Chereads / Pendekar Lembah Damai / Chapter 76 - Menyerah

Chapter 76 - Menyerah

Tak!

Tiba-tiba saja pedang di tangan Zhi Li Yang terlepas dibarengi suara jerit kesakitan keluar dari mulut lelaki itu sambil memegangi tangannya yang megucurkan darah.

Cheng Yu baru sadar jika ada serangan dari belakang yang menyasar punggungnya ketika ia melihat sebatang pedang milik Zhi Li Yang terjatuh ke tanah, dan ketika membalikkan tubuh, ia melihat lelaki itu sedang kesakitan sambil memegangi punggung telapak tangan kanannya yang terluka.

"Pendekar Luo!" Wajah Cheng Yu langsung cerah dengan senyum mengembang.

Suro terlihat berdiri tak jauh dari posisinya dengan keadaan tangan kanan seperti baru saja menjentikkan sesuatu.

Rupanya, luka pada punggung telapak tangan Zhi Li Yang terjadi akibat batu kerikil yang dijentikkan oleh Suro pada saat Zhi Li Yang hendak menusuk punggung Cheng Yu dari belakang.

"Kakak!" Li Yun spontan berseru dibarengi dengan senyumannya yang mengembang.

Rou Yi nyaris saja melonjak dari tempat duduknya begitu Li Yun meneriakkan kata itu jika ia tidak merasa ada beban dipangkuannya, yaitu kepala Huang Nan Yu yang bersandar dipangkuannya.

Akhirnya ia cuma bisa menggerakkan bibirnya mengucapkan syukur. Air matanya langsung mengalir, hatinya tak terkira bahagia. Begitu ia menundukkan kepala, Huang Nan Yu nampak tersenyum, wajahnya pun terlihat bahagia.

Baik Yang Li Yun, Yin Rou Yi, Huang Nan Yu maupun Cheng Yu beserta anggota lainnya tak kalah girang. Harapan kemenangan mulai muncul disaat-saat genting. Mereka yakin kalau Suro mampu mengalahkan para penjahat utusan perwira Chou dengan sangat mudah, karena mereka semua tahu pemuda itu mempunyai keahlian yang diluar dugaan mereka semua.

Kedatangan Suro ditempat itu membuat pertarungan terhenti, semua sama memandang ke arah dimana ia berdiri.

"Pendekar Lembah Damai!" Cheng Yu langsung menangkupkan kedua kepalan tangannya sembari menunduk, senyumnya pun mengembang menyebut gelar yang ia berikan sendiri pada Suro.

Cheng Yu dan kelompoknya yang memang sudah mengenal Suro semenjak peristiwa di atas kapal Yang Meng langsung serempak mengikuti seperti apa yang dilakukan oleh Cheng Yu, wajah-wajah mereka kembali ceria. Semangat mereka bangkit kembali setelah sebelumnya diliputi perasaan was-was.

Suro membalas senyum dan salam Cheng Yu beserta anggotanya. Kemudian ia melihat ke arah Yutaka Shisido, tertegun sejenak melihat raut wajah lelaki itu yang terlihat berbeda dengan yang lainnya. Ia seperti ragu dan mempertanyakan dalam hati tentang keberpihakan Yutaka Shisido. Sebab, ketika ia datang, yang ia lihat pertama kali adalah pertarungan Cheng Yu dan Zhi Li Yang, yang nyaris saja berhasil menusukkan pedangnya ke tubuh Cheng Yu.

Tetapi, ia putuskan untuk berbaik sangka dengan sedikit tersenyum pada Yutaka Shisido.

Yutaka Shisido membalas senyum dan menundukkan kepalanya, pikirannya langsung teringat pada apa yang disampaikan oleh Tien Jie dan Tien Lie tentang Suro. Suro pun membalas dengan menundukkan kepala dibarengi dengan senyuman yang lebih lebar.

"Saya senang bertemu dengan anda, pendekar muda," ucap Yutaka Shisido kemudian, setelah pemuda itu menunjukkan penghormatan padanya, "Nama saya Yutaka Shisido!"

"Saya juga senang bertemu anda dan saudara-saudara semua," ucap Suro begitu mendapat kejelasan kalau orang yang bernama Yutaka Shisido berada dipihaknya.

"Lama tidak melihat anda beraksi," Cheng Yu berkata dengan suara keras, kemudian memandang Zhi Li Yang dan Yang Liu, "Saya yakin kemampuan anda sudah jauh lebih meningkat semenjak terakhir kita bertemu."

Cheng Yu sengaja berkata demikian, ia ingin membuat gertakan pada lawannya dengan kehadiran Suro di situ.

"Tuan Cheng Yu terlalu memuji," Suro membalas.

Kemudian ia menatap ke arah kereta kuda, dimana Yang Li Yun melambaikan tangan padanya. Wajahnya sedikit terkejut mendapat wajah Yang Li Yun penuh luka memar, tetapi akhirnya ia bisa bernafas lega ketika melihat kalau gadis itu dalam keadaan baik-baik saja.

Dengan bahasa isyarat, Li Yun mengabarkan kondisi Rou Yi juga dalam keadaan baik. Dan itu membuat Suro nampak tersenyum.

Baik Zhi Li Yang mau pun Yang Liu memang tak pernah melihat aksi Suro, tetapi dari apa yang disampaikan padanya bahwa anak muda itu sudah mengalahkan Ye Chuan si Naga Api. Itu artinya, Suro memang mempunyai ilmu beladiri yang tak bisa dianggap main-main.

Kini, mereka seperti bermimpi. Mereka tak menyangka, aksi mereka yang awalnya berjalan lancar dan begitu mudah akan mendapatkan masalah dengan hadirnya pemuda itu. Apalagi, kondisi Mou Yan tengah sekarat akibat tertembus tusukan pedang Yutaka Shisido. Kekuatan mereka jadi berkurang dan itu membuat nyali mereka merosot.

"Bukan waktunya untuk melepas rindu di sini!" Yang Liu berteriak dengan suara keras, menutupi rasa takutnya yang mulai muncul.

Suro memandang berkeliling ke arah semua orang yang ada disitu, dimana mereka terdiam menyaksikan kehadirannya yang tiba-tiba.

"Dulu, aku pernah mematahkan leher para prajurit satu-persatu waktu mereka menyerang Lembah Gezi, membunuh anggota keluargaku. Sebagian dari prajurit itu kuberi kesempatan untuk hidup," katanya, "Sekarang, aku tak tahu apakah diantara prajurit yang pernah kubebaskan waktu itu ada disini. Jika ada, maka aku akan beri kesempatan sekali lagi untuk menyerah sebelum aku berbuat yang sama seperti kejadian di Lembah Gezi!"

Sesaat, kalimat Suro yang ditujukan untuk prajurit-prajurit yang ada disitu membuat mereka terdiam, saling pandang dan berbisik.

Tiba-tiba, satu orang prajurit menjatuhkan senjatanya, tak lama kemudian, yang lain menyusul hingga semua prajurit yang tersisa menjatuhkan senjatanya ke tanah. Entah karena memang mereka dulunya terlibat tragedi di Lembah Gezi, atau memang sudah ketakutan mendengar kalimat Suro yang berisi ancaman.

Suro pun tersenyum sambil mengangguk-angguk.

Matanya pun beralih pada Zhi Li Yang dan Yang Liu yang masih berdiri menghunuskan senjata. Mereka berdua tidak terlibat waktu itu, tetapi pastinya ia sudah mendapat informasi tentang tragedi itu dimana salah satu suruhan Perwira Chou, Yun Se si Pedang Ular telah dibuat cacat oleh Suro.

"Lebih baik anda berdua menyerah," Suro memberi solusi, yang sebenarnya ia pun merasa berat untuk itu mengingat Tan Bu dan kelima anggota Serigala Merah tewas ditangan mereka.

Ia merasa sudah lelah berjalan, dan berusaha tak memperdulikan lagi rasa dendamnya. Yang Ia inginkan hanyalah keluar dari daratan China tanpa banyak membunuh lagi, pulang ke Nusantara tempat tinggalnya bersama Li Yun dan Rou Yi.

Jiwanya memang bukan jiwa pembunuh. Berapa banyak musuh yang seharusnya ia bunuh malah ia berikan kesempatan untuk hidup.

Perasaan berdosa setelah membunuh perampok untuk pertama kali membuatnya trauma. Ia tak bisa membayangkan, betapa sakitnya tertusuk pedang, betapa mengerikannya tertebas pedang, dan betapa menakutkannya menghadapi sakaratul maut disaat orang itu masih berada dalam kesesatan.

Makanya, setiap dia hendak membunuh lawan, yang dilihatnya adalah suatu bentuk kejahatan, maka ia sudah akan memasang niat untuk berjihad membasminya. Jika tidak demikian, ia takut hatinya akan mati rasa, lalu dengan seenaknya saja melakukan pembunuhan tanpa berfikir kalau orang itu masih patut diberi kesempatan hidup dan berbuat baik.

Ia tak ingin hanya karena dendam menjadikannya seorang pembunuh.

Zhi Li Yang melirik ke arah Yang Liu seolah ingin menanyakan perihal tawaran Suro. Mereka masing-masing malu untuk berkata menyerah.

"Huh! Lebih baik kami melawanmu, belum tentu kami yang kalah!" Zhi Li Yang mengatakannya sambil mendengus keras.

Suro tahu dari tatapan mata mereka, kalau mereka sebenarnya sudah kalah mental. Disamping prajurit mereka yang sudah menyerah tanpa perlawanan, posisi mereka juga sudah lemah dan terdesak. Kalimat keras yang mereka ucapkan sebenarnya untuk menutupi ketakutan mereka saja.

Suro kembali tersenyum. Wajahnya sudah menunjukkan rasa malas untuk berkata-kata lagi. Maka, dengan gerakan lembut, ia menarik gagang pedang pemberian Zhu Lie Xian sambil membuka kuda-kuda disusul dengan merentangkan kedua tangannya dengan posisi pedang menyilang. Gerakan khas Nusantara, aliran Silat Cempaka Putih.

Cheng Yu nampak tersenyum, sudah lama ia tak melihat gerakan silat Suro, dan kali ini ia merasa beruntung untuk dapat menyaksikannya lagi.

Yutaka Shisido dan orang-orang yang baru bertemu Suro jelas merasa asing dengan gerakan pembuka yang pemuda itu tampilkan.

"Maju sini!" tantangnya sambil menatap tajam wajah-wajah lawannya.

Melihat situasi Suro, Cheng Yu maupun Yutaka Shisido tahu kalau pemuda itu tak membutuhkan bantuan. Makanya mereka langsung menyingkir memberi ruangan untuk arena pertarungan Suro dan dua lawannya.

"Sombong!" dengus Yang Liu.

Selesai berkata demikian, ia melompat disusul dengan Zhi Li Yang. Mereka membuat gerakan menusuk dan menebas.

Suro menerima serangan itu dengan membuat tepisan-tepisan keras, kemudian berbalik melakukan serangan-serangan balasan. Tangannya yang lincah berayun kesana-kemari persis seperti orang yang sedang menari. Membuat putaran melingkar setiap pedang lawan bersentuhan dengan pedangnya.

Baik Zhi Li Yang maupun Yang Liu merasakan kalau mereka seperti melawan angin, serangan-serangan tingkat tinggi yang ia mainkan seperti tak berarti di hadapan Suro. Tenaga mereka seperti tersedot.

Dua kibasan pedang menyayat punggung Zhi Li Yang dan Yang Liu disaat mereka melakukan tusukan, justru Suro menerima tusukan itu dengan pedangnya lalu menyeretnya kebelakang. Saat punggung mereka membelakangi Suro, pemuda itu langsung membuat gerakan menebas.

Sret!

Sret!

Melihat kenyataan itu, dua lawan Suro langsung menampakkan wajah yang masam. Mereka sudah bisa mengukur kekuatan dan keahlian beladiri Suro yang memang berada jauh diatas mereka. Padahal, posisi mereka adalah berdua. Tetapi tak sekalipun badan pedang mereka mampu menyentuh tubuh Suro.

Yutaka Shisido memandang kagum gerakan-gerakan Suro ketika melawan Zhi Li Yang dan Yang Liu. Ia langsung bisa mengukur dan mengakui kalau kemampuan bela diri Suro berada diatasnya. Seandainya ia jadi menantang bertarung pemuda itu, sudah dipastikan ia pasti akan mengalami kekalahan.

Maka, tak salah jika Tien Jie dan Tien Lie sebelumnya pernah mengatakan agar ia meminta bantuan Suro untuk menyelamatkan anak dan isterinya dari tangan Perwira Chou, sebab hanya Suro yang saat ini dipandang mampu menandingi kehebatan kaki tangan pemerintah itu.

Merasa sudah kepalang tanggung untuk menyerah, Zhi Li Yang dan Yang Liu kembali menyerang dengan mengerahkan segala teknik andalan masing-masing dibarengi dengan kekuatan penuh.

Bagi Suro, apa yang mereka lakukan bukannya makin baik, malah terlihat semakin kacau. Gerakannya memang semakin cepat dan semakin bertenaga, tetapi emosi yang memuncak malah merusak teknik pedang yang mereka mainkan.

"Li Yun," Rou Yi menegur Li Yun yang nampak tak berkedip menyaksikan pertarungan antara Suro dan dua orang lawannya, "Apa yang terjadi? Bagaimana kondisi kakak Luo?"

Li Yun menoleh pada Rou Yi yang nampak tegang. Ia tak bisa menyaksikan apa yang dilihat Li Yun.

"Tenanglah," Li Yun berkata sambil tersenyum, "Kakak berada di atas angin. Kurasa tak lama lagi mereka akan mati ditangan kakak."

Mendengar jawaban Li Yun, gadis itu menarik nafas lega. Sebenarnya ia ingin menyaksikan langsung pertarungan itu, tetapi hatinya yang lembut membuatnya ngeri dan ketakutan melihat tebasan dan tusukan pedang, apalagi muncratan darah yang keluar akibatnya. Maka, ia lebih memilih untuk mendengar saja berita dari Li Yun.

Yang Li Yun pun kembali mengeluarkan kepalanya dari balik jendela kereta dan menyaksikan pertarungan seru antara Suro dan dua orang lawannya.

Buk!

Buk!

Satu tendangan balik seperti sabetan ekor naga menampar telak di kepala Zhi Li Yang dan Yang Liu sekaligus. Tubuh mereka langsung terputar dan terbanting ke tanah dengan cukup keras hingga debu-debu jalanan membumbung.

Tanpa memberikan kesempatan untuk bangkit, Suro menginjak keras kedua tangan lawannya masing-masing yang menggenggam pedang, membuat pedang itu terlepas dari tangan mereka. Buru-buru, pedang yang terlepas itu ia tendang menjauh agar tak bisa lagi diraih.

Satu jejakan kaki kiri ia benamkan ke dada Zhi Li Yang, dan ujung pedang ditangannya ia tempelkan di leher Yang Liu membuat keduanya tak berkutik.

"Sekarang, nyawa kalian ada ditanganku. Aku masih menawarkan kesempatan pada kalian, mau menyerah atau mati!" ucapannya tegas dan dalam, ada sedikit emosi yang tertumpuk dari nada suaranya.

Nampak jelas sekali wajah keduanya pucat ketakutan. Tak ada lagi yang bisa mereka lakukan kecuali menyerah jika masih ingin hidup lebih lama.

"Pendekar Luo," Cheng Yu tiba-tiba berseru, "Jika anda tidak tega membunuhnya, biarkan tanganku saja yang melakukannya untukmu."

Suro hanya melirik ke arah Cheng Yu. Ia tahu kalau Cheng Yu dulunya adalah seorang perampok dan bajak laut yang sudah terbiasa membunuh lawan-lawannya. Baginya, membunuh lawan bukanlah hal yang menakutkan.

"Kau dengar?" tanyanya pada Zhi Li Yang dan Yang Liu.

Sepertinya, Cheng Yu tak ingin Suro memberi kesempatan hidup pada keduanya. Buru-buru, ia kembali berkata, "Mereka telah membunuh tuan Tan Bu dan 5 orang yang bersamanya. Apakah tuan masih mau memberinya kesempatan hidup?"

Kali ini Suro menatap Cheng Yu, kemudian tersenyum kecil.

"Mereka yang telah wafat sudah tenang di alam sana. Jika aku memberi dua orang jahat ini ampunan dan kemudian mereka bertobat dan berbuat baik, insyaallah aku sedekahkan apa yang kuperbuat ini hingga apa yang mereka lakukan akan menurunkan rahmat Allah untuk menaungi kakak Tan Bu dan yang lainnya. Tetapi jika aku membunuhnya, yang bisa didapat adalah hati yang beku dan keras!"

Mendengar kalimat Suro, Cheng Yu merasa takjub. Lalu ia mengangkat kedua tangannya di depan dada sambil menunduk dalam.

"Sungguh, anda tak berubah sejak kita bertemu. Hal inilah yang membuat aku bertobat dengan sungguh-sungguh!" katanya dengan tulus.

Cheng Yu tak berani lagi membantah setelah menyelesaikan kalimatnya.

Apa yang dirasakan oleh Cheng Yu ternyata dirasakan pula oleh Zhi Li Yang dan Yang Liu. Selama hidupnya ia tak pernah bertemu dengan orang yang seperti Suro, hingga perasaan kagum terlihat pada wajahnya.

Saat ini, mereka pasrah dan tak bisa berbuat apa-apa. Seandainya mereka menyerah dan kembali bebas, tentu Perwira Chou tak akan membiarkannya begitu saja. Bisa-bisa kepala mereka lepas dari tubuh, dipancung! Tetapi, jika tetap bersikeras melawan, kematian tinggal menunggu ujung pedang Suro menebas leher mereka. Hasilnya tetap sama.

Barangkali, menyerah adalah keputusan yang lebih baik. Mereka masih bisa bersembunyi atau pergi ke suatu tempat yang sangat jauh untuk menghindari kejaran Perwira Chou.

Yang Liu melirik ke arah Zhi Li Yang, yang kemudian dijawab anggukan oleh Zhi Li Yang.

"Baiklah," Yang Liu berkata sambil mengarahkan pandangannya ke arah Suro, "Kami menyerah dan tak akan terlibat lagi dengan urusan tuan."

Suro langsung tersenyum sinis, perlahan ia mulai mengangkat kaki dan menjauhkan pedangnya dari tubuh lawannya yang sudah menyerah.