Alona melepaskan tangan Kenzo yang sejak tadi menggenggamnya begitu mendengar Kenzo menjawab siapa nama sahabat kecil yang sejak tadi di ceritakannya.
"Dia wanita, dia wanita!" Alona terus bergumam di dalam hatinya.
"Sa-sayang, jangan salah paham. Aku tahu kau berpikir yang macam-macam saat ini, kami benar-benar hanya sebatas sahabat saja, bahkan kami sudah seperti saudara." Kenzo mencoba untuk menjelaskan kembali untuk meyakinkan hati Alona yang saat ini terlihat berbeda dari raut wajahnya.
Alona menoleh dan menatap wajah Kenzo kembali setelah tadi dia memalingkan wajahnya begitu saja. Alona mencoba untuk menebar senyuman palsu pada Kenzo meski dalam hatinya sudah mulai merasa perih, ada rasa cemburu yang terselip di dalam hatinya saat ini. Akan tetapi, Alona berusaha untuk menyembunyikannya dari Kenzo.
"Hem, tak apa, Ken. Aku percaya, persahabatan kalian tentu sangat special. Kalian pasti sangat bahagia karena akhirnya bisa bertemu kembali, apakah dia cantik?" ujar Alona sekenanya.
Namun dalam hati Alona berseru, apa yang baru saja dia tanyakan pada Kenzo terdengar dan menunjukkan jika dia cemburu pada Maya.
"Oh Tuhan…" seru Alona di dalam hatinya.
Kenzo tersenyum dengan tatapan menyelidik, dia memahami betul jika Alona sedang cemburu namun berusaha untuk menyembunyikannya meski itu gagal dia lakukan di depan Kenzo. Dengan gemas Kenzo menarik ujung hidung Alona.
"Aaakh, Kenzo! Sakit, kau mencubit hidungku sangat keras," seru Alona meringis.
"Hahaha, biarin! Rasain tuh, kamu pikir aku tidak tahu jika kamu cemburu mendengar nama Maya? Astaga, Sayang… Aku dan Maya hanya sahabat, tidak ada yang special di antara kami, kalau kamu tidak percaya aku akan meminta Riyo menjelaskan bagaimana kami se…"
"Ehhh… Tidak usah, jangan! Aku percaya, aku percaya," jawab Alona gelagapan. Meski sulit untuk percaya begitu saja, dia juga tak ingin jika Riyo mengetahui kecemburuannya itu lantas meledeknya.
Kenzo tersenyum saat Alona spontan menyela tutur katanya, lantas Kenzo kembali meraih tangan Alona untuk di genggamnya, dan dia kecup hangat kening Alona dengan penuh kasih sayang.
'Terimakasih, Alona. Maafkan aku, aku berjanji tidak akan mengabaikanmu lagi, dalam keadaan apapun itu. Tapi percayalah, aku dan Maya hanya sekedar sahabat saja, tidak lebih. Tentu dia sudah memiliki seorang pacar saat ini, sama sepertiku."
"Bagaimana kau yakin jika dia sudah memiliki pacar saat ini?" tanya Alona kembali dengan wajah cemberut.
"Emh… Aku pernah memergokinya senyum-senyum sendiri saat menatap layar ponselnya, sama sepertiku ketika aku menerima pesan singkat darimu. Hehe," jawab Kenzo menggoda Alona.
"Cih, sungguh begitu?"
"Iya, Sayang…" sahut Kenzo sembari mengecup cukup lama kedua tangan Alona di dalam genggamannya.
Mereka pun melanjutkan obrolan lain, di sertai dengan canda tawa dan segala khayalan di masa depan meski itu terdengar konyol. Perlahan mereka merasa rasa rindu yang tadinya begitu berat mulai berkurang, cinta memang terkadang aneh bukan?
Karena saat kita begitu merindukan orang yang kita cintai, obatnya hanya bertemu dan berbicara banyak hal meski itu obrolan yang ambigu. Hanya cukup mendengarnya berbicara hal-hal konyol dan tidak penting di bicarakan, akan selalu menjadi hal indah di antara keduanya sebagai penawar rindu.
Hari pun mulai gelap, seperti biasa. Kenzo selalu mengantar Alona sampai di halte bus untuk melihat Alona berlalu pergi dari hadapannya. Meski hubungan mereka sudah berlangsung cukup lama, tapi hal yang di rasakan oleh Kedua nya selalu pilu ketika mereka harus terpisah dengan cara demikian meski itu sementara.
Alona tersenyum sambil melambaikan tangan pada Kenzo ketika dia sudah menaiki bus mini yang akan membawanya sampai di rumah. Begitupun Kenzo yang membalas lambaian tangan Alona padanya dengan sneyuman hangat di sertai dengan isyarat bahwa Kenzo akan selalu mencintai dan merindukannya.
Setelah Alona menghilang dari pandangannya, Kenzo beranjak pulang. Dia harus segera kembali di rumah dan membantu ayahnya di kedai seperti biasa. Begitu sampai di rumahnya, Kenzo terkejut saat melihat sosok Maya mondar mandir di teras rumahnya.
"Maya?"
"Tsk, kemana saja kau? Dasar pembohong, sejak kapan mulai tidak jujur padaku, hah?" tanya Maya langsung mengomelinya.
Kenzo terkejut seraya membuka helmnya dan turun dari motor. Dia melangkah cepat dan berdiri tepat di hadapan Maya yang kini menatapnya tajam.
"Apa maksudmu, May?" tanya Kenzo.
"Riyo bilang kau tidak sedang bersamanya hari ini, tadi kau bilang sedang bersama Riyo dan ada janji mendesak 'kan?" tanya Maya kembali mengomeli nya.
"Akh, sial si Riyo. Aku lupa mengabarinya tadi," gumam hati Kenzo.
"Ayo, masuk dulu! Ibu pasti sudah di kedai, maka itu pintu rumah di kunci seperti ini," ujar Kenzo mengalihkan seraya merogoh kunci pintu cadangan yang selalu dia bawa saat di bepergian.
Maya tampak mendecak sebal karena sikap Kenzo yang mengalihkan pembicaraan. Dia melangkah kasar menyusul langkah Kenzo memasuki ruangan, di rumah Kenzo tampak sepi. Karena sang ibu sudah tentu menuju kedai lebih dulu karena Kenzo pulang terlambat.
"Duduk dulu, aku buatkan minuman," ujar Kenzo pada Maya kembali. Masih dengan sikapnya yang sengaja mengabaikan omelan Maya tadi.
"Iiih, Ken! Kau belum menjawab pertanyaanku," ucap Maya membantah kesal.
Kenzo menolehnya saat sudah beberapa langkah dia pergi.
"Apa lagi, May?" tanya Kenzo dengan nada lembut.
"Kau bertemu siapa? Beraninya menolak ajakan sahabatmu ini, apa aku sudah tidak penting lagi saat ini?" Maya mulai menekuk wajahnya dengan kesal.