Suro tersenyum, tatapan matanya terlihat santai dan tanpa rasa takut menghadapi ketiga orang lawannya itu.
"Menyerah sama saja bunuh diri," jawab Suro.
"Jika kau menyerah, tentu tuan Chou akan sangat senang. Kamu akan diangkatnya sebagai orang yang istimewa disampingnya," Chen Lian berkata sambil menoleh kepada Tien Jie dan Tien Lie.
Suro faham apa maksud dari ucapan Chen Lian. Jika ia menyerah, maka posisinya akan sama seperti mereka bertiga. Tapi pemuda itu malah menarik nafas dan tertawa sejenak, bermaksud mengejek lawannya.
"Maaf," katanya, "Aku tidak tertarik sama sekali."
"Jika begitu, maka tandanya minta mati!" Chen Lian sepertinya emosi, kata-kata Suro dirasa meremehkan.
"Sudah jelas, mana yang hitam dan mana yang putih. Tidak bisa bercampur antara kebaikan dan dan keburukan!" kali ini Zhu Xuan ikut bersuara.
"Chen Lian," Tien Lie menyambung, "Buat apa buang-buang waktu dan tenaga untuk membujuk mereka."
Selesai berkata demikian, ia melirik ke arah Tien Jie dan memberi isyarat untuk melakukan penyerangan.
Tanpa berkata lagi, keduanya langsung menerjang Suro sambil mengayunkan dan menusukkan pedangnya. Chen Lian yang melihat kedua adik kakak itu menyerang langsung melompat pula ke depan, bermaksud ikut mengeroyok Suro. Tetapi serangannya dihadang oleh Zhu Xuan dengan menebaskan pedangnya.
Suara denting pedang beradu pun terdengar, menyusul suara denting pedang yang sudah lebih dahulu muncul diluar ruangan.
Kali ini Suro benar-benar mendapat lawan yang cukup tangguh. Nampak sekali kalau ia belum terbiasa menggunakan pedang yang tajam. Itu terlihat dari gerakannya yang masih ragu ketika mengibas, menusuk, dan mengayun serangan ke arah dua orang lawannya.
Jika menggunakan tongkat, gerakannya begitu mantab karena tongkat tidak akan melukai lawannya, hanya melumpuhkan. Berbeda dengan pedang, sekali terkena, darah pasti akan muncrat dimana-mana. Tampaknya, Tien Lie dan Tien Jie bisa membaca gerakan Suro, dan itu adalah suatu keuntungan buat mereka.
Zhu Xuan tampak sibuk meladeni serangan-serangan Chen Lian, namun begitu ia masih bisa melirik ke arah Suro, dan melihat kelemahan dari gerakan-gerakan Suro.
Sambil berlompatan menghindar maupun menyerang, ia pun berseru, "Pendekar Luo, jangan ragu! Ayunkan saja pedangmu, jika tidak anda yang akan terluka!"
Pemuda itu sebenarnya sadar akan kelemahannya, dan ia masih membutuhkan semacam pemanasan fisik dan mental sampai ia bisa menghilangkan keraguannya itu. Namun, pengalamannya bertarung selama ini membuatnya tumbuh menjadi pendekar yang tangguh.
Beberapa kali sabetan pedang Tien Lie dan Tien Jie nyaris merobek kulitnya jika ia tidak benar-benar waspada. Kemampuan memainkan pedang kedua pendekar itu sesuai dengan julukannya, Pendekar Pedang Api dan Pendekar Angin.
Suro dapat merasakan, masing-masing pendekar itu memiliki ciri khas tersendiri ketika memainkan pedang. Cuma, sampai dengan pertarungan ini berjalan, sepertinya kedua pendekar itu belum menunjukkan kemampuannya secara penuh.
Roaarrr!
Tien Jie mengibaskan pedangnya dengan gerakan tertentu dan sangat cepat, semburat kobaran api seperti muncul dari batang pedang yang dikibaskannya. Suro langsung memundurkan tubuhnya, hingga serangan sangat cepat itu lewat di depan wajahnya.
Satu hawa panas begitu terasa menyengat seperti membuat garis vertikal membelah tubuhnya dari ujung kepala sampai ujung kaki. Padahal kibasan pedang Tien Jie tak sampai mengenainya.
Suro menarik nafas dengan cepat untuk menenangkan jantungnya yang berdebar ketika nyaris tubuhnya terbelah. Belum selesai, satu tebasan lain dari pedang Tien Lie muncul dengan gerakan memotong horizontal ke arah pinggangnya.
Tring!
Ia tak bisa menghindar, tetapi menggunakan pedangnya untuk menahan laju tebasan pedang Tien Lie.
Selesainya, Suro melakukan gerakan memutar dan menyorongkan kakinya ke perut Tien Lie. Lelaki itu terkejut, tahu-tahu tubuhnya sudah terkena tendangan keras dari Suro yang membuatnya terlempar cukup jauh.
Melihat tubuh saudaranya terlempar, Tien Jie langsung kalap. Satu tebasan pedangnya kembali mengayun.
Tring!
Dentingan suara pedang kembali terdengar beberapa kali antara Suro dan Tien Jie. Perlahan, Suro sudah mulai terbiasa dengan pedangnya. Ia tak ragu lagi untuk menyerang, dan itu membuat Tien Jie cukup kalang kabut dibuatnya.
Tak lama, Tien Lie langsung masuk kembali membantu saudaranya. Kibasan-kibasan pedangnya kembali menari-nari mencari sasaran di seluruh bagian tubuh Suro.
Tien Jie maupun Tien Lie baru sadar, bahwa informasi yang ia peroleh dari Perwira Chou maupun Chen Lian memang benar adanya. Suro bukanlah lawan yang enteng. Mereka mengakui kecerdasan anak muda itu dalam hal bela diri.
Tak mudah bagi mereka untuk mengalahkan Suro, meskipun mereka berdua mengeroyoknya.
***
Di sisi lain, Chen Lian semakin menekan Zhu Xuan. Beberapa kali Zhu Xuan terlihat jatuh bangun berusaha menghindari sabetan dan tusukan pedang Chen Lian yang ganas.
Zhu Xuan sadar, kalau Chen Lian bukanlah lawan yang bisa ia kalahkan. Kemampuan lelaki itu bisa dikatakan lebih tinggi darinya.
Sret!
Zhu Xuan meringis mendapati lengannya teriris pedang Chen Lian membuat perlawanannya semakin menurun.
Chen Lian tersenyum mengejek, sambil melakukan serangan, lelaki itu bergerak seperti sedang bermain-main, dan itu membuat Zhu Xuan semakin kalap.
"Hanya segitukah kemampuanmu?" ejeknya sambil terus menyerang.
Zhu Xuan tak menanggapinya, ia cukup sibuk mengayunkan pedangnya guna menangkis serangan Chen Lian. Ia tak diberi kesempatan oleh Chen Lian untuk balas menyerang.
Sret!
Sret!
Dua sabetan pedang sekaligus menyayat bahu dan lengannya yang lain, darah langsung mengalir keluar merembes pakaian yangia kenakan.
Hingga satu tusukan sangat cepat meluncur menyasar perutnya, ketika ia berusaha untuk menangkis, lengannya terasa lebih berat akibat luka yang ia derita.
Trang!
Satu tangkisan pedang berhasil mematahkan serangan Chen Lian hingga perut Zhu Xuan lolos dari sasaran ujung pedang lelaki itu. Ia melirik dan mendapati Wang Yun sudah kembali.
Laki-laki yang tiba-tiba muncu itul menyelamatkan nyawanya!
Buk!
Satu tendangan kaki dari Wang Yun berhasil mendarat telak ditubuh Chen Lian hingga lelaki itu tersurut mundur beberapa langkah.
Wang Yun tak membiarkan Chen Lian bernafas. Satu serangan tusukan ia arahkan ke perut Chen Lian, tetapi Chen Lian berhasil menepisnya sambil memasang wajah meremehkan.
Zhu Xuan kembali masuk membantu Wang Yun membuat kembali adegan pertarungan yang menegangkan.
"Ha.ha.ha....Ha. Kalian berdua bukanlah tandinganku!" Chen Lian berkata mengejek.
Memang benar, kemampuan mereka berdua tak bisa mendesak Chen Lian. Ilmu bela diri Chen Lian lebih tinggi dari Perwira Chou waktu itu. Tampak sekali kalau ia tidak bertarung dengan sungguh-sungguh, terkesan mempermainkan dua orang pimpinan organisasi Bayangan Merah itu.
***
Wuf!
Sret!
Seiring dengan sabetan pedang Tien Lie, satu irisan tipis berhasil menggores pipi Suro.
Serangan Tien Lie terlambat ia hindari dengan menarik mundur lebih jauh kepalanya ke belakang. Luka itu membuatnya sedikit meringis perih. Namun ia tak bisa bersantai sejenak, karena serangan pedang dari Tien Jie sudah menyambutnya dan memaksanya kembali untuk menghindar.
Suro harus berfikir cepat. Ia tidak bisa mengalahkan keduanya sekaligus, dan harus menyelesaikan salah satunya terlebih dahulu. Serangan yang bersamaan dari kedua pendekar pedang itu akan sangat berbahaya dan mengancam jiwanya.
Wut!
Wut!
Kiri dan kanan sabetan dan tusukan sekali lagi nyaris mengenai tubuhnya. Ia langsung mengelak ke samping, kemudian menerjang dan menghantam tubuh Tien Lie dengan jurus Hantaman Bukit Baja.
Buk!
Tubuh Tien Lie terlempar dan menghantam tubuh Tien Jie yang berada disampingnya.
Suro langsung memberikan tusukan pada tubuh Tien Lie, tetapi sayang, serangannya luput dan berhasil dipatahkan oleh pedang Tien Jie yang melindungi saudaranya.
Wut!
Tring!
Tien Lie bangkit dengan sebuah terjangan, tangannya mengayun membuat gerakan menyabet. Suro merasakan ada udara tipis dan tajam tak terlihat keluar dari kibasan pedang Tien Lie.
Suro menjerit tertahan. Angin itu seperti serangan tenaga dalam seperti cambuk mendera tubuhnya. Begitu perih ia rasakan sehingga ia mengernyit kesakitan.
Wut!
Tring!
Kali ini serangan Tien Jie berhasil ia tangkis. Tetapi ia kembali terkejut. Cahaya merah seperti api seperti keluar dari pedang lelaki itu dan telak menghantam tubuhnya.
Ia langsung melompat jauh, dan baru menyadari ada irisan menyilang merobek pakaiannya, satu irisan dari pedang Tien Lie, dan irisan lainnya dari pedang Tien Jie.
Tubuhnya memang tidak terluka, tetapi nampak guratan menyilang berwarna merah membekas ditubuhnya bagian depan.
Melihat Suro terkejut, kedua pendekar pedang itu tersenyum sinis dan senang. Inilah ilmu pedang yang mereka andalkan.
"Bersiaplah untuk serangan berikutnya!" Tien Lie mengancam.
Suro berfikir keras, dahinya berkerut.
"Jika kamu bertarung, janganlah ragu! Jika ragu, janganlah bertarung!" Ki Ronggo berteriak pada Suro beberapa tahun silam.
Ia ingat waktu itu ia merasa tak tega untuk melakukan serangan pada saudaranya yang menjadi lawan bertarung dalam satu kondisi latihan. Hal itu membuat gerakan maupun serangannya tak sempurna. Beberapa kali ia seharusnya berhasil menyarangkan pukulan dan tendangan, tetapi kemudian ia menariknya kembali.
Ada rasa ragu dan tak tega karena serangannya itu nanti akan membuat sakit lawan bertandingnya.
"Ada saat dimana kamu berada dalam kondisi memilih antara hidup atau mati. Jika tidak kita yang mati, maka musuhlah yang mati. Kebenaran adalah dasar kita untuk bertarung," Ki Ronggo mengatakannya dengan tegas, membuat Suro kecil merasa tertekan dan takut.
Ah, aku masih ragu rupanya, Suro membatin sendiri.
Ia sadar kalau dihadapannya adalah orang-orang jahat, dan posisinya adalah benar. Lalu, mengapa ragu untuk menghabisinya?
Wut!
Satu tusukan masuk dari pedang Tien Lie.
Wut!
Dari arah lain sabetan pedang Tien Jie menyasar perutnya.
Suro mengayunkan pedangnya, menempel dan merekat erat pedang Tien Lie, memutarnya dan mengarahkannya pada sabetan pedang Tien Jie.
Begitu ketiga pedang bertemu, Suro memutar tubuhnya dan melesastkan sebuah tendangan putar yang cukup keras yang dikenal dengan tendangan Bulan Sabit!
Buk!
Buk!
Dua tubuh terputar dan terbanting sekaligus oleh tendangan kaki Suro.
Wajahnya langsung berbinar. Ia menggunakan pedangnya sebagai perisai dan bagian-bagian tubuhnya sebagai alat serang.
Tubuh Tien Lie dan Tien Jie melenting, serentak mereka kembali menyerang. Dari gerakannya, kedua pendekar itu akan melakukan serangan pedang andalannya.
Suro sudah bersiap, ia tidak akan berani menangkis serangan itu secara langsung, melainkan dengan cara menghindar. Sebabnya, jika ia berhasil menangkis serangan pedang keduanya, kibasan yang keluar dari pedang akan keluar dan menghantam tubuhnya seperti yang ia alami sebelumnya.
Dengan gerakan merunduk, tubuhnya mengayun seolah menyongsong serangan, tetapi kemudian tubuhnya memutar dengan kaki belakang menempel lantai membuat gerakan sapuan.
Buk!
Buk!
Dua tubuh kembali terbanting sebelum mereka berhasil mengeluarkan serangan andalan.
"Kurang ajar!" Tien Lie dan Tien Jie memaki bersamaan.
Emosi keduanya naik. Gerak serang Suro sangat menipu mereka.
"Licik!" umpat Tien Jie pada Suro yang berdiri tegak dihadapannya.
Suro tersenyum tipis, "Ini teknik. Apakah gurumu tak pernah mengajarimu?"
Pemuda itu seperti mengejek mereka, membuat wajah mereka berdua memerah. Apalagi membawa sebutan guru.