Ketika hari menjelang sore, mereka memutuskan mencari tempat yang teduh untuk bernaung dan beristirahat. Bahkan bisa jadi mereka akan bermalam ditempat itu, di alam yang terbuka. Mereka tak mungkin kembali ke kota mencari penginapan mengingat jarak yang cukup jauh. Gurat kelelahan tergambar begitu jelas pada wajah mereka.
Saat ini, Suro bisa bernafas lega, dan ia berharap tidak ada lagi yang akan menghalangi perjalanan mereka. Ia merasa sudah sangat lelah secara fisik maupun mental. Apa yang ia alami selama ini sungguh menguras banyak energi.
Harapannya, tidak ada lagi orang-orang yang tewas akibat melindungi dirinya dan orang-orang yang ia sayangi.
Ia melirik ke arah Li Yun dan Rou Yi secara bergantian. Apa yang dialami kedua gadis itu membuatnya merasa bersalah. Semua ini terjadi karena ikut bersamanya.
Satu helaan nafas panjang membuatnya sedikit lebih tenang.
Tak lama kemudian, salah satu anggota Cheng Yu membagikan perbekalan yang memang mereka bawa sebelum melakukan perjalanan jauh.
***
"Adik Li," Suro menyapa Li Yun yang duduk dihadapannya, "Bagaimana luka-lukamu, apakah kondisinya jauh lebih baik?"
Yang Li Yun meraba wajahnya yang memar, lalu kemudian tersenyum pada Suro.
"Kakak, aku masih cantik, tidak?" Li Yun balik bertanya, nada suaranya seperti tidak ada beban.
Nyaris saja Suro terbatuk mendengar jawaban Li Yun. Ia memandang gadis itu dengan senyuman kecut. Bibirnya langsung nyengir menggoda Li Yun. Tapi, walaupun begitu, salah satu candaan seperti inilah yang membuatnya mencintai Li Yun.
"Kalau jawabanmu begitu, tandanya lukamu sudah tidak masalah lagi," katanya sambil memasang wajah aneh. ia pun membalas candaan gadis itu bermaksud melakukan hal yang sama.
"Ah, kakak...." Li Yun berkata manja, "Terima kasih jawabannya."
Gadis itu membuka senyumnya lebih lebar, tetapi tiba-tiba ia meringis kesakitan hingga membuat Suro tertawa kecil.
Di saat seperti itu, Rou Yi datang dan langsung duduk dsebelah Li Yun. Ia baru saja memeriksa kondisi Huang Nan Yu yang terluka yang berada di dalam kereta mereka.
Ia lalu menatap ke arah Rou Yi. Gadis itu kini sudah menampakkan wajah yang normal semenjak mereka berhasil selamat. Rasa tertekannya sudah mulai memudar.
"Adik Yi, bagaimana keadaan Tetua Huang Nan Yu?" tanyanya.
"Kondisinya sudah stabil. Adik sudah memberinya obat," jawab gadis itu.
"Alhamdullillah," Suro menarik nafas lega.
Ia masih bisa bersyukur karena wanita itu tidak ikut terbunuh meskipun keadaannya juga tidak begitu baik dengan kondisi tubuh yang terluka parah oleh sabetan-sabetan pedang.
"Kakak kelihatan sangat lelah. Lebih baik kakak berbaring saja sekedar meregangkan tubuh barang sejenak," Rou Yi berkata.
Ia bisa melihat, kalau wajah Suro menampakkan kelelahan yang sangat, meskipun pemuda itu berusaha untuk menyembunyikannya.
Apa yang diucapkan gadis itu memang benar, dan ia memang butuh istirahat. Tetapi, sebentar lagi senja menjelang dan ia memutuskan untuk mengikuti saran Rou Yi setelah menunaikan waktu Isya.
"Adik benar, kakak memang lelah. Tunggu selepas Isya baru kakak akan beristirahat," jawabnya sambil tersenyum.
"Umm," Rou Yi mengangguk, kemudian berdiri dan berkata, "Adik masih memiliki ramuan untuk menyegarkan tubuh. Akan aku buatkan untuk kakak."
Suro mengangguk sambil tersenyum, "Terima kasih."
Cheng Yu yang berada tak jauh di sebelah Suro langsung berseru kepada anggotanya yang sama-sama berkumpul dan beristirahat, "Coba tolong bantu Nona Rou YI menyiapkan kayu bakar, berikan juga perbekalan air yang kita bawa!"
Serempak mendengar seruan Cheng Yu, mereka semua bangkit, lalu mulai melaksanakan apa yang diperintahkan oleh lelaki itu.
Rou Yi tersenyum dan mengangguk pada Cheng Yu. Ia merasa berterima kasih karena dengan bantuan anggota Cheng Yu, pekerjaannya jadi lebih ringan. Air perbekalan yang dibawa oleh Cheng Yu bisa dipakai dan cukup dibuat masak minuman obat untuk semua yang ada di situ.
"Pendekar Luo," Cheng Yu berkata pada Suro sambil menggeser duduknya lebih dekat pada pemuda itu, "Sungguh anda sangat beruntung. Dua orang gadis baik hati sekaligus bisa anda dapatkan."
Yang Li Yun yang mendengar perkataan Cheng Yu langsung mendelik, membuat lelaki itu tersenyum cengengesan.
"Bagaimana bisa dikatakan kami ini 'didapatkan' seperti barang?" Li Yun protes, tetapi dengan nada bercanda.
Bukannya salah tingkah, Cheng Yu malah menepuk pundak Suro. "Sungguh anda beruntung, yang satu lembut dan yang satu galak!"
Li Yun kembali mendelik. Ia hendak berkata-kata lagi, tetapi Suro keburu mengangkat tangannya. Pemuda itu cuma tersenyum memandang Li Yun.
"Adik Yi, jangan terlalu banyak menggerakkan bibir. Nanti wajahmu sakit lagi," timpalnya, dan itu membuat gadis itu tersenyum kecil.
Cheng Yu menggeleng-gelengkan kepalanya sambil ikut tersenyum. Wajahnya menyiratkan suasana hati yang ikut berbahagia.
"Maafkan aku Nona Li Yun,.. Maafkan aku," ia berkata sambil menangkupkan kedua kepalan tangannya.
Li Yun tak menjawab dan hanya tersenyum. Ia sebenarnya tak marah, hanya ingin membuat suasana lebih ceria saja.
"Adik Li," Suro melanjutkan, "Bagaimana kejadian yang menimpa kalian waktu itu?"
Li Yun tak langsung menjawab, melainkan termenung sebentar. Agak berat ia mencoba untuk menuturkan peristiwa yang mereka alami dalam perjalanan.
Setelah menarik nafas panjang, ia pun memulai berkata, "Singkatnya, waktu itu kami dicegat dan dipaksa untuk ikut mereka. Tetapi, kami menolak keras sampai terjadi pertarungan, mengakibatkan Guru Nan Yu terluka. Serigala Merah dan paman Tan Bu tak mau menyerah, meskipun sadar kekuatan mereka kalah jauh. Mereka lebih baik mati mempertahankan kami."
Li Yun menceritakannya sambil menahan air mata. Kemudian ia melanjutkan, "Padahal, sebelum kami bertemu mereka, dalam perjalanan Kakak Tan waktu itu mengatakan harapannya kalau peristiwa-peristiwa yang sudah kita alami adalah yang terakhir, dan selanjutnya tak ada lagi yang menghalangi perjalanan kita ke Lembah Damai. Tetapi ternyata....."
Suro mendengarkan penuturan dari Li Yuni. Tak jarang ia menghela nafas, dan merasakan kesedihan mendalam atas terbunuhnya Tan Bu dan 5 anggota Serigala Merah.
"Semua sudah terjadi. Ini semua sudah takdir dari Yang Maha Kuasa. Semoga mereka mendapat tempat yang terbaik disisiNya," ucap Suro menenangkan.
Tiba-tiba, Yutaka Shisido datang dan berdiri dihadapannya membuat Suro sedikit terkejut. Lelaki itu menatap mata Suro sejenak lalu membungkukkan badan.
"Saya mohon maaf sebelumnya pendekar muda," katanya, "Ada yang ingin saya sampaikan kepada anda."
Suro menatap heran, kemudian tersenyum, "Ada apa?"
Yutaka Shisido kembali terdiam, nampak keraguan kalau ia ingin berucap. Ia tahu pemuda dihadapannya itu sedang lelah akibat peristiwa beruntun yang dialaminya. Tetapi, jika tidak Suro yang membantunya, ia tak tahu lagi harus meminta bantuan pada siapa lagi. Anak dan isterinya berada dalam genggaman Chou Liang alias Perwira Chou.
Setelah helaan nafas panjang dan duduk berhadapan dengan Suro, ia berkata, "Mohon maaf jika saya membuat susah tuan pendekar."
Suro mengerutkan dahinya, "Ada apa?"
"Sebelumnya saya bertemu dengan Tien Jie dan Tien Lie....." ia memulai kalimat pembuka, dan ketika mendengar nama itu disebut, ia bisa melihat perubahan raut wajah pemuda dihadapannya.
"Tien Jie... Tien Lie...?" tanya Suro kemudian.
"Ya," jawabnya sambil mengangguk, "Tetapi orang yang telah anda taklukkan itu sudah dalam keadaan yang berbeda, mereka telah bertobat dari kesalahan yang pernah mereka lakukan. Saat ini mereka juga sedang membantu saya mengawasi pergerakan Perwira Chou yang menahan anak dan isteri saya."
Mendengar apa yang disampaikan oleh Yutaka Shisido mengnenai Tien Jie dan Tien Lie membuatnya merasa lega, tetapi begitu mendengar lebih lanjut tentang keadaan keluarga lelaki itu, hatinya langsung membawa perubahan pada raut wajahnya.
"Anak dan isteri tuan?" Suro bertanya lagi.
Yutaka Shisido mengangguk cepat, tetapi tak langsung melanjutkan kalimatnya.
Setelah menghela nafas kembali, barulah ia membuka mulut bercerita panjang lebar tentang apa yang menjadi tugasnya hingga ia berubah fikiran dan justru malah membantu Suro.
"Saya ingin meminta bantuan Pendekar Muda Luo....." katanya, lalu meletakkan kedua telapak tangannya disusul dengan gerakan tubuh sujud membungkuk.
Buru-buru Suro menahan tubuh lelaki itu dan langsung mengangkatnya agar duduk sama-sama tegak. Dari cerita yang dipaparkan lelaki itu, ia bisa memahami apa yang sedang dialami Yutaka Shisido. Demi keluarga, Yutaka Shisido rela mengorbankan dirinya melaksanakan perintah yang ia sendiri merasa kalau perintah itu sangat bertentangan dengan nuraninya.
"Tak perlu anda meminta seperti ini," ucap Suro.
Tak lama, Rou Yi tiba dengan membawa beberapa gelas dari bambu yang berisi minuman obat buatannya, dibanti dengan anak buah Cheng Yu, ia memberikan minuman itu kepada orang-orang yang ada ditempat itu.
Rou Yi langsung duduk di samping Li Yun.
Pemuda itu memandang ke arah Li Yun, Rou Yi dan Cheng Yu secara bergantian. Senyumnya terpancar memberi gambaran memohon perhatian pada orang-orang yang ada didekatnya,
"Adik Li, Adik Yi" katanya, "Kali ini kita akan berpisah sebentar."
Rou Yi tak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya, spontan ia bersuara dengan lebih keras bernada protes, "Lagi?"
Suro maklum, sebab gadis itu tidak mengetahui apa permasalahan yang baru saja diceritakan oleh Yutaka Shisido.
Sebelum ia sempat menerangkan, Li Yun langsung memegang pundak Rou Yi.
"Tak lama, kakak akan segera menyusul kita, setelah itu selesai," katanya.
Suro tersenyum. Ia tahu kalau gadis itu sudah cukup lelah fisik dan mentalnya. Apalagi ia juga baru sembuh dari sakit.
Yutaka Shisido memutar tubuhnya ke arah Rou Yi.
"Nona Rou Yi," katanya.
Rou Yi tak tahu ketika melihat lelaki yang menyebut namanya itu menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca. Dan ia terkejut ketika secara tiba-tiba, Yutaka Shisido bersujud, hingga membuatnya merasa tak enak.
"Saya mohon kepadamu untuk sementara waktu, sebab anak dan isteriku dalam kekuasaan Perwira Chou, dan hanya pendekar Luo yang bisa membantuku membebaskannya..."
Gadis itu terdiam, lidahnya terasa kelu. Kini ia sudah mendapatkan gambaran yang menjadi alasan kenapa mereka harus berpisah sementara waktu. Lelaki itu membutuhkan bantuan Suro, dan ia mau tidak mau, suka tidak suka memang harus menerima keadaan itu.
"Tuan, bangunlah," katanya. Suaranya yang tadi terdengar keras, kembali lembut. Senyumnya juga kembali menghias wajahnya yang cantik.
"Maafkan saya yang egois ini," katanya lagi setelah Yutaka Shisido mengangkat tubuhnya. "Masalah anda lebih besar dari saya. Sungguh keterlaluan jika saya hanya memperdulikan diri sendiri."
Air mata Yutaka Shisido langsung mengalir begitu saja mendengar jawaban dari Rou Yi, bibirnya bergetar mengucapkan terima kasih yang tak mampu terdengar. Hanya saja, dari gerak bibirnya sudah bisa terbaca kalau ia mengatakan kalimat itu.
Suro tersenyum ketika Rou Yi menatap kearahnya, ada rasa haru dan ucapan terima kasih didalam hati karena Rou Yi mau bersabar menunda kebersamaan mereka untuk kembali berkumpul.
"Kakak," katanya kemudian, "Yang penting, jaga diri baik-baik."
Suro mengangguk, lalu kemudian menoleh ke arah Cheng Yu.
"Aku mohon tuan Cheng Yu bersedia membawa mereka ke kapal tuan. Setelah menyelesaikan urusan, aku akan segera menyusul," ucap Suro.
"Pendekar Luo jangan khawatir, kami akan menunggu anda di sana," jawabnya.
***
Waktu tengah malam diterangi cahaya api unggun perapian, mereka masing-masing terlelap, hingga tak ada satu pun dari mereka mendengar suara langkah kaki sosok berpakaian hitam mendekati kereta dimana Huang Nan Yu, Yang Li Yun dan Yin Rou Yi berada didalamnya, nyaris tanpa suara membuka pintu kereta.
Karena ruangan yang sempit, Huang Nan Yu menempati satu kursi dalam keadaan berbaring, dan kursi lainnya ditempati oleh Rou Yi dan Li yun yang tertidur dalam posisi duduk bersandar satu sama lain.
Satu sosok tubuh berpakaian serba hitam itu langsung menemukan tubuh Rou Yi yang bersandar pada bahu Li Yun begitu membuka pintu kereta. Lalu dengan gerakan cepat dan menyentak, ia menarik tangan Rou Yi dan langsung mengangkutnya di atas bahu. Hal itu membuat tubuh Li Yun kehilangan keseimbangan dan langsung terjatuh.
Ia merasakan tangan Rou Yi yang sempat menarik tangannya.
"Li Yun, tolong!!!" teriaknya spontan.
"Rou yi!!!"
Huang Nan Yu terbangun, tetapi tubuhnya pun tak mampu bergerak.
Buk!
Satu jejakan kaki di tubuh Li Yun membuat pegangannya pada Rou Yi terlepas.
"Kakaaaaaaak!" Li Yun berteriak sekuatnya, hingga membangunkan semua orang yang ada di situ.
Diantara gelapnya malam, Li Yun masih bisa melihat tubuh Rou Yi bergerak menjauh dibawa sosok tubuh itu diselingi suara Rou Yi berteriak memanggil-manggil namanya.
Suro yang terkejut langsung melompat dari posisi baringnya dan berlari mengejar diikuti oleh Yutaka Shisido dan Cheng Yu beserta anak buahnya.
Tetapi, mereka kalah cepat. Seekor kuda yang rupanya memang sudah dipersiapkan terlihat berlari kencang membawa tubuh Rou Yi dan sosok tubuh itu semakin menjauh.
Karena tak berhasil mengejar, Suro menghentakkan kakinya ke tanah dengan kejengkelan luar biasa. Jantungnya berdegup kencang karena khawatir akan keselamatan Rou Yi di tangan orang itu.
"Sepertinya dia adalah orang suruhan Chou Liang. Dari arah perjalanannya, aku yakin kalau orang itu membawanya ke desa Hung Zhu, kediamanku!" Yutaka Shisido berkata disamping Suro.
Pandangan Suro beralih ke Cheng Yu, "Malam ini juga kita berpisah. Anda tolong bawalah adikku dan Huang Nan Yu ke kapal. Aku dan tuan Yutaka akan mengejarnya!"
Mereka mengangguk.
Li Yun yang sudah berada disisi Suro memegang tangan pemuda itu.
"Kakak," katanya geram, "Tugasmu sangat besar, selesaikan hingga tuntas. Sampai berapa lama pun, adik akan menunggumu!"
Suro mengangguk, lalu membelai pipi Li Yun.
"Jaga diri baik-baik," katanya.
Li Yun mencium tangan Suro, lalu kemudian membalasnya dengan anggukan pula.