Chereads / Pendekar Lembah Damai / Chapter 67 - Yutaka Shisido

Chapter 67 - Yutaka Shisido

Lelaki itu mengernyitkan keningnya begitu membaca tulisan dalam surat yang dikirimkan oleh Chen Lian. Sudut bibirnya langsung menaik dengan raut wajah yang terlihat tidak menyenangkan.

Selesai mendengus, diremasnya surat itu lalu kemudian membantingnya ke tanah.

Gua Bukit Awan Perak, di pagi yang cerah, masih bersisa kabut putih keperakan yang menjadikan Lembah itu bernama Awan Perak. Udara yang sejuk dan segar serta cuaca yang cerah tidak mempengaruhi suasana hati lelaki itu.

Perwira Chou sekali lagi mendengus, lalu berdiri dari duduknya di mulut gua. Dihadapannya, seorang lelaki lain berpakaian prajurit masih bersimpuh tak berani mengangkat kepala sebelum ia mendapat perintah dari Perwira Chou.

"Ma Han! Si Mata Iblis, ternyata tak ada apa-apanya. Sosoknya saja yang menakutkan, ternyata tewas juga ditangan anak kecil itu!" Ia berbicara pada dirinya sendiri dengan suara keras.

Dari langkahnya yang ke sana kemari menandakan ia begitu kecewa atas kegagalan orang-orang yang pernah dikirimnya untuk menangkap Suro hidup atau mati.

Kemudian ia menatap ke arah prajurit didepannya, "Apa Tien Jie dan Tien Lie sudah bergabung bersama Chen Lian?"

"Benar, tuan! Mereka masih menyelidiki keberadaan Luo Bai Wu yang menurut informasi berada dalam perlindungan kelompok Bayangan Merah, Zhu Xuan," jawabnya sekaligus memberikan informasi.

Mendengar nama Zhu Xuan, wajahnya bertambah kesal. Selama ini ia memang kesulitan untuk menangkap Zhu Xuan beserta kelompoknya. Padahal, ia sudah menyebar mata-mata diberbagai tempat di wilayah kekuasaannya, tetapi tetap saja hasilnya nihil. Seolah-olah, bukan dia yang memata-matai, tetapi malah sebaliknya, kelompok organisasi itulah yang memata-matai pergerakannya.

Keberadaan Suro dalam perlindungan organisasi Bayangan Merah, tentu menjadi kesulitan tersendiri bagi perwira Chou. Kemampuan bela diri pasukannya yang di bawah rata-rata tentu tak akan bisa menandingi orang-orang dari organisasi Bayangan Merah. Meskipun dibantu Chen Lian, ditambah dengan Pendekar Pedang Api dan Angin, kemungkinan gagal pasti lebih besar.

Untuk menghadapi Suro, Perwira Chou membutuhkan pendekar yang berilmu tinggi, minimal seperti Ye Chuan si Naga Api yang telah tewas. Jika tidak ia harus mengirimkan beberapa orang pendekar aliran hitam untuk membantu Chen Lian dan Pendekar Pedang Api dan Angin.

"Kembalilah, dan kabarkan pada Chen Lian kalau aku akan mengirimkan orang lagi untuk membantunya!" ia mengangkat tangannya memberi isyarat agar prajurit pembawa pesan itu pergi.

"Siap, tuan!" katanya. Setelah memberi hormat, ia berbalik dan melangkah pergi meninggalkan Perwira Chou yang nampak emosi.

***

Desa itu bernama Huang Zhu, terletak dan berbatasan dengan hutan yang didominasi dengan tanaman bambu. Aliran sungai kecil yang membelah hutan itu menembus cukup jauh hingga di lembah Gezi tempat kediaman tabib Yin Ke Hu yang telah wafat.

Tanahnya yang subur dimanfaatkan oleh sebagian besar penduduknya dengan bercocok tanam. Belum lagi dari hasil hutan terutama dari tanaman bambu banyak mereka manfaatkan sebagai mata pencarian mereka sehari-hari.

Sore itu, seorang anak perempuan kecil berusia 7 tahunan tengah berlari menyongsong langkah kaki seorang lelaki berusia 40 an tahun yang sedang berjalan mengangkut kayu bakar dipunggungnya. Lelaki itu tersenyum dan melambaikan tangan pada anak perempuan kecil yang datang menghampirinya.

"Ayah!" anak itu berseru riang sambil memeluk tubuh lelaki itu yang ternyata adalah ayahnya.

"Oh, Yan, anakku sayang, ada apa kau menyusul ayah? Mana ibumu?" tanyanya sambil mengusap kepala anak perempuan kecil itu sambil tersenyum. Tangan yang lainnya tetap menyangga setumpuk kayu bakar yang berada dipunggungnya.

"Ayah, ada orang yang mencarimu!�� katanya sambil mengikuti langkah ayahnya dari belakang.

Lelaki itu berhenti sejenak sambil menoleh, wajahnya yang basah oleh keringat menunjukkan raut wajah penuh tanda tanya.

"Siapa?" tanyanya lagi.

Anak kecil yang dipanggil dengan sebutan Yan itu hanya menggeleng, tetapi senyum cerianya tak hilang dari wajah lugunya.

"Orang itu menunggu di rumah," jawabnya kemudian.

Tak ada pertanyaan lagi, si lelaki kembali melangkah lebih cepat, hingga membuat si anak berjalan setengah berlari agar tak tertinggal langkah ayahnya.

Butuh waktu seperempat jam, ayah dan anak itu sudah tiba di halaman rumahnya yang terlihat sederhana. Dindingnya terbuat dari bambu, dan beratap jerami dengan luas yang cukup nyaman untuk sebuah keluarga.

Wajahnya menunjukkan rasa terkejut dan berangsur menjadi rasa tak senang ketika melihat seorang lelaki sudah berdiri menyambutnya di muka pintu rumah.

"Yutaka Shisido!" laki-laki itu menyebut namanya, "Lama tak bertemu."

Selesai meletakkan kayu bakarnya di tempat penumpukan kayu bakar, ia kemudian mendatangi lelaki itu sambil menyeka keringat yang membasahi wajahnya.

"Pergilah kedalam bersama ibumu, Yan," katanya dengan lembut pada Yan yang bergayut di kakinya.

Gadis kecil itu mengangguk, lalu melangkah masuk ke dalam rumah.

"Perwira Chou," katanya, "Ada urusan apa anda kemari?"

Lelaki yang ternyata Perwira Chou tersenyum sinis mendapati sikap orang yang bernama Yutaka Shisido yang dianggapnya tidak sopan itu. Ia meletakkan kedua tangannya menyilang di balik punggungnya.

"Aku punya tugas untukmu!" katanya.

Yutaka Shisido mengernyitkan dahi, nampak kalau ia merasa bingung.

"Tugas?" tanyanya, "Tugas apa? Aku bukan bawahanmu!"

Mendengar itu, Perwira Chou kembali tersenyum. Dalam hati ia merasa kesal karena tidak dihormati sebagaimana bawahannya yang lain menghormati dirinya.

"Kau memang bukan bawahanku. Tetapi ingat, aku tidak pernah mengusik keberadaanmu di daratan tengah ini. Seharusnya, aku bisa saja menangkapmu dari dulu!" Perwira Chou berkata. Ia nampak menahan diri untuk tetap berkata dengan suara datar.

Yutaka Shisido terdiam tak menjawab. Ia seperti mengakui apa yang dikatakan oleh lelaki dihadapannya itu. Perwira Chou punya kuasa untuk menangkap siapapun yang ia kehendaki, entah orang itu bersalah atau tidak. Apalagi orang asing seperti dirinya yang datang dan tinggal di daratan tengah itu sampai ia berkeluarga.

Mengingat keluarganya, hatinya menjadi khawatir. Lelaki yang berdiri dihadapannya itu ia kenal sangat licik. Perwira Chou bisa saja menggunakan kekuasaan dengan mengancam anak isterinya jika ia berani menolak. Jika sudah demikian, mau tidak mau, suka tidak suka ia harus menerima tugas yang diberikan kepadanya.

Dengan lemah, ia mengangkat kepala dan menghela nafas panjang, "Apa yang harus kulakukan?"

Mendengar kalimat putus asa dari Yutaka Shisido, perwira Chou langsung tersenyum dan melangkah lebih dekat.

"Aku ingin kau menangkap seorang asing yang bernama Luo Bai Wu, hidup atau mati. Sebutan aslinya bernama Suro berasal dari negeri di seberang samudera selatan bernama Jawa. Dia seorang ahli bela diri khas negerinya dan menguasai kungfu Tai Chi."

Yutaka Shisido terdiam sejenak, dahinya berkerut tanda ia sedang berfikir.

"Suro, dari negeri Jawa," ia mengulang nama dan asal orang yang disebutkan oleh Perwira Chou.

Sebenarnya, ia ingin menolak tugas yang diberikan oleh Perwira Chou, tetapi lagi-lagi ia teringat akan anak dan isterinya.

"Tidak bisakah aku hidup damai dan bahagia bersama keluargaku?" ia hanya bisa berkata dan mengeluh dalam hati.

Kembali memasuki dunia perrsilatan bukanlah mimpinya lagi. Sudah sangat lama ia meninggalkannya dan hidup damai bersama keluarganya saat ini.

Ketika matanya memandang perwira Chou ia merasa sangat kesal, lelaki itu sudah merusak kehidupannya saat ini.

"Mengapa tidak anda sendiri yang turun tangan atau memerintahkan pendekar lain yang masih aktif di dunia persilatan untuk menyelesaikan tugas ini?" nada bicaranya terdengar protes.

Perwira Chou mendengus, wajahnya agak kesal mengingat kembali orang-orang yang ia perintahkan untuk menangkap Suro.

"Aku sudah mengirimkan beberapa orang pendekar untuk menangkapnya, tetapi sebagian dari mereka telah tewas," lalu ia memandang ke arah Yutaka dengan pandangan mata tajam, "Kali ini aku mengirimmu untuk melanjutkan tugas mereka!"

"Kalau orang-orang yang kau kirimkan tidak berhasil menangkap atau membunuhnya, artinya orang ini mempunyai ilmu yang sangat tinggi," Yutaka berkata.

Mata Perwira Chou menatap tajam ke arah Yutaka Shisido sambil mengatupkan giginya begitu kuat seolah sedang menahan tekanan kekesalan dalam hatinya.

"Anda tahu Ye Chuan?" ia menanggapi ucapan Yutaka Shisido malah dengan balik bertanya.

Lelaki itu lalu diam sejenak seperti sedang mengingat-ingat nama yang disebutkan oleh Perwira Chou, kemudian ia mengangguk.

"Ye Chuan, si Naga Api?" ia bertanya memastikan.

"Dia tewas ditangan Luo Bai Wu."

Yutaka Shisido tersenyum sinis mendengar ucapan Perwira Chou, "Jika Ye Chuan saja bisa dikalahkan, apalagi aku. Apa tidak sia-sia memintaku untuk meneruskan tugas ini?"

Perwira Chou faham maksud dari perkataan Yutaka, lelaki itu berdalih sebagai bahasa penolakan terhadap tugas yang akan ia berikan.

"Ye Chuan memang kuat, bahkan terkuat di daratan ini. Hanya saja, ia tidak pernah menggunakan akalnya untuk mengalahkan musuh, cuma bergantung dan mengandalkan kekuatan saja," Perwira Chou memaparkan, "Aku bisa mengukur kemampuan Luo Bai Wu karena aku pernah bertarung dengannya. Dengan kemampuannya sekarang yang seperti itu, tidaklah mungkin Luo Bai Wu bisa mengalahkan Ye Chuan kecuali dengan akal. Orang ini sangat pandai menganalisa serangan lawan."

Penjelasan Perwira Chou seperti menekan dirinya dan sebagai isyarat kalau ia tak lagi bisa menolak dan beralasan dengan mengatakan ilmu beladirinya tidak sekuat Ye Chuan. Tetapi, lelaki itu sudah memberinya informasi yang akan menjadi bekalnya dalam menghadapi Suro kelak.

"Satu lagi," Perwira Chou menambahkan kalimatnya, "Luo Bai Wu sangat ahli dalam pertarungan jarak dekat. Jangan sampai kau terkena pukulan telapak tangannya."

Ia menghela nafas panjang sebelum mengatakan persetujuannya pada Perwira Chou. Hatinya masih terasa berat. Tapi apa boleh buat, ia harus memikirkan keselamatan anak dan isterinya dibawah tekanan lelaki itu.

"Baiklah, " jawabnya sambil mengangguk pelan, "Aku menerima tugas ini. Hanya saja, aku minta jaminan atas keluargaku jika aku gagal atau tewas!"

Perwira Chou tertawa keras hingga tubuhnya berguncang. Wajahnya menggambarkan kemenangan.

"Kau jangan khawatir, tetaplah fokus pada tugasmu," katanya, "Jika kau berhasil aku akan memberikanmu imbalan yang sangat besar, dan jika gagal, kehidupan keluargamu akan kupenuhi hingga anakmu dewasa!"

***

"Ketua, Zhu." Seorang lelaki datang tergopoh-gopoh dari lantai atas, lalu memberi hormat pada Zhu Xhuan. Wajahnya menunjukkan kepanikan.

Mereka yang ada di dalam ruang persembunyian bawah tanah itu melihat kedatangan si lelaki dengan hati berdebar, dari gelagatnya sudah bisa ditebak kalau ia akan menyampaikan sesuatu yang sangat penting.

"Yu Tian, ada apa?" Tatapan mata Zhu Xuan terlihat tak tenang.

"Di atas ada isteri Yan Liu, memberi kabar kalau suaminya telah tertangkap tentara Chen Lian ketika sedang berjualan di pasar!" katanya dengan suara panik.

"Dimana isteri Yan Liu sekarang?" tanyanya kemudian.

"Ia kutinggalkan di lantai atas, jika ketua mengizinkan, aku akan membawanya kemari," lelaki bernama Yu Tian itu menjawab sambil memberi kode dengan tangannya mengarah ke atas.

Zhu Xuan memandang sekeliling sesaat seolah meminta persetujuan untuk memperbolehkan wanita yang merupakan isteri dari Yan Liu itu di bawa keruangan persembunyian.

"Lebih aman dia dibawa kemari saja, takut kalau-kalau perilakunya terbaca oleh orang lain yang dikhawatirkan merupakan mata-mata pasukan kerajaan,�� Wang Yun memberi saran.

Setelah itu, Zhu Xuan kembali berkata pada Yu Tian, "Bawa dia kemari!"

Yu Tian pun mengangguk, lalu buru-buru melangkah keluar dari ruangan itu.

Tak sampai beberapa menit, mereka sudah melihat Yu Tian kembali bersama seorang wanita yang terlihat menangis.

"Ketua Zhu," wanita itu berkata sambil menangis, ia menggendong anaknya yang masih berusia sekitar 3 tahunan dalam pelukan. Ia adalah wanita yang disebut oleh Yu Tian sebagai isteri dari Yan Liu. "Tolong selamatkan suamiku, .... Aku mohon, selamatkan dia, tuan..."

Sambil berkata demikian ia bersimpuh di bawah kaki Zhu Xuan. Tangisannya semakin deras, merengek seperti anak kecil.

Buru-buru, Zhu Xuan langsung mengangkat tubuh wanita itu agar berdiri, tetapi isteri dari Yan Liu itu tampaknya tak mau bangkit. Kata-katanya begitu berharap agar Zhu Xuan segera mengambil tindakan atas tertangkapnya Yan Liu, suaminya.

"Tenanglah," Zhu Xuan berkata melihat wanita didepannya nampak panik, "Tolong jelaskan terlebih dahulu kejadiannya."

Sambil meneteskan air mata, wanita itu berkata, "Aku tidak tahu secara persis, yang jelas itu semua terjadi di tempat kami berjualan. Oang yang berada di dekat kami berjualan yang memberi kabar kepadaku.... Tolonglah tuan, jangan biarkan apapun terjadi padanya..."

Semua yang hadir menampakkan empati pada wanita itu, terlebih melihat anaknya yang masih kecil. Bayangan Chen Lian membuat darah mereka seperti mendidih.

"Sepertinya, rencana kita percepat," Suro berkata, "Kali ini, biarkan saya yang masuk ke kediaman mereka untuk menyelamatkan saudara Yan Liu."

Zhu Xuan terdiam, sepertinya ia harus mengambil keputusan yang cepat demi menghindari kejadian buruk menimpa Yan Liu, maka mau tidak mau ia harus mengikuti apa yang disampaikan oleh Suro.

Ketika ia memandang berkeliling, orang-orang pada mengangguk tanda setuju.

Setelah menarik nafas dalam, ia pun mengangguk. "Sepertinya begitu, tetapi kita lihat kondisi, jangan tuan muda Yang yang masuk menyerbu duluan."

Suro langsung melangkah maju lebih dekat kepada Zhu Chuan. "Chen Lian itu berilmu tinggi, ditambah lagi dengan adanya Pendekar Api dan Angin. Jika bukan aku sendiri yang masuk, sama saja mengantar nyawa! Kita mencegah terjadinya korban lebih banyak."

"Bukan itu masalahnya, pendekar Luo," Zhu Xuan menyela, "Chen Lian memiliki pasukan yang banyak, tak mungkin bisa kau hadapi sendiri."

Suro baru tersadar, darah mudanya langsung terpancing amarah pada Chen Lian yang telah menangkap Yan Liu, hingga ia tidak bisa berfikir panjang. Sepuluh sampai dua puluh prajurit barangkali ia masih bisa menghadapinya, tetapi ia tidak bisa memperkirakan jika jumlahnya lebih banyak dari yang ia duga. Tenaganya juga terbatas, bisa-bisa ia mati kelelahan sebelum bisa menyelamatkan Yan Liu. Belum lagi jika tiga pendekar berilmu tinggi juga ikut mengeroyoknya, pasti ia bakal jadi bulan-bulanan mereka.

Diam-diam, ia mengagumi sosok Zhu Xuan yang begitu bijak dan sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan.

"Anda benar, tuan Zhu," jawabnya sambil menghela nafas panjang, "Apa saran anda sekarang?"

Zhu Xuan terdiam sesaat sambil melemparkan pandangannya kembali ke arah orang-orang yang ada disitu.

"Anggota Bayangan Merah akan ikut bersamamu, kemudian Anggota Serigala Merah mengawal Tan Bu, Tetua Huang Nan Yu, Nona Li Yun dan Nona Rou Yi keluar dari kota ini langsung menuju pelabuhan," katanya dengan suara keras dan semangat, "Malam ini kita berangkat!"

Mendengarkan rencana Zhu Xuan, mereka serempak menjawab sepakat.

Suro kemudian menatap ke arah Tan Bu, "Kakak Tan, di sana ada Cheng Yu. Karena kalian sudah saling kenal, adik rasa tidak ada masalah. Tunggulah adik di sana."

Tan Bu tersenyum, lalu memegang pundak Suro sambil mengangguk, "Kami akan menunggumu."