru Adi menggeleng. Tidak, aku lebih aman bekerja dengan Tuan Bastian, batinnya.

"Tuan, saya gini-gini masih betah kerja sama Tuan Bastian," rengek Adi lagi. "Plis Tuan jangan ngelamar Dokter Kirana tanpa persetujuan Tuan Bastian."

"Kalau nunggu persetujuan Bastian, sampai kiamat dia gak akan maju-maju melamar Kirana," sergah kakek.

"Tuan Bastian gak melamar kan karena Dokter Kirana belum sepenuhnya jatuh cinta," rengek Adi.

Lalu tiba-tiba pintu ruang kerja kakek terbuka. Victor masuk dengan aura hitam melingkupinya.

Adi yang melihat adanya awan hitam serta petir diatas kepala Victor langsung buru-buru keluar ruangan. Dia gak berani menghadapi Victor ketika pria itu dalam mode badmood.

"Tumben kamu ke sini, Vic?" tanya kakek kaget melihat cucunya masuk tanpa mengetuk pintu.

Victor duduk di kursi di depan kakeknya. Ekspresinya dingin.

"Kebetulan aku ke sini karena diminta ibu memberikan makanan ke kakek," Victor menyerahkan makanan kepada kakek.

"Oke."

"Aku udah dengar semua pembicaraan kakek dengan Adi. Aku minta tolong jangan menjodohkan Kirana dengan Bastian," kata Victor dingin.

"Kenapa?"

Victor terdiam.

Ia tidak bisa bilang kalau dirinya mencintai Kirana dan ingin bersama gadis itu. Kalau kakek sampai tahu tentu semuanya akan menjadi panjang

"Karena Kirana gak mencintai Bastian. Bukankah mereka juga gak pacaran? Kalau kakek melamarkan Kirana untuk Bastian tanpa persetujuan mereka itu udah termasuk pemaksaan," ujar Victor.

Kakek terdiam.

"Baiklah. Kakek paham maksudmu. Tapi kakek tetap akan melamarkan Kirana untuk Bastian. Mungkin gak sekarang. Suatu hari nanti," kakek kakek pada akhirnya.

Perasaan Victor semakin kacau. Di satu sisi ia berhasil menghentikan rencana kakek ingin melamarkan Kirana untuk Bastian. Namun di sisi lain pandangan kakek soal Kirana dan Bastian sebagai pasangan yang serasi tidak pernah berubah.

Apa aku harus berlutut di depan kakek? Apa aku harus bilang kalau aku gak bisa mengalah pada Bastian? Apa aku harus bilang kalau aku gak bisa hidup tanpa gadis itu?

Semua pertanyaan itu berkecamuk di kepala Victor.