"Saya minta pada Nona Marey, berikan Dean kebahagiaan dan maafkanlah Dean. Orang tua Dean melakukan hal itu karena tidak ingin Nona Marey berlarut-larut dalam kesedihan." ucap Dokter Chan dengan tatapan sedih.
Airmata Marey mengalir deras, sungguh Marey tidak bisa berkata apa-apa. Selama ini dia menyimpan kebencian pada Dean dan sangat dekat dengan Luis seseorang yang sangat baik dan lucu yang selalu membuatnya marah dan tersenyum.
"Dokter Chan, aku tidak tahu...apa aku harus bahagia atau bersedih. Aku merasa bersalah pada Dean. Selama bertahun-tahun aku telah salah paham padanya." ucap Marey dengan perasaan sedih dan bersalah.
"Nona Marey jangan merasa bersalah, Dean sama sekali tidak ada masalah dengan sikap Nona Marey. Dan saranku, tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki hubungan kalian selagi Dean masih ada waktu." ucap Dokter Chan dengan wajah serius.
Marey menundukkan kepalanya tidak ingin lagi Dokter Chan mengetahui kesedihannya.
"Ya Dokter Chan, apa yang Dokter katakan sangatlah benar. Aku akan memperbaiki semuanya." ucap Marey sambil mengusap airmata kesedihannya.
"Syukurlah kalau Nona Marey sudah mau memaafkan Dean dan menjaga Dean dengan baik." ucap Dokter Chan dengan tersenyum.
"Apa yang harus aku lakukan agar Dean bisa bahagia Dokter? apa aku harus mengatakan pada Dean kalau aku sudah mengetahuinya?" tanya Marey bingung dengan apa yang akan di lakukan pada Dean.
"Untuk sementara, biar Dean berpikir kalau Nona Marey tidak mengetahui semuanya. Dan jangan lagi Nona Marey membenci Dean. Agar Dean merasa tenang dan tidak merasa sedih lagi." ucap Dokter Chan memberikan solusi pada Marey.
"Terima kasih Dokter atas sarannya. Kalau begitu saya permisi dulu untuk melihat keadaan Dean sekarang." ucap Marey menyalami Dokter Chan kemudian menekan kursi rodanya keluar dari ruangan Dokter Chan.
Dengan perasaan sedih dan dada terasa sesak Marey menekan kursi rodanya kembali ke kamar Dean atau Luis.
"Aku harus tetap memanggil Dean dengan Luis. Aku harus membahagiakan Dean mulai sekarang. Aku telah berlaku tidak adil pada Dean. Maafkan aku Dean seharusnya aku tidak percaya kalau kamu bisa berbuat seperti itu, meninggalkan aku dalam kesedihan." ucap Marey seraya mengusap air matanya mengingat bagaimana sikap Dean yang begitu manis dan baik padanya sejak datang pertama kali ke kantornya.
Sambil mengusap air matanya yang terakhir, Marey membuka pintu kamar Dean.
Di lihatnya Dean masih terbaring sendirian.
"Di mana Jack? apa Jack masih belum kembali juga?" tanya Marey sambil mendekati Dean.
Entah dorongan apa, Marey meraih tangan Dean dan menggenggamnya dengan erat.
"Dean, maafkan aku... maafkan aku karena tidak berlaku adil padamu. Padahal selama ini kamu sangat mencintaiku." ucap Marey dalam hati dengan air mata yang menetes di pipinya hingga air mata Marey membasahi punggung tangan Dean.
Perlahan kedua mata Dean terbuka saat merasakan punggung tangannya basah. Pandangan matanya tertuju pada Marey yang sedang menangis di sampingnya.
"Nona Marey cantik, kenapa kamu menangis?" tanya Dean seraya bangun dari tidurnya dan berusaha untuk duduk bersandar.
Marey mengangkat wajahnya, dengan cepat mengusap air matanya.
"Aku tidak menangis, kenapa aku harus menangis? mataku berair karena terkena debu." ucap Marey dengan bibir cemberut.
"Ya Tuhan, aku kira kamu menangis karena aku. Tenyata aku terlalu berharap ya." ucap Dean dengan tersenyum.
Marey tersenyum sedih, Dean selalu membuatnya terhibur dan tertawa.
"Luis, kamu selalu saja menggodaku. Bagaimana keadaanmu? kenapa kamu bisa pingsan?" tanya Marey seolah-olah tidak tahu sakitnya Dean.
"Aku hanya terlalu capek saja, besok juga sembuh." ucap Dean dengan tersenyum nakal.
"Aku sudah bilang pada Sarah, kalau kamu sudah masuk kerja kamu hanya membantuku saja." ucap Marey sudah lebih dulu menceritakan semuanya pada Sarah sahabatnya. Dan ternyata Sean sudah mengetahui dari awal, karena itulah Sean menerima Dean bekerja di tempat Sarah adiknya.
"Benarkah Marey cantik? jadi aku akan satu ruangan denganmu?" tanya Dean dengan wajah terlihat bahagia.
Marey menganggukkan kepalanya dengan tersenyum ikut merasakan kebahagiaan yang di rasakan Dean.
"Em...Luis, sebenarnya kamu sakit apa? aku sudah dua kali melihat kamu pingsan dan keluar darah dari hidung kamu? apa kamu sudah mendapat hasil checkup dari Dokter?" tanya Marey dengan serius.
"Aku tidak sakit Rey, aku pingsan dan hidungku mengeluarkan darah itu hanya kebetulan saja. Sebentar lagi aku pasti sehat dan bisa bekerja. Sepertinya kamu cemas Rey? apa benar kamu mencemaskan aku?" tanya Dean dengan kedua matanya menatap dalam kedua mata Marey.
"Tentu aku cemas Luis, kamu bekerja satu kantor denganku. Dan lagi kamu juga tetanggaku. Kalau terjadi sesuatu padamu, aku juga yang repot. Em... maksudku aku tidak bisa melihat kamu sakit." ucap Marey memberikan perhatiannya pada Dean agar Dean merasa senang.
"Akhirnya...Nona Mareyku yang cantik perhatian juga padaku." ucap Dean dengan senyum terkulum.
"Aku harap, saat kamu bekerja denganku kamu bisa bekerja dengan baik. Dan satu lagi, untuk makan tiap hari kamu biar aku yang menyiapkan. Kamu bisa membayarku saat kamu gajian." ucap Marey dengan perasaan sedih.
"Wah... mimpi apa aku semalam, Nona Marey yang cantik begitu baik padaku. Sudah memberikan pekerjaan yang lebih mudah sekarang mau menyiapkan makanan untukku. Terima kasih banyak Rey." ucap Dean dengan hati yang bahagia.
"Sama-sama Luis." ucap Marey sambil melihat jam tangannya.
"Ada apa Rey? kenapa kamu melihat jam? apa kamu mau pulang? bisakah kamu menjagaku sehari ini saja?" tanya Dean dengan tatapan memohon.
"Luis, aku harus kembali kerja." ucap Marey tidak tega melihat tatapan mata sayu Dean.
"Ya... seharusnya aku tidak memaksa kamu untuk menjagaku. Kalau begitu selamat bekerja ya? semoga besok aku sudah bisa bekerja." ucap Dean dengan tersenyum sedih.
Marey menghela nafas panjang, berusaha menenangkan hatinya. Dia seolah-olah tidak peduli pada Dean agar Dean tidak terlalu curiga kalau dia sudah mengetahui semuanya.
"Baiklah Luis...sang perayu dan penggoda karena kamu sedang sakit, aku akan memenuhi permintaan kamu." ucap Marey sambil menjepit pelan hidung Luis dengan sayang.
"Kamu... kamu sangat manis Nona Marey, aku akan mentraktirmu makan siang saat aku gajian nanti." ucap Dean tertawa senang.
"Ccckkk...kamu belum bekerja sudah mau traktir aku." ucap Marey dengan bibir sedikit manyun.
"Kamu jangan pikirkan itu Rey, aku pasti akan mentraktir kamu walau hanya makan es krim saja. Kamu suka es krim kan?" ucap Dean sambil menggenggam tangan Marey dengan erat.
"Makan Es krim? kamu tahu dari mana kalau aku suka es krim?" tanya Marey menatap penuh wajah Dean.
"Aku...aku tahu dari Max, Max yang memberitahuku kalau kamu suka es krim." ucap Dean sedikit gugup karena hampir saja Marey curiga padanya.