Chereads / Pendekar Lembah Damai / Chapter 68 - Penyelamatan

Chapter 68 - Penyelamatan

Sesaat sebelum Suro dan anggota bayangan Merah meninggalkan tempat persembunyian, Rou Yi dan Li Yun berdiri dihadapan Suro, diapit oleh Tan Bu dan Huang Nan Yu berada disisi mereka berdua. Pandangan mereka semua menunjukkan kesedihan karena sebentar lagi mereka akan berpisah yang entah apakah mereka masih bisa bertemu kembali atau tidak.

Suro dari tadi sudah memperhatikan mata Rou Yi yang berkaca-kaca, gadis itu memang sangat peka, hatinya lembut dan gampang menangis. Jika tidak mengingat kalau Rou Yi itu belum menjadi istrinya, sudah dari tadi ia memeluk untuk menenangkan gadis itu.

Berbeda dengan Li Yun, gadis yang merupakan cinta pertamanya itu terlihat lebih tegar. Suro tahu kalau sebenarnya Li Yun pun merasakan hal yang sama seperti yang dirasakan oleh Rou Yi. Hanya saja, Li Yun selalu bisa menyembunyikan kesedihannya.

"Kalian semua jagalah kesehatan. Jangan terlalu larut memikirkan keselamatan kakak. Percayakan pada Allah bahwa Dia adalah sebaik-baiknya pelindung," Suro memberikan nasehat pada keduanya.

"Kakak," Li Yun menyahut, "Adik pasrahkan semuanya pada tuhan."

Suro menatap lekat wajah Li Yun yang juga masih berhias senyum, tetapi senyuman gadis itu terlihat bergetar dan matanya agak berkaca-kaca. Li Yun sedang berusaha menahan tangisnya keluar.

"Kakak titip adik Yi, ya," ucapnya sambil melirik ke arah Rou Yi dengan pandangan menggoda gadis itu,"Godalah adik Yi jika ia mulai menangis."

Li Yun langsung tertawa kecil hingga barisan giginya yang putih terlihat dan kecantikannya pun semakin terpancar. Ia faham apa yang dimaksud oleh Suro.

"Jangan khawatir, kakak. Percayalah padaku!" jawabnya.

Mendengar Suro dan Li Yun yang sengaja menggodanya, ia tak dapat menahan untuk tersenyum meskipun dibarengi dengan tetesan air matanya yang jatuh.

"Ah, kakak," sahut Rou Yi, "Kau sedang mengejekku."

Selesai mengatakan itu, suara tangisannya pun pecah, dan ia pun langsung menyandarkan kepalanya dipelukan Huang Nan Yu.

Huang Nan Yu kemudian membelai lembut kepala Rou Yi, "Sudahlah, jangan menangis terus. Apakah kau tidak malu dililhat banyak orang disini?"

Sebenarnya, Rou Yi merasa sangat malu dan menyadari kelemahan dirinya. Hanya saja, rasa sedihnya tak bisa ia tahan lagi hingga ia sudah tidak perduli pada orang-orang yang berada disekelilingnya.

"Ah, bibi.... Aku...aku tak bisa menahannya...." Rou Yi menjawab dengan suara terbata-bata bercampur tawa diantaranya.

Huang Nan Yu semakin tertawa mendengar ucapan Rou Yi, kemudian ia memandang Suro, "Tuan Muda Yang, aku akan menjaga mereka. Fokuslah pada perjuanganmu."

Suro mengangguk, "Mohon maaf jika ananda merepotkan tetua."

Wanita setengah baya itu menepiskan tangannya, "Jangan begitu. Kau dan Nona Muda Yang sudah kuanggap anakku sendiri."

"Pendekar Luo jangan lupa, kalau kami juga ada bersama mereka, dan akan berusaha melindungi mereka sampai tujuan," Wan Cai kemudian menyahut.

Suro kemudian menangkupkan kedua tangannya sambil memandang berkeliling ke semua anggota Serigala Merah, "Mohon bantuan saudara-saudara sekalian, ya!"

Anggota Serigala Merah balas menunduk dan menjawab serentak, "Siap!"

Tak lama, Wang Yun terlihat mendatangi mereka hingga percakapan pun terhenti.

"Tetua Nan Yu, semua perbekalan sudah disiapkan di dalam kereta. Kalian bisa meninggalkan tempat ini sekira satu jam setelah kami pergi," lelaki itu memberi kabar.

Segala sesuatu sudah diperhitungkan dan dipersiapkan oleh wakil dari Zhu Xuan itu untuk keberangkatan kelompok Tan Bu menuju pelabuhan dan persiapan penyerangan menyelamatkan Yan Liu.

"Kupikir, sekaranglah saatnya," Zhu Xuan berkata begitu mendapat laporan dari Wang Yun, "Semua dijalankan sesuai rencana. Aku dan Wang Yun akan membantu tuan Muda Yang menghadapi Chen Lian, sementara anggota lainnya akan bertugas menjaga pertarungan dari gangguan para pasukan Chen Lian."

"Siap!" mereka menjawab serempak.

"Kakak," suara Li Yun tiba-tiba terdengar.

Suro berbalik ke arah Li Yun yang memanggilnya. Tiba-tiba, gadis itu langsung menubruk dan memeluk erat tubuh Suro sambil menangis, membuat Suro kelimpungan tak bisa berbuat apa-apa.

"Aku tak tahan lagi untuk menangis, kakak," ucapnya sambil tersedu, "Berjanjilah... Berjanjilah kakak akan segera menyusul kami...." katanya sambil terisak-isak.

"Yang-Li-Yun!" Rou Yi yang melihat kelakuan Li Yun langsung berseru, hingga membuat Li Yun menoleh padanya sambil menjulurkan lidah.

Suro terlihat pasrah sambil menggaruk-garuk kepala melihat kelakuan adik angkatnya itu. Disela-sela tangisannya, Li Yun masih bisa menggoda Rou Yi.

"Aku tahu kalau kau juga ingin 'kan?" ucap Li Yun pada Rou Yi.

Suro melihat kalau Rou Yi juga ingin melakukan hal yang sama seperti yang Li Yun lakukan, hanya saja gadis itu terlihat malu dan merasa tak enak.

Suro kemudian merentangkan tangannya lebar-lebar seperti memberi isyarat pada Rou Yi.

Tanpa membuang kesempatan, Rou Yi pun langsung memeluk Suro dengan tangisannya yang tak kalah seru seperti Li Yun.

"Seandainya itu aku..." Chien Lie berkata setengah berbisik menyaksikan kejadian itu dengan pandangan tak berkedip.

Tiba-tiba sebuah usapan pada wajahnya membuatnya kaget.

"Bangunlah, gembel!" suara Wan Cau berbisik terdengar jelas ditelinganya.

***

"Katakan! Dimana tempat persembunyian kalian!"

Suara bentakan Chen Lian terdengar keras dihadapan seorang lelaki yang tangannya terikat di belakang punggung. Wajahnya sudah lebam babak belur, aliran darah sudah mengalir dari lubang hidung dan sudut bibirnya, sekujur tubuhnya juga menggambarkan kesakitan akibat perlakuan fisik.

"Tuan....tuan salah orang," jawabnya membela diri, "Aku bukan orang yang kalian cari.... Aku tak tahu, ... Siapa itu Zhu...Zhu Xuan atau Bayangan Merah."

Kaki Chen Lian langsung menjejak tubuh lelaki itu hingga membuatnya terlempar dan mengerang kesakitan.

"Kalau kamu tidak mengaku, siksaan lebih berat bakal kamu rasakan!" Chen Lian mengancam.

Wajah si lelaki menunjukkan rasa tak bersalah, tapi Chen Lian tetap tak percaya dengan ucapan Yan Liu.

Informasi yang diperoleh dari mata-matanya mengatakan kalau lelaki itu bernama Yan Liu, yang baru saja ia sergap di tempat ia berdagang tadi pagi, merupakan salah satu anggota dari Organisasi Bayangan Merah.

"Kamu adalah Yan Liu, salah satu anggota Bayangan Merah. Anggotaku sudah lama memata-matai kegiatanmu. Kamu tidak bisa lagi membohongiku!" Chen Lian melanjutkan kalimatnya.

Rasa sakit yang dialami lelaki itu membuatnya tak mampu mengangkat tubuh untuk bangkit, disamping posisi kedua tangannya yang terikat yang begitu menyulitkannya. Ia terpaksa diam tak bergerak, hanya nafasnya saja yang tersengal-sengal dan wajahnya yang mengernyit kesakitan.

"Memang benar, namaku Yan Liu, tetapi aku bukanlah anggota dari organisasi yang tuan sebutkan tadi. Sungguh, tuan, aku tak berbohong. Apa yang mesti kukatakan agar tuan percaya...." katanya berusaha meyakinkan Chen Lian.

Chen Lian tersenyum menyeringai, lalu memandang berkeliling dimana Tien Lie dan Tien Jie sedang menyaksikan penyiksaan Chen Lian terhadap lelaki itu.

"Masih bertahan rupanya, ya?" Chen Lian berkata, hatinya mulai kesal karena siksaannya tak jua mampu membuka mulut Yan Liu.

Ia tak menyangka kalau orang yang sedang ia siksa mempunyai pendirian yang kokoh meskipun kondisinya sudah babak belur. Nyaris ia kehabisan cara. Tetapi ia yakin, setiap orang pasti punya kelemahan. Makanya ia bertekad terus menyiksa Yan Liu secara perlahan sampai sekarat.

"Kau bunuh pun, aku hanya bisa membantah.... aku memang tidak tahu apa-apa tentang apa yang tuan katakan," jawab Yan Liu sambil sesekali meringis menahan sakit. Ia ingin mengusap-usap bagian tubuhnya yang terasa sakit akibat pukulan dan tendangan Chen Lian, apa daya tangannya terikat.

"Huh! Kau fikir aku percaya begitu saja dengan ucapanmu? Kau pasti orangnya Zhu Xuan. Jika kau mengaku, aku tidak akan menyiksamu lagi, bahkan memberikanmu imbalan uang dan kebebasan!" Chen Lian berusaha membujuk.

"Tuan... Aku sudah mengatakan kepadamu kalau aku tidak tahu apa-apa. Apakah aku mesti membohongimu kalau aku mengetahui persembunyian organisasi Bayangan merah?"

Mendengar itu, Chen Lian terlihat geram, lalu mendekati tubuh yang sudah kesakitan itu dan mencengkeram baju Yan Liu kemudian menariknya lebih dekat ketubuhnya. Ia ingin menumpahkan kata-kata makian. Barangkali karena terlalu emosi, ia tak bisa lagi berkata-kata.

Sambil berteriak keras, dengan sekuat tenaga ia melempar tubuh Yan Liu hingga menghantam dinding bangunan.

Buk!

Kerasnya benturan itu membuat Yan Liu terlihat tak bergerak lagi setelah tubuhnya jatuh ke lantai.

Chen Lian menyangka kalau lelaki yang disiksanya itu tewas akibat kerasnya siksaan yang ia lakukan. Ia pun menunduk dan memeriksa kondisi Yan Liu, lalu ia tersenyum menyeringai setelah tahu Yan Liu hanya pingsan.

Merasa belum puas, Chen Lian berdiri dan mengayunkan kakinya untuk menendang tubuh Yan Liu. Tiba-tiba ia menghentikan ayunan kakinya begitu suara Tien Jie terdengar berteriak keras melarang lelaki itu.

"Jika kau perlakukan demikian, lama-lama lelaki ini bisa mati sebelum membuka mulutnya. Sedangkan ia adalah satu-satunya orang yang kita miliki yang tahu keberadaan organisasi Bayangan Merah," ucapnya.

Chen Lian menoleh ke arah Tien Jie dengan nafas memburu. Wajahnya masih memerah karena emosi. Ucapan Tien Jie langsung membuatnya terdiam sesaat.

Meskipun berada dalam kondisi demikian, ia masih bisa menerima apa yang dikatakan oleh Pendekar Pedang Api itu.

Sambil merapikan pakaiannya yang nampak kusut dengan kibasan tangannya beberapa kali, ia pun bertanya pada Tien Jie, "Apa idemu?"

Pandangan Tien Jie pada Chen Lian seperti pandangan meremehkan. Lelaki itu seperti orang bodoh dimata Tien Jie.

"Cari keluarganya!" jawab Tien Jie.

Dahi Chen Lian langsung berkerut dan terdiam sesaat, kemudian mengangguk-angguk setelah memikirkan kalimat Tien Jie. Jika penyiksaan secara fisik tidak mampu membuat Yan Liu mengaku, maka dengan menangkap dan mengancam keluarganya ia pasti akan membuka mulut lelaki itu. Batinnya.

"Tapi, dimana kita bisa menemukannya?" tanyanya kemudian.

Pertanyaan Chen Lian membuat Tien Jie mendengus, dalam hati ia mengumpat Chen Lian dengan kata-kata kasar. Sambil menghela nafas pendek dan menggeleng-gelengkan kepala memandang Chen Lian, ia tak bisa menyembunyikan raut wajah kejengkelan pada lelaki itu.

"Bodoh! Orang yang berjualan disampingnya pasti tahu!" Tak tahan Tien Jie mengatakannya dengan agak keras.

Spontan Chen Lian langsung menepuk dahinya, lalu terdengar suaranya memaki dirinya sendiri, "Ah, bodohnya aku!"

Melihat kelakuan lelaki dihadapannya, Tien Jie dan Tien Lie saling pandang sambil kembali menggeleng-gelengkan kepala.

"Aku tak tahu alasan tuan Chow memilih orang ini dengan memberi pasukan padanya," Tien Lie mengatakannya dengan suara berbisik sambil tersenyum.

Tien Jie kemudian menutup mulutnya sendiri lalu berbisik pada saudaranya, Tien Lie, "Orang ini bodoh!"

Kalimat Tien Jie langsung membuat Tien Lie tertawa lepas hingga membuat Chen Lian penasaran. Menurut mereka, Chen Lian adalah orang yang terbodoh yang mereka kenal disamping emosinya yang gampang naik.

"Kalian sedang membicarakanku, ya!" serunya sambil melangkah mendekat ke arah mereka berdua.

Nampak sekali kalau Chen Lian merasa tidak senang melihat tingkah kedua pendekar pedang itu. Meskipun ia tak bisa mendengar apa yang dibisikkan Tien Jie pada Tien Lie, ia bisa menebak dengan pasti kalau dua bersaudara itu sedang membicarakannya atau bahkan sedang mengejeknya. Tetapi ia sendiri tidak berani serta merta memakinya, ia sadar kalau itu akibat kebodohannya sendiri.

Tampang Tien Jie mau pun Tien Lie tetap datar menanggapi kondisi Chen Lian yang sedang dalam keadaan emosi. Mereka tahu kalau Chen Lian tak akan berani berbuat macam-macam pada mereka berdua. Disamping lelaki itu ada dipihak yang sama, kemampuan beladirinya juga tak kalah dari Chen Lian, bahkan lebih unggul satu atau dua tingkat diatasnya, apalagi posisi mereka adalah berdua.

Tiba-tiba seorang prajurit datang sambil berlari dan menjatuhkan diri di atas kedua lututnya, hal itu membuat Chen Lian nyaris terlompat karena kaget.

"Tuan," katanya dengan suara panik, "Kita diserang kelompok Bayangan Merah!"

Mendengar laporan dari prajurit itu, Chen Lian bergegas meraih pedangnya yang berada di atas meja, sedangkan Tien Jie dan Tien Lie yang memang selalu memegang pedang di tangan langsung menarik keluar dari sarungnya.

Dalam hitungan detik, Suro sudah memasuki ruang itu, disusul kemudian Zhu Xuan dan Wang Yun dibelakangnya. Masing-masing sudah memegang pedang dalam keadaan terhunus dan siap untuk dimainkan.

"Akhirnya kalian yang datang kemari!" Chen Lian berkata, pedangnya ia tudingkan sebagai pengganti tangan ke arah mereka bertiga.

Wang Yun, begitu pandangannya tertumpu pada sosok tubuh lelaki yang dikenalnya langsung berseru, "Yan Liu!"

Ia mendekati tubuh Yan Liu yang tak bergerak. Ia mengira kalau Yan Liu telah tewas. Begitu tahu kalau pria itu hanya pingsan, wajahnya berubah lega, lalu memandang ke arah Zhu Xuan dan Suro.

"Yan Liu hanya pingsan," katanya memberi informasi.

Zhu Xuan dan Suro tampak menarik nafas lega.

"Lebih baik, anda selamatkan saudara Yan Liu, biar aku saja yang menghadapi mereka," Suro berkata pada Wang Yun.

Tetapi Zhu Xuan langsung menyela, "Biar aku yang menemanimu."

Wang Yun mengangguk, ia kemudian mengangkat tubuh Yan Liu dibahunya dan membawanya keluar dari ruangan itu.

Dari pihak Chen Lian hanya memandangi apa yang dilakukan Wang Yun, mereka sudah tidak membutuhkannya.

"Bawa saja orang itu!" Chen Lian berkata, "Jangan jadi sampah disini!"

Suro langsung mengarahkan pedangnya pada Chen Lian,"Anda orang yang sangat dzalim, dan pantas untuk dibunuh!"

Ketika Suro mengangkat pedang yang ada ditangannya, pemuda itu merasa aneh karena tidak terbiasa memegang pedang. Ia langsung teringat pada Zhu Lie Xian, anak buah Cheng Yu, sewaktu mereka sedang berisitirahat di rumah makan waktu itu.

"Pendekar Luo," Zhu Lie Xian berkata, "Aku lihat, anda tidak memiliki senjata?"

Suro tersenyum, lalu mengangguk dan kemudian berkata, "Dulu aku memiliki sebuah tongkat dari rotan sebagai senjata, tetapi pecah dan patah sewaktu bertarung dengan Ye Chuan di Bukit Awan Perak."

Zhu Lie Xian mengangguk-angguk, ia terdiam sesaat seperti tengah memikirkan sesuatu. Tak lama kemudian, ia memperhatikan pedang yang ada ditangannya lalu menyorongkannya pada Suro.

"Jika tuan pendekar berkenan, aku akan sangat senang jika anda mau menerima pedang ini sebagai hadiah," ujarnya dengan wajah tulus.

Suro langsung menyorongkan tangan dan bermaksud menolak, "Jangan, ini adalah senjatamu..."

"Tidak pendekar Luo, tolong jangan kecewakan ketulusan hatiku. Pedang ini anggap saja sebagai kenang-kenangan. Jika anda menolak, tentu akan membuatku sangat kecewa."

Tien Jie dan Tien Lie kini sudah berada disamping kiri dan kanan Chen Lian. Mereka berdua tampak sangat tenang, dan ketenangan mereka justeru menampilkan aura menakutkan keluar dari sorot matanya.

"Aku tak perduli ucapanmu," Chen Lian membalas ucapan Suro sambil menyeringai, "Lebih baik kamu menyerah, tak mungkin melawan pemerintah!"