Chapter 6 - BAB 6

Siang itu Herri menjemputmu di Kampus sesuai dengan janjinya tadi malam, aku sudah menunggunya di halaman parkir karena aku memang malas berlama - lama di dalam ruanganku setelah insiden marahnya Pak Sekretaris prodi kepadaku, sementara Pak Aris dan Pak Jaelani juga sudah dari tadi meninggalkan Kampus.

"Hai non, udah lama nunggu?" goda Herri, mungkin kerana lihat aku cemberut.

"Enggak, barusan aja" sahutku singkat

"Lalu kenapa cemberut gitu?" tanyaknya

"itu, tadi Pak Bos ngamuk - ngamuk gak jelas, bikin kesel aja" gumamku.

"kenapa lagi tuh Bosnya Nita?" tanyaknya lagi.

"gak tahu deh..... gak usah di pikirkan lagi, males ngomongin dia..." ujarku.

Mobil Herri berhenti di depan sebuah toko buku besar yang jaraknya tidak terlalu jauh dari Kampus. Kami berduapun turun dari mobil. Kami segera masuk ke toko buku itu dan segera asyik dengan buku masing - masing. Kulihat Herri pergi ke lorang buku yang berisi buku pelajaran di bagian buku Bahasa dan Sastra Indonesia, sementara aku ke lorang buku umum, aku terus berjalan ke sebuah rak buku, ada sebuah buku yang menarik hatiku, ku ambil buku itu dari rak buku dan mulai membacanya,

"Tersenyumlah, Judul asli Ibtasim, Penulis Dr. Aidh Al-Qarni. Penerbit: Maktabatul 'Ubaikan" Aku termenung sejenak kemudian melanjutkan membaca tulisan di belang cover buku yang aku bawa,

"Suatu pagi, seorang Arab Badui ikut shalat subuh berjamaah. Ketika itu sang imam membaca surat Al - Baqarah, padahal orang Badui tersebut sedang buru - buru karena suatu keperluan. Akibatnya, ia tidak dapat memenuhi keperluannya itu. Pada esok harinya, ia kembali ikut shalat subuh berjamaah. Ketika imam mulai membaca surat Al - Fill, orang Badui tersebut langsung pergi seraya berkata "Ini pasti lebih lama lagi! Bukankah Al - Fill (gajah) lebih besar dari Al - Baqarah (sapi)?", Hehehehe.....Lucu juga, memang pintar orang yang nulis ini" ujarku sambil tersenyum simpul.

"AL QALAM" Ku baca tulisan di pojok bawah buku warna kuning yang kupegang. Kubawa buku itu dan mencari buku lainnya.

Aku kembali mengalihkan pandanganku ke arah tumpukan buku - buku yang tertata rapi di rak buku. Satu persatu buku itu aku keluarkan dari tempatnya dan membaca judul - judulnya. Tanganku meraih sebuah buku, aku tertarik akan judulnya "KOIN EMAS DI TEPI JALAN, 153 Kisah Inspiratif Penenang Jiwa, Pendamai Hati, Penulis Mario Seto" Kayaknya ini bagus gumamku.

"Manusia Setengah Salmon, Raditya Dika" gumamku sambil memegang sebuah buku dengan muka Radit sebagai covernya. Tiba - tiba Herri ada di belakangku dan mengagetkan aku

"Nita suka Raditya Dika?", tanyaknya.

"Iya..... suka banget..." jawabku sambil tersenyum. Raditya Dika adalah seorang komika dan penulis yang sangat terkenal. Aku mulai suka Radit setelah membaca bukunya yang berjudul "Kambing Jantan", sejak itu aku mulai mencari tahu siapa sebenarnya Raditya Dika ini, dari rasa penasaran itulah aku akhirnya tahu kalau Raditya Dika juga seorang komika sebutan untuk seseorang yang berprofesi sebagai stand up comedy. Itu kalau tidak salah sih, aku sangat suka nonton stand up comedy, aku sering menonton Radit stand up di YouTube atau di televisi.

"Ambil saja bukunya kalau mau" kata Herri.

"Masih bingung mau beli atau tidak" jawabku.

"Dari pada bingung, mendingan di ambil saja semua.. !!!" perintahnya. Langsung saja di ambil ketiga buku yang sedang kubawa dan membawanya ke kasir. Dalam hati aku bergumam

"Aduh, gimana nih, aku kan tidak bawa uang tunai, y udah deh, aku gesek aja caranya ntar di kasir". Aku mengikuti Herri ke kasir dan Dia langsung membayar semua buku yang hendak ku beli dan juga buku yang sudah di pilih untuk dia beli.

"Kok di bayarin?", tanyakku

"udah gak apa - apa, kan tumben juga" jawab Herri cuek.

"Terimakasih y...." ucapku sambil tersenyum.

"Sama - sama, Non" jawabnya sambil tersenyum dan secara spontan tangannya membelai kepalaku. Spontan aku terkejut dan menjauh, sebenarnya aku senang banget dia melakukan itu, tapi layaknya seorang gadis yang tiba - tiba dapat perlakuan romantis dari lawan jenis yang statusnya belum jelas y pastilah secara repleks menghindar.

"maaf...." ucap Herri sambil menarik tangannya setelah mendapat penolakan halus dariku.

"iya, gak pa pa..." ucapku sambil tertunduk. Rasa di hatiku tidak karuan, ada rasa senang karena perhatian yang di berikan Herri kepadaku, tapi juga ragu karena bingung akan status hubunganku dengannya. Melihat ku melamun, tiba - tiba Herri menegurku

"Kok menghayal sih, Non...." tegurnya.

"iya, lagi galau nih..." jawabku asal.

"makan yuk..... biar galaunya hilang" ajaknya.

"Enggak ah, aku mau pulang aja, udah sore banget nih, aku belum sholat ashar lagi" jawabku

"Ya udah, aku antar ke kampus deh, nanti malam aku telp y, dan harus di angkat!!!" katanya.

"Iya...." jawabku.

Herri mengantarkan ku ke kampus dan aku langsung bergegas ke tempat parkir dan bergegas pulang.

Sesampai di rumah aku langsung sholat asar karena waktu sudah sangat sore. Setelah salat baru aku mandi. Takutnya kalau aku mandi duluan nanti keburu magrib. Selesai mandi azan magrib pun berkomandang, aku segera ambil air wudhu dan sholat magrib.

Seperti janjinya, malam itu Herri meneleponku, dan aku pun mengangkat telpnya,

"Assalamualikum. wr.wb..." salamnya,

"Walaikumsalam wr.wb.... " jawabku

"Udah makan non?" tanyaknya

"Udah, Mas Herri sendiri sudah makan?" tanyakku balik.

"Udah juga, oh y ngomong - ngomong tadi siang Nita kenapa? ada masalah apa sih di kampus? Soalnya tadi di Group WA teman - teman pada ribut, jadi penasaran, ada apa sih?" Herri melancarkan pertanyaan bertubi - tubi membuat aku bingung. Aku cuma diam, malah sengaja bertanyak balik

"Emangnya teman - teman mas Herri bilang apa?".

"Di tanyak kok malah balik nanyak sih?" protesnya.

"lah mana aku tahu teman - teman Mas Herri bicarakan apa?" belaku.

"Ya udah, aku cerita duluan, nanti Nita yang cerita, setuju?" negonya.

"Oke, setuju...." sahutku

"Teman - teman cerita katanya ada kakak kelas yang di marah oleh Pak Agus gara - gara mereka di tuduh menyebarkan gosip tentang Pak Agus. Emangnya gosip apa sih?" tanyaknya.

"Pak Agus marah kepada kakak kelas mas Herri benar, tapi apa yang di gosipkan aku tidak tahu" bohongku.

"Bohong, kalau Nita tidak tahu, terus kenapa Pak Agus marah sama Nita juga?" selidiknya.

"Ya, mungkin karena aku berada pada waktu yang salah saja" jawabku.

"Serius nih, kasih tahu donk, aku kan suka penasaran orangnya" tegasnya.

"udah deh, besok juga tahu" jawabku lagi.

"Kok jawabnya gitu?" tanyaknya kesal.

"Males ahh...., ngomongin orang gak penting kayak Pak Agus" jawabku bernada agak keras kepada Herri.

"Ya udah deh, kalau memang Nita tidak mau cerita gak apa - apa" jawabnya agak kesal karena tidak mendapatkan informasi yang diinginkannya.

"Udah malam, sebaiknya kita tidur" katanya akhirnya.

Aku tidak sangka ternyata cuma gara - gara keinginannya tidak tercapai dia langsung mengakhiri pembicaraan kami, aku sedikit kecewa, tapi biarlah, toh malam ini aku juga tidak terlalu bersemangat, udah sangat mengantuk dan ingin segera tidur.

"Met tidur, mimpi indah" balasku to the point. Setelah itu Hp pun aku matikan biar tidak ada yang menggangguku lagi.