Sesaat setelah Rou Yi diculik, Suro langsung memacu kudanya dengan cepat, berharap ia dapat memperkecil jarak dengan orang yang telah menculik Rou Yi. Dibelakangnya, Yutaka Shisido pun berlaku demikian seakan tak mau kehilangan jejak.
Pekatnya malam seolah tak mampu menghalangi laju kuda tunggangan mereka meniti jalan setapak yang dikiri dan kanannya ditumbuhi semak berhutan.
Perjalanan mereka yang tiada henti akhirnya menembus hutan bambu, mengantar mereka tiba di tempat dimana kuda milik Lan Feng tertambat, waktu sudah menjelang subuh. Ia dan Yutaka Shisido langsung menghentikan kudanya, lalu turun untuk memeriksa.
Hatinya merasa gelisah dan tertekan melihat kuda yang ia temukan dalam keadaan terikat itu, batinnya mengatakan kalau kuda itu adalah milik orang yang telah menculik Rou Yi. Bayangan peristiwa buruk menimpa Rou Yi langsung memenuhi isi kepalanya, membuatnya panik bercampur geram dan tubuh gemetar tak karuan.
Bersama Yutaka Shisido, ia melangkahkan kakinya mengikuti jejak tapak kaki tercetak di tanah.
Jantungnya makin berdegup kencang, darahnya terasa panas berdesir cepat diseluruh tubuhnya ketika tatapan matanya yang tajam melihat sobekan sehelai kain berwarna biru lembut tersangkut di ranting bambu. Buru-buru, ia pun meraih dan mengendusnya. Ia kenal, kalau kain yang berada ditangannya itu adalah kain pakaian yang dikenakan oleh Rou Yi.
Tiba-tiba saja, terdengar suara langkah kaki menimbulkan bunyi derak serasah dedaunan kering berjalan mendekati mereka, disusul kemudian kemunculan dua sosok tubuh yang langsung menunduk memberi hormat dengan kedua tangan terkepal begitu melihat Suro.
"Tien Jie, Tien Lie?" sebutan dua nama itu langsung keluar bersamaan dari mulut Suro dan Yutaka Shisido. Mereka berdua menatap heran.
"Akhirnya anda berdua sampai juga di tempat ini," Tien Jie berkata sambil menyungging senyum.
Tien Lie mau pun Tien Jie melirik tangan Suro yang memegang secarik kain dari gaun milik Rou Yi, lalu kedua saudara kembar itu saling pandang dan tersenyum.
Suro nampak masih tertegun dan belum bisa berkata apa-apa melihat kehadiran mereka berdua, tetapi dalam hatinya sempat tersirat kalau dua orang dihadapannya itu tahu keberadaan Rou Yi ketika mereka tersenyum melihat kain ditangannya.
"Anda tahu sesuatu tentang kain ini?" Suro langsung bertanya, ia seperti lupa untuk menyambut salam mereka karena dalam kondisi sibuk memikirkan keadaan Rou Yi.
Tien Jie mau pun Tien Lie tersenyum kembali sambil mengangguk, kemudian membuka jalan, tangannya mengayun dengan gerakan isyarat mempersilahkan Suro untuk mengikuti arah tangan mereka.
"Silahkan anda susuri jalan ini, seseorang sedang menunggu anda," Tien Jie berkata, "Anda jangan khawatir, bumi dan langit masih melindunginya."
"Dia masih dalam keadaan suci dan selamat," Tien Lie menimpali.
Suro menarik nafas lega, kata 'seseorang' yang dimaksud oleh sepasang Pendekar Pedang Api dan Angin itu pastilah Yin Rou Yi, kalimat yang diucapkan kemudian membuat hatinya terasa lega. Ucapan suci dan selamat menandakan kalau orang yang memiliki kain ditangannya itu dalam keadaan baik.
Tanpa berkata lagi, ia berjalan tergesa diantara semak dan batang-batang bambu mengikuti arah tangan kedua orang itu.
Tak lama kemudian, ia melihat sosok tubuh sedang bersembunyi dibalik batang bambu yang melindungi tubuhnya dari penglihatan orang-orang, dan Suro bisa menebak kalau itu adalah tubuh milik Rou Yi.
"Rou Yi!" serunya dengan gembira dan langkah bergegas.
Rou Yi tersentak mendengar suara yang sangat familiar ditelinganya. Kemudian ia menoleh dan mendapati Suro sedang berjalan kearahnya.
"Kakak Luo!" serunya, ia hendak berdiri menyambut, tetapi kakinya terasa sakit membuatnya meringis.
Air matanya langsung mengalir mendapati Suro telah datang menyelamatkannya.
Secara spontan, Suro langsung memeluk Rou Yi dan turut pula menangis haru. Rasa khawatir dan ketakutan mendadak sirna begitu mengetahui secara fisik keadaan gadis itu dalam keadaan baik.
"Oh, adikku. Kau baik-baik saja'kan?" tanyanya dengan suara lirih.
"Kakak, aku takut sekali.... Takut sekali," ucap Rou Yi sambil mengangguk dipelukan Suro sambil berlinangan air mata. Hal ini dirasakannya seperti mimpi bisa selamat dari ancaman Lan Feng yang mencoba memperkosanya.
"Tenanglah, sekarang adik Yi sudah aman. Aku tak akan melepaskan pandanganku lagi kali ini," hiburnya.
Namun tak lama, Suro langsung melepaskan pelukannya ketika sadar kalau tindakannya itu adalah salah. Rou Yi bukanlah muhrimnya yang bisa ia peluk begitu saja. Hal itu membuatnya malu dan wajahnya langsung memerah. Lebih memerah lagi ketika ia merunduk dan matanya melihat sebagian kaki Rou Yi yang tidak tertutup kain.
Buru-buru, ia pun berdiri dan memalingkan tubuhnya ke arah lain.
Rou Yi yang juga sadar pun berlaku sama. Ia mencoba mencari sesuatu yang bisa menutupi kakinya, tetapi tak ada yang bisa ia gunakan saat itu.
"Maafkan aku, kakak," katanya sambil menunduk dan tersenyum malu.
Suro teringat akan kain hitam penutup kepalanya yang cukup lebar, yang ia gunakan untuk sajadah shalat. Setelah melepasnya, ia pun menyerahkan kain itu dengan tangannya kepada Rou Yi tanpa memutar tubuhnya.
Rou Yi langsung meraihnya dan langsung membelitkan kain hitam milik Suro ke pinggangnya, meskipun tidak sepenuhnya tertutupi, paling tidak sudah dirasa lebih baik dikarenakan kondisi darurat.
"Mohon maaf, kakak Luo. Aku tak bisa berdiri karena kakiku terkilir." Rou Yi berkata tanpa bisa merubah posisi duduknya.
Suro pun membalikkan badan lalu tersenyum.
"Tak apa, aku akan menggendongmu," katanya.
Rou Yi menunduk sebentar, ia kembali terlihat malu. Tetapi, harus bagaimana lagi? Pikirnya.
"Maafkan adik Yi, kakak," katanya.
Kejadian yang ia alami sekarang mengingatkannya pada peristiwa masa lalu, dimana kakinya juga terkilir dan Suro menggendongnya sepanjang perjalanan pulang.
Suro pun sepertinya mengingat hal yang sama dengan yang dipikirkan oleh Rou Yi. Ia kemudian membalikkan badan dan berjongkok di depan Rou Yi.
"Ayo, naiklah kepunggungku," ucap Suro.
Rou Yi mengangguk, lalu naik ke punggung Suro.
***
Di tempat semula mereka menambatkan kuda, Tien Lie, Tien Jie dan Yutaka Shisido terlihat tersenyum begitu melihat Suro dan Rou Yi datang. Seperti kebiasaan, mereka membungkuk.
"Maafkan kami membuat kalian menunggu," ucap Suro.
"Tak apa," Tien Lie yang menyahut, "Asalkan semuanya sudah dalam keadaan baik."
Suro mengangguk.
"Terima kasih atas bantuan kalian berdua, aku tak tahu apa yang bakal menimpa adikku ini jika kalian tidak menyelamatkannya," Suro menundukkan kepala, dibelakangnya pun Rou Yi melakukan hal yang sama.
Tien Lie mengibaskan tangannya, "Pendekar Luo tak perlu sungkan, semua juga atas kebaikan anda pada kami, semua merupakan rencana dari langit."
Suro kembali mengangguk.
"Sekarang, apa yang akan tuan lakukan?" Tien Jie bertanya.
Ia tahu rencana semula adalah membantu menyelamatkan keluarga Yutaka Shisido, tetapi sekarang ini, keberadaan Rou Yi bakal membuat rencana itu harus diatur ulang.
Suro kemudian menoleh ke belakang, dimana Rou Yi masih berada dipunggungnya.
"Aku akan membawa Rou Yi bersamaku," katanya.
Tien Lie langsung maju selangkah, matanya sempat melirik ke arah Rou Yi yang seperti merasa bersalah.
Gadis itu merasa kalau ia menjadi sudah beban dari rencana mereka, dan sekarang ia pun tak tahu harus apa dan bagaimana. Tinggal di tempat itu, atau ikut bersama Suro dan menjadi beban pemuda itu.
"Saya khawatir, perhatian anda akan terpecah jika nona Rou Yi ikut bersama anda," katanya, lalu melanjutkan kalimatnya sebelum dipotong oleh Suro. Pemuda itu seperti sudah akan menyela, "Jika anda izinkan..."
Tien Lie tak melanjutkan, sengaja menunggu reaksi dari Suro.
"Izinkan?" Suro bertanya dengan alis terangkat.
Tien Lie memandang ke arah saudaranya yang mengangguk.
"Jika anda izinkan dan percaya pada kami, kami akan mengantarkan Nona Rou Yi ke tempat rombongan anda berkumpul," katanya.
Mendengar saran dari Tien Lie, pemuda itu nampak berfikir. Sebenarnya, apa yang disampaikan oleh Tien Lie adalah saran yang bagus supaya ia bisa fokus membantu Yutaka Shisido dan agar perhatiannya tidak terpecah. Hanya saja, ia belum lama mengenal kedua kakak beradik itu, kepercayaannya juga masih setengah-setengah. Bagaimana jika terjadi sesuatu pada Rou Yi? Jelas, itu akan membuatnya menyesal seumur hidup.
Kepalanya memutar ke arah belakang, Rou Yi terlihat ragu. Gadis itu lebih berharap jika ia ikut serta bersama Suro, tetapi sudah pasti dirinya hanya akan menjadi beban buat Suro nantinya.
"Bisakah aku tinggal di sini saja menunggumu?" tanyanya pada Suro.
Suro menarik nafas panjang, ia pun terlihat bingung sehingga tak bisa langsung menjawab.
"Jika untuk sehari, bisa saja. Tetapi aku tak tahu kapan urusan ini bisa selesai. Lagi pula, adik Yi berada di sini pun juga akan membuatku kepikiran," katanya.
Ia kemudian memandang Tien Lie dan Tien Jie bergantian. Lalu berkata, "Biarlah aku membawanya bersamaku."
"Tuan Pendekar, memang untuk mempercayai seseorang itu sangat sulit. Tetapi, kami pun tidak menghalangi niat anda untuk membawa nona Rou Yi ikut serta, jika memang itu keputusan anda," Tien Jie menyahut.
Suro buru-buru menundukkan kepala sebagai tanda meminta maaf, "Tolong fahami posisiku, tuan Tien Jie. Aku minta maaf pada kalian jika ucapanku menyinggung. Hanya saja, aku merasa khawatir akan keselamatan adik Yi tanpa aku sendiri yang mengawasi. Semua peristiwa yang kami alami sungguh membuatku was-was. Beberapa kali keluargaku terancam tanpa kehadiranku diantara mereka."
Tien Jie tersenyum, lalu mengangkat tangannya, "Tidak, tuan. Kami sangat maklum dengan posisi anda. Sungguh kami tidak tersinggung."
"Pendekar Muda Luo," tiba-tiba Yutaka Shisido yang sedari tadi diam langsung angkat bicara, "Meskipun saya baru mengenal tuan Tien Lie dan Tien Jie, tetapi beberapa kejadian telah cukup membuatku percaya dan yakin akan niat baik mereka. Aku mendengar sendiri percakapan mereka waktu itu, kalau sebenarnya mereka memang berniat untuk berbuat baik setelah tuan memberi mereka kesempatan untuk hidup."
Cukup lama Suro terdiam, berfikir panjang untuk menyerahkan Rou Yi bersama sepasang pendekar pedang Api dan Angin itu.
Tugas yang akan ia lakukan membutuhkan perhatian yang tak bisa dipecah-pecah. Masalahnya adalah nyawa. Yang akan dihadapi adalah seorang yang berilmu tinggi bersama pembantu-pembantunya.
Sekali lagi, ia menengok ke belakang. "Bagaimana menurutmu, adik Yi?"
Rou Yi tak langsung menjawab, matanya menatap berkali-kali secara bergantian ke arah Tien Jie dan Tien Lie. Jika saja waktu itu mereka berniat jahat, sudah pasti setelah berhasil menewaskan Lan Feng, mereka berdua akan menggantikan posisi Lan Feng untuk mengerjainya. Tetapi yang mereka lakukan justeru bersikap sopan dengan meninggalkannya sendirian agar tak membuatnya malu dengan auratnya yang terbuka.
Suro dapat merasakan gerakan dada Rou Yi yang menarik nafas panjang.
"Kakak," sahutnya, "Kurasa, adik bisa mempercayai pendekar Tien Lie dan Tien Jie."
Mendengar jawaban Rou Yi, Suro mengangguk sambil tersenyum. Pandangannya berputar ke arah dua orang pendekar kembar itu. Tak ada lagi cara lain selain mempercayakan Rou Yi pada mereka berdua.
"Kalau begitu, aku mohon bantuan anda berdua untuk mengantarkan adikku ke kapal tuan Cheng Yu," katanya.
Mendengar nama Cheng Yu, Tien Lie dan Tien Jie saling pandang sambil tersenyum lebar.
"Oh, aku kenal Cheng Yu," ucap Tien Lie, "Rupanya anda juga sudah membuatnya bertobat."
Selesai berkata demikian, Tien Jie dan Tien Lie menunduk dan menangkupkan kedua kepalan tangannya. Mereka seperti menunjukkan kekagumannya pada Suro. Pemuda itu membawa kharisma yang luar biasa membuat para pendekar sesat bertobat.
Suro hanya balas tersenyum, kemudian ia mendatangi kuda milik Lan Feng dan berusaha membantu Rou Yi untuk naik dan duduk di atas punggung kuda.
"Adik Yi sayang," ucap Suro, kalimatnya terdengar khawatir dan penuh perhatian pada Rou Yi, "Kakak hanya bisa memasrahkanmu pada Allah. Semoga perjalananmu kali ini tidak ada kendala apa-apa."
Wajah Rou Yi nampak bersemu merah. Ini pertama kalinya Suro memanggil kata 'sayang' di belakang namanya, apalagi dihadapan banyak orang. Hatinya langsung berbunga-bunga saat itu juga.
Ia hanya menunduk dan mengangguk, rasa malunya membuat ia tak berani menampakkan wajahnya dan membalas ucapan Suro.
"Tuan Lie dan tuan Tien Jie. Maaf sudah merepotkan dan mohon bantuannya untuk mengantar Rou Yi," katanya pada Tien Jie dan Tien Lie.
"Anda tidak perlu khawatir. Kami akan mengantarkan nona Rou Yi dan menjaganya selama perjalanan dengan nyawa kami. Tuan fokuslah pada tugas anda," jawab Tien Lie.
"Berhati-hatilah anda berdua. Semoga bisa kembali dengan selamat dan bisa berkumpul kembali dengan keluarga anda," Tien Jie berkata dengan kalimat tulus mendo'akan.
Suro mengangguk, "Sekali lagi saya mohon bantuan saudara berdua."