Setelah melakukan perdebatan batin yang cukup alot antara menunggu Ade menjemputnya atau tidak, Naura memutuskan untuk tidak lagi mencari masalah dengan laki-laki pemaksa itu. Dipikir-pikir tidak ada ruginya untuk Naura, dan Naura juga tidak perlu mengeluarkan ongkos taksi.
Mobil Ade sudah terparkir di parkiran cafe. Naura heran, kenapa dia harus parkir. Menurunkannya di depan cafe akan lebih efisien. Naura sudah keluar dari mobil dan sedang menunggu mobil Ade untuk meluncur ke tempat lelaki itu bekerja, tetapi Ade malah keluar dan mengaktifkan alarm mobilnya.
"Kamu kenapa turun?" tanya Naura panik.
"Kenapa aku gak boleh turun?"
"Kamu gak kerja?"
"Sudah ada yang handle di kantor," balas Ade sambil mengerlingkan alisnya heran dengan pertanyaan-pertanyaan Naura.
"Kamu gak boleh masuk,'' sahut Naura, semakin mempererat cengkraman kedua tangannya di lengan Ade.
"Ada larangan kalau aku gak boleh masuk?" tanya Ade sambil menyedekapkan tangannya.
"Bukan gitu. Tapi kalau aku sama kamu masuk, nanti temen-temen dan Bang Rai curiga. Nanti aku harus jawab apa," Ade mengernyitkan keningnya tidak suka.
'Segitu bencinya Naura untuk mengakuiku sebagai pacar. Apa dia takut si Raihan tau?' batin Ade kesal.
Naura semakin panik ketika Ade menggenggam tangannya dan menariknya masuk ke dalam cafe tidak peduli dengan perlawanan Naura. Naura menundukkan kepalanya, tidak berani melihat reaksi teman-teman kerjanya yang bisa Naura lihat dari ujung mata sedang melongo menatap mereka.
Naura yang sebelumnya tidak peduli dengan Ade dan menghina-hina lelaki tampan ini, malah datang sambil bergandengan tangan. Dia bisa membayangkan teman-temannya berdecih kesal dan menganggapnya cewek sok jual mahal.
'Aaaarrrgh,' teriaknya frustasi. Belum lagi reaksi Raihan ketika tau hubungan Naura dengan sahabatnya ini.
'For God's sake, aku berkenalan dengannya semalam dan sekarang sudah berstatus menjadi pacarnya,'
"Raihan sudah datang?" tanya suara berat di sebelahnya kepada Imelda dan Nurul yang masih melongo melihat kedekatan Ade dan Naura.
"Eh. .ehm, sudah datang pak. Boss Raihan ada di kantornya di atas," jawab Imelda yang masih belum pulih dengan keterkejutannya.
"Baiklah kalau gitu, saya permisi dulu ke atas," Ade menghadapkan tubuhnya ke Naura dan mengelus pipinya pelan..
"Kamu yang semangat kerjanya ya sayang," sahut Ade pelan. Terdengar sentakan nafas kaget Imelda dan Nurul. Naura tidak begitu memperhatikan karena sibuk menenangkan jantungnya yang berdegup kencang. Ade tidak menggubris wajah-wajah kaget di depannya dan memilih pergi ke lantai 2, tempat kantor Raihan berada.
"Heh,elo ada hubungan apa sama laki-laki tadi?" Imelda menyenggol bahu Naura ketika Naura baru saja bajunya dengan seragam kerja.
"Gak ada apa-apa, Mel," ucap Naura cuek.
"Ih masa gak ada apa-apa tapi gandengan tangan. Dia juga tadi manggil lo sayang kan?"
"Salah denger kali lo,"
"Elo kira gue budek apa, jelas-jelas tadi gue denger dia manggil elo sayang sambil ngelus-ngelus pipi lo,"
"Iya ih, Nurul juga denger tadi. Lagian mbak pake sok jual mahal gitu, masih untung bisa disukai laki-laki ganteng kayak gitu," Terdengar nada sinis Nurul yang sedari tadi hanya mendengarkan pembicaraan mereka dan mencibir kesal.
Naura heran, apa yang sudah dia lakukan sampai membuat juniornya ini sensi dengannya. Nurul baru bergabung di cafe 1 tahun lalu. Pada minggu-minggu awal, hubungan Naura dan Nurul baik-baik saja. Mereka sering bergosip, makan bareng, kadang juga pulang bareng. Tetapi entah sejak kapan dan karena apa, tiba-tiba saja Nurul selalu terlihat kesal dengan Naura.
"Biasa aja kali, Rul. Yang namanya cewek mah harusnya jual mahal. Jangan asal nemplok sana nemplok sini. Elo biasanya kasih diskon besar-besaran ya? Macem toko-toko yang lagi cuci gudang gitu?"
Naura melihat wajah Nurul memerah dengan ucapan sadis Imelda. Nurul menatap tajam Naura dan Imelda, kemudian memilih pergi ke samping pintu cafe untuk menyambut pelanggan-pelanggan yang datang.
"Mel, elo jangan sadis-sadis gitu sama si Nurul. Masa elo ngatain dia ngediskon sih?" sahut Naura yang terlihat mengulum senyum. Dia merasa jahat ketika ada perasaan senang melihat Imelda menghina Nurul.
"Biarin aja, cewek kayak gitu jangan didiemin aja. Ntar jadi ngelunjak. Elonya juga sih, Ra. Jadi cewek itu jangan kelewat baik,"
"Kok malah jadi salah gue, Mel,"
"Iya gue gregetan tau nggak ngeliatin elo yang diem aja disinisin sama tuh serigala. Apalagi kan dia junior kita, gak ada sopan santunnya,"
"Gue males aja ngeladeninnya Mel. Gak ada untungnya juga buat gue,"
"Iyee, serah lo deh. Kenapa kita malah ngomongin si nenek gayung itu ya?" Imelda menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Harusnya kita malah jangan ngegosip. Ntar ketahuan Bang Rai, abis kita," bisik Naura sambil melihat apakah ada yang sedang memperhatikan mereka.
"Ih, iya juga," sahut Imelda yang langsung mengaktifkan mode seriusnya. Hal ini membuat Naura terkikik geli. Mengenal Imelda hampir 5 tahun membuat Naura mengerti bahwa 'Imelda' dan 'serius' bukan perpaduan yang sesuai.
"Eh, tapi gue gak mau tau. Elo harus cerita ada hubungan apa lo sama si ganteng itu,"
Naura menepuk dahinya kesal. Ternyata Imelda sama sekali tidak lupa pertanyaannya. Awalnya Naura sudah merasa lega ketika Nurul mengalihkan topik yang sedang tidak ingin dibahasnya.
~~~
Naura tidak tau apa yang sedang dibicarakan Bang Rai dan Ade. Kedua laki-laki itu bahkan tidak keluar sama sekali dari kantor Rai selama hampir 5 jam. Naura tidak bisa berkonsentrasi penuh dengan pekerjaannya memikirkan kemungkinan-kemungkinan terburuk mengapa Raihan dan Ade masih mendekam di lantai 2.
'Apa Bang Rai selama itu ya interogasi Ade?'
'Apa Ade masih mohon-mohon restunya Bang Rai ya?'
'Ih, apa jangan-jangan Ade lagi pingsan di dalem habis ditonjokin Bang Rai?'
Naura meringis memikirkan khayalannya sendiri. Membayangkan kedua laki-laki itu main fisik membuatnya mengkerut. Orang awam seperti Naura pun tau bahwa Raihan dan Ade itu rutin berolahraga dan mengolah tubuhnya dengan baik. Otot-otot tubuh mereka terlihat jelas walaupun tertutup dengan kemeja dan jas.
Naura menggelengkan kepalanya kuat-kuat, apa yang sedang dipikirkannya. Kenapa juga Raihan harus tonjok-tonjokan sama Ade. Naura yang cinta Raihan, bukan sebaliknya. Tentu saja, tidak alasan bagi Raihan untuk tidak menyetujui hubungan mereka
"Kamu mengharapkan apa sih, Ra?" gumamnya pelan.
"Hey, hayo lo? Ngelamun jorok ya lo?" sahut Imelda yang menaik-turunkan alisnya.
"Ngawur lo Mel,"
"Lagian elo gue panggil daritadi gak nyaut sih,"
"Emang iya elo manggil?"
Imelda menatapnya frustasi. Dia sudah memanggil Naura berkali-kali, tetapi Naura sama sekali tidak menggubrisnya.
"Kalian bisa nggak sih kerja gak pake berantem?" suara bass Raihan mengalihkan pertengkaran kecil mereka. Raihan bersedekap dan tersenyum geli melihat tingkah para pekerjanya ini, mereka tidak bisa melewatkan 1 hari saja tanpa adu mulut. Naura mengerutkan dahinya ketika Dia tidak menemukan ada yang aneh dari Raihan dan Ade kecuali wajah lelah mereka.
'Bang Rai keliatan baik-baik aja. Ade juga gak ada tanda lebam-lebam habis dipukulin. Pede bener sih lo, Ra,' bisik Naura dalam hati. Walaupun Naura sudah tau Raihan tidak mungkin akan menunjukkan penolakan terhadap hubungannya dengan Ade, Naura tetap merasakan hatinya seperti tercubit mengetahui bahwa dirinya tidak memiliki arti apa-apa bagi Raihan selain pegawai.
"Kamu gak papa, Cil?" tanya Raihan melihat Naura hanya diam dan menundukkan kepalanya.
"Naura gak kenapa-napa, bang,"
"Kalian udah pada makan?"
"Udah kok boss," sahut Imelda yang disambut anggukan Naura.
"Ya udah. Kalo gitu tolong kalian siapin spageti 2, porsinya dibanyakin ya. Sama kopi 2 buat saya sama Ade,"
"Siap boss," Naura melihat Imelda segera beranjak ke dapur untuk menyampaikan pesanan boss mereka. Cafe Lotus memang tidak menyediakan makanan kelas berat, hanya beberapa makanan kecil dan berbagai jenis minuman. Cafe ini biasanya digunakan untuk tongkrongan anak-anak remaja, atau pemuda-pemuda berjas yang sekedar melepas penat mereka dengan secangkir kopi. Jadi, Naura dan pegawai cafe lainnya selalu membawa bekal atau membeli makanan di luar untuk makan malam.
'Pasti mereka kelaparan. Suruh siapa mendekam di kantor berjam-jam gitu,'
"Pesanan si boss udah siap nih," Naura tersentak ketika Imelda menyenggolnya dan menunjukkan pesanan Raihan.
"Ih, kenapa gue?"
"Kan tadi gue yang nyampein pesanannya si boss ke dapur. Nah sekarang giliran elo yang nganter pesanannya. Gih sana, elo nunggu apaan?"
Dasar Imelda, apa Dia tidak tahu Naura sudah ketar-ketir bagaimana harus menghadapi Raihan. Apalagi harus menghadapi Raihan dan Ade sekaligus.
'Mikir apa sih gue? Kayak yang Bang Rai bakal mikir macem-macem aja. Dia gak suka sam lo, Ra. Dia gak suka sama lo.'
"Ih, ni anak malah bengong. Ini pesanan si boss Neng, buruan dianter. Entar lo digaruk kalo mereka sampek kelaperan,"
"Kampret lo," gerutu Naura, tapi tak urung Naura tetap membawa pesanan Raihan ke meja Raihan dan Ade yang terlihat sangat serius dengan apapun yang sedang mereka bicarakan.
"Ini bang. 2 spageti sama 2 black coffee. Ada tambahan, bang?" Raihan dan Ade mengehentikan pembicaraan mereka ketika Naura datang dengan pesanan mereka.
"Mau nambah apa lo, De?" tanya Raihan, melirik sekilas ke arah Ade.
"Udah ini aja dulu. Kamu juga duduk, sayang," sahut Ade tiba-tiba yang tidak hanya mengejutkan Raihan, tapi juga Naura. Raihan menatap Ade dan Naura bergantian ketika mereka tidak menunjukkan tanda-tanda akan memberikan penjelasan.
Ade menarik kursi di tengah-tengah mereka dan menarik tangan Naura untuk duduk. Suasana meja itu semakin canggung ketika Ade tidak melepaskan genggamannya di tangan Naura. Naura yang tidak habis pikir dengan kelakuan Ade langsung menarik lepas tangannya dan menggeram kesal ketika Ade semakin mengeratkan genggamannya.
"Sayang? Gue gak salah denger kan?" tanya Raihan sambil menatap tautan tangan Ade dan Naura di atas meja.
"Eh. . itu bang, mak. ." Naura belum sempat menyelesaikan ucapannya sebelum Ade meremas tangan Naura, memberinya peringatan.
"Gak ada salahnya ngomong sayang sama pacar sendiri, Re," sahut Ade santai dengan tangan kirinya yang masih menggenggam tangan Naura dan tangan kanannya yang mulai menyuapkan spageti didepannya.
Naura mendapati kilas kaget di mata Raihan dan menatap Naura dengan tatapan bertanya.
"Kalian pacaran?"
"Seperti yang lo liat,"
"Sejak kapan?"
"Semalem,"
"Kok bisa?"
"Ya bisa-bisa aja, selama si cewek dan si cowok sama-sama saling suka," Naura hanya menunduk mendengar perdebatan mereka, tiba-tiba merasa pola-pola pada sepatunya sangat menarik perhatian. Apakah Dia masih bisa berharap Abangnya itu menunjukkan sedikit perasaan tidak terima dengan hubungan mereka?
"Elo jangan main-main sama adek gue, De," tangan tak kasat itu kembali meremas hati Naura mendengar kata 'adek' itu lagi.
"Elo liat gue lagi main-main?" Ade sama sekali terlihat tidak gentar dengan tatapan tajam Raihan. Sedangkan Naura sudah mengkerut ketakutan dengan suasana tegang di meja mereka.
"Cil, apa yang diomongin Ade bener? Kamu beneran suka sama Dia?"
"Eh. .ehm," Naura tanpa sadar meremas tangan Ade di genggamannya, mencari kekuatan.
'Gue harus jawab apa coba, Aaarrrghhh. .'
"Ya. .ya gitu Bang,"
"Gitu gimana?"
"Ya pokoknya gitu Abang. Lagian kan Naura mau pacaran sama siapapun kan juga terserah Naura,"
"Tapi kan kamu bisa ngomongin ini sama Abang, Cil,"
"Ih ngapain Naura ngomong sama Abang? Abang kan cuma boss Naura, jadi Naura gak perlu wajib lapor segala sesuatunya sama Abang," dari sudut matanya Naura melihat Raihan sedikit tersentak dengan ucapannya. Naura tidak bisa mengontrol nada kesal suaranya mengingat Raihan juga tidak pernah menceritakan segala sesuatunya dengan Naura, termasuk hubungannya dengan Alysa.
Tentu saja tidak ada hubungan istimewa diantara mereka berdua apabila mereka memang hanya bertemu satu kali malam itu, ketika Raihan lupa untuk mengantar pulang Naura, mengabaikan telponnya dan lebih memilih bertemu dengan Alysa. Tetapi Naura sudah memergoki mereka jalan berdua sebanyak dua kali setelah malam itu.
Pertama, ketika Raihan tiba-tiba membatalkan janjinya untuk menemani Naura belanja bulanan seperti biasanya karena Dia harus menemui calon investor yang bersedia menanamkan modal di rumah makan baru yang sedang dirintis Raihan dan sahabat-sahabatnya, termasuk Ade. Tetapi ketika Naura memutuskan untuk belanja sendirian di supermarket Mall dekat rumahnya, karena Alysa juga tidak bisa dihubungi pada saat itu, malah memergoki kedua orang itu sedang bercengkrama dengan akrab di Starbucks. Mungkin Alysa yang dimaksud Raihan calon investornya itu. Ugh!
Naura juga melihat, Raihan juga pernah menjemput Alysa di kampus mereka. Bayangkan? Apa namanya kalau bukan memiliki hubungan khusus jika sudah sampai jemput-jemput segala seperti itu. Tentu saja Raihan dan Alysa tidak tahu kalau Naura memergoki mereka, karena setau Alysa, Naura sedang berkutat dengan teman sekelompoknya di dalam laboratorium. Belum lagi history panggilan-panggilan Raihan yang disimpan dalam HP Alysa sebagai 'Mas Raihan'. Naura meminjam Hp Alysa siang itu, untuk mencari Hp-nya yang terselempit entah dimana, dan Naura justru menemukan kontak Raihan di log teratas Hp Alysa.
Tidak ada yang bersuara setelah itu, hanya suara dentingan piring dan garpu Ade yang melatarbelakangi tatapan laser Raihan kepada Naura.
'Gimana Ade masih bisa nafsu makan di saat-saat genting seperti ini sih,' rutuk Naura kesal.
Naura memberanikan diri untuk menatap balik Raihan, dan itu mengejutkan Naura ketika mata Raihan yang berkilat marah juga menyimpan tatapan terluka dan penyesalan.
Apa Naura masih bisa berharap kalau ternyata perasaannya ini ternyata berbalas?
Apakah Abangnya itu juga memiliki perasaan yang sama dengannya dan sakit hati ketika Ade mengklaim Naura sebagai pacarnya?
~~~
Ada yang nunggu cerita ini?😆😬
Well, okey nggak ada. . 😏😪
Terimakasih deh buat great readers yg udh sudi mampir ke cerita yg mash abal-abal ini. 👏
Ditunggu Vote dan Comment-nya yaaaaa. .
😘😍😉
~~060217~~