"Menurutmu siapa yang aku pikirkan?" tanya balik Kenzo pada Alona.
Alona mengerutkan kening setelah Kenzo justru berbalik tanya padanya. Kenzo pun tersenyum menatap wajah Alona yang demikian.
"Tentu aku memikirkanmu," ucap Kenzo kembali.
"Cih, dasar!" jawab Alona mencubitnya lalu kemudian duduk di sisi Kenzo tanpa rasa canggung dan ragu lagi.
Detak jantung Kenzo bergetar meningkat, sedalam itu perasaan gugupnya ketika berdekatan dengan Alona.
"Ken, terimakasih hari ini kau datang kemari menemuiku." Alona berbicara kemudian.
"Emh… Kenapa kau mengucap terimakasih? Apa kau sungguh senang melihatku datang menemuimu ke mari?"
"Aku bahagia, Ken. Walau kita berbeda, kau masih mau datang menemuiku, bahkan di tempat beribadah ku."
Kenzo tersenyum seraya memiringkan kepalanya ke samping, dengan satu tangan menopang pipinya untuk menatap ke arah Alona yang duduk di sisinya sejak tadi.
"Sebelumnya, aku tidak pernah membawa keyakinan kita yang berbeda ikut andil dalam hubungan kita. Tapi yang ku tahu, aku telah jatuh cinta padamu dari hati, aku tidak peduli bagaimana dan siapa dirimu," ucap Kenzo dengan nada serius.
Alona tampak tersipu malu akan jawaban Kenzo padanya barusan.
"Aku pun sama, aku tidak peduli kau siapa dan darimana asalmu dan keyakinan mu, Tuhan kita tetap sama, yang membedakan hanyalah cara kita mengucap syukur padanya. Iya bukan?"
"Kidsmart!" sahut Kenzo singkat seraya tersenyum.
Alona pun memelototinya, setelah mendengar ucapan Kenzo kembali.
"Ih, kamu ini. Apakah aku seperti anak kecil?" balas Alona dengan wajah cemberutnya.
"Hehem, oke. Kau bukan anak kecil lagi, kau wanita dewasa, dan kau sangat manis, manis sekali saat tersenyum padaku."
"Kenzo… Berhenti menggodaku terus," ucap Alona dengan wajah bermerah semu karena malu.
Lantas mereka saling bersenda gurau dan Alona terus memukul-mukul serta mencubiti lengan Kenzo. Begitupun Kenzo yang membalasnya dengan menggelitik Alona hingga membuat Alona terus mengadu. Lalu kemudian, Alona bersandar di pundak Kenzo usai saling bersenda gurau sejak tadi.
Dalam hati Alona bergumam, "Tuhanku, aku ingin bahagia ini terus berlanjut dan tidak akan pernah berakhir sampai kapanpun."
Dalam hati yang sama, Kenzo pun bergumam, "Aku ingin kebahagiaan ini akan terus seperti ini, Tuhan. Meski kami memiliki keyakinan yang berbeda."
Mereka saling menggenggam menyatukan telapak tangan. Menatap langit yang tampak begitu cerah, serta burung-burung yang beterbangan menghiasi awan, keramaian yang berlalu lalang di seberang jalan sana, membuat hati mereka merasakan ketenangan yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya.
"Ehm, Ken. Apakah kita akan terus disini seperti ini?" tanya Alona kemudian.
"Emh… Kemana kita akan pergi hari ini? Ini adalah weekend kita yang ke 4 selama kita berpacaran,"
"Hum, aku tahu. Dan ini kali pertama kita menikmatinya berdua," sahut Alona menanggapi.
"Hahaha, hah… Entah kenapa, setiap kali bertemu denganmu, aku hanya ingin duduk berdua dan menikmati waktu hanya dengan menggenggam tanganmu seperti ini," ucap Kenzo kemudian.
Alona merubah posisinya yang semula bersandar di pundak Kenzo lalu menatap wajah laki-laki yang saat ini membuatnya selalu berbunga-bunga di dalam hati.
"Ken, ini tempat suci. Tempat beribadah ku dan banyak orang lainnya lagi, sebaiknya… Kita pindah, aku tidak ingin menjadi pusat perhatian orang dan berpikiran buruk tentang kita,"
"Oh? Ehm, baiklah. Jika begitu, kita pergi dari sini." Kenzo mengangguk dan beranjak berdiri.
Lantas Alona berdiri pula menyusulnya. Kemudian Kenzo mengulurkan tangannya untuk menggenggam tangan Alona kembali, menggandeng nya menuju tempat dimana dia memarkir motornya tadi.
Alona tersenyum ketika Kenzo menggandeng tangannya menuju motornya, dia merasa seakan Kenzo sungguh sangat mencintainya dan tidak ingin melepasnya sedetikpun.
"Ken, kita mau kemana?" tanya Alona setelah tiba di depan motor Kenzo.
"Mmh… Entahlah, asal denganmu kemanapun itu aku mau,"
"Hahaha, Kenzo… Sudah lah, jangan bercanda terus…" Alona kembali tersipu malu ketika Kenzo lagi-lagi menggombali nya.
Lantas Kenzo menaiki motornya, Alona sedikit ragu untuk menaiki dan duduk di belakang Kenzo dengan sangat dekat tentunya. Dengan ragu dan sangat canggung, Alona duduk dengan posisi miring.
Sontak saja Kenzo menolehnya ke belakang, mereka saling memandang satu sama lain. Sesaat kemudian, Kenzo tertawa lepas di hadapan Alona, membuat Alona mengernyit dan kebingungan.
"Sayang, apa ini? Kau duduk seolah di bonceng oleh tukang ojek yang tidak kau kenal." Kenzo meledeknya lalu kembali menertawainya.
"Aku…" Alona menghentikan ucapannya dengan bibir mengatup rapat.
"Kau malu jalan bersamaku, Alona?"
"Tidak, tidak. Bukan begitu, Ken. Aku hanya, merasa sedikit malu," sahut Alona dengan lirih.
"Hem, rubah posisimu sekarang dengan benar dan bagaimana seharusnya kau menaiki motor," ujar Kenzo pada Alona.
Akhirnya, Alona menuruti apa yang dikatakan oleh Kenzo. Dia merubah posisinya dengan menghadap punggung Kenzo, sedang Kenzo membelakanginya untuk mengendalikan motor antique kesayangannya itu.
Setelah dia menyalakan mesin motornya, dia menarik kedua tangan Alona untuk memeluk bagian pinggangnya hingga kedua tangan Alona melingkar di perut Kenzo. Alona tertegun sejenak, dia semakin salah tingkah saat kini dia memeluk tubuh Kenzo secara dekat, bahkan dia bisa mencium aroma maskulin tubuh Kenzo begitu jelas menyeruak dari kedua lubang hidungnya.
Kemudian Kenzo melaju perlahan, dia sedikit menahan gelak tawanya ketika dia merasakan detak jantung Alona begitu kencang hingga menembus dinding punggung Kenzo dari belakang.
Sejujurnya, dia pun sama. Saat ini, dia hanya sedang berlagak baik-baik saja. Meski faktanya, dalam hati Kenzo merasakan hal yang sama. Detak jantungnya seakan memaksanya ingin melompat keluar saja. Beberapa kali dia menahan napasnya lalu mengaturnya untuk normal kembali.