Tarra hanya bisa menahan gemuruh yang terus saja terasa di hatinya, berharap terlalu dalam juga nyatanya memang tak baik.
Tarra tertawa menertawakan dirinya yang terlalu berharap dengan Pieter, nyatanya lelaki itu memang tak pernah muncul.
Bukankah lelaki harus memperjuangkannya? Namun mana buktinya? Pieter bahkan tak pernah menghubunginya disaat Tarra mengirimkan sebuah pesan jika ia memberikan kesempatan kedua.
Kini Tarra hanya bisa mengusap perutnya, semakin hari perutnya memang semakin terlihat dan kandungannya tak bisa lagi disembunyikan.
Mata Tarra terlihat berkaca-kaca namun sekuat tenaga Tarra tahan agar air mata itu tak tumpah.
"Akhh.." Tarra meringis kesakitan.
"Maaf.." sebuah bola mengenai kepala Tarra.
Seorang laki-laki berjongkok mengusap kepala Tarra, dengan cepat Tarra menepis tangan lelaki itu yang sengaja mengusap lembut kepalanya.
"I'm sorry, saya hanya memastikan agar kepala kamu baik-baik aja," ucapnya.