Chereads / CINTAKU DI UJUNG SURGA / Chapter 15 - PENGAKUAN DEAN

Chapter 15 - PENGAKUAN DEAN

"Marey, terima kasih telah menemani aku sampai ke rumah." ucap Dean dengan perasaan haru dengan perhatian Marey dan Max yang menemaninya pulang dari rumah sakit

"Jangan pikirkan itu lagi Luis. Istirahatlah aku akan pulang untuk menyiapkan makanan untukmu." ucap Marey dengan penuh perhatian.

"Bisakah kamu memasak di sini saja Marey?" tanya Dean dengan tatapan penuh harap.

Marey terdiam sesaat mempertimbangkan permintaan Dean.

"Baiklah, demi keinginan kekasihku aku akan memasak di sini." ucap Marey dengan tersenyum.

"Terima kasih Marey." ucap Dean dengan tatapan tak lepas dari wajah Marey.

Marey menganggukkan kepalanya sambil menepuk bahu Dean kemudian mendorong kursi rodanya keluar kamar.

Marey keluar kamar dan mencari di mana tempat dapur berada.

"Tenyata dapurnya ada di sini. Dean tidak pernah berubah masih suka dengan kebersihan." ucap Marey dalam hati sambil melihat ke sekeliling dapur.

"Marey." panggil Dean yang tiba-tiba berdiri di belakangnya.

"Luis? kenapa kamu ke sini?" tanya Marey sambil memegang bahu Dean dan membantunya duduk di kursi makan.

"Aku kesepian di kamar. Aku tidak bisa jauh darimu." ucap Dean dengan jujur.

"Luis, aku hanya pergi ke dapur untuk memasak. Bukan kemana-mana." ucap Marey sangat gemas dengan sikap Dean yang manja.

"Sudah aku katakan aku tidak bisa jauh darimu." ucap Dean dengan tatapan penuh.

"Kenapa Luis?" tanya Marey menghadap ke arah Dean.

"Karena hidupku sudah tidak lama lagi. Aku ingin selalu bersamamu dalam setiap detiknya. Aku ingin memenuhi ingatanku hanya dengan dirimu." ucap Dean dengan tatapan putus asa.

"Luis, dengarkan aku." ucap Marey seraya menggenggam tangan Dean.

Dean terdiam menatap lembut wajah Marey.

"Aku tidak bisa terus tinggal di sini? apa kata orang nanti? kita belum menikah Luis jadi kamu harus bersabar untuk itu ya?" ucap Marey dengan tatapan penuh berharap Dean akan mengerti.

"Kalau begitu kita akan menikah sekarang." ucap Dean dengan serius.

"Luis? apa yang kamu katakan? menikah itu tidak mudah. Hubungan kita baru di mulai, bagaimana bisa kita langsung menikah? kita masih butuh waktu untuk mengenal satu sama lain kan Luis?" ucap Marey ingin Dean mengaku tentang siapa dirinya.

"Tidak Marey, kita sudah mengenal lama. Bahkan bertahun-tahun kita sudah bersama." ucap Dean berniat memberitahu Marey siapa dirinya.

Marey menatap Dean tak berkedip seolah-olah terkejut dengan apa yang di ucapkan Dean.

"Maksudmu apa Luis? kita mengenal sudah bertahun-tahun? kita baru mengenal bukan Luis? kita juga baru menjaga sepasang kekasih." ucap Marey menahan rasa gejolak dalam hatinya.

"Dengar aku Marey, kita sudah mengenal bertahun-tahun lamanya. Dan...kita jiga sudah menjadi sepasang kekasih lima tahun yang lalu." ucap Dean menenangkan hatinya agar tetap tenang.

"Apa Luis? bagaimana itu bisa terjadi? aku baru mengenalmu Luis? kamu tidak bercanda kan? lima tahun yang lalu aku berhubungan dengan Dean kekasihku bukan denganmu." ucap Marey berusaha menenangkan hatinya agar tidak menangis.

"Aku Dean, Marey. Kekasihmu Dean." ucap Dean dengan suara pelan.

"Apa yang kamu katakan Luis, kamu Dean? tapi wajah kamu bukan wajah Dean! aku tahu kamu sedang bercanda kan Luis?" ucap Marey dengan tatapan tak berkedip.

"Aku benar-benar Dean, Marey. Aku melakukan operasi wajah setelah kecelakaan terjadi. Wajahku hancur sembilan puluh persen dan tidak bisa di perbaiki selain dengan operasi wajah." ucap Dean menatap penuh wajah Marey.

"Kamu? kamu Dean? dan kamu tidak mengatakan dari awal kalau kamu adalah Dean? kamu telah membohongi aku Luis. Aku tidak bisa memaafkan kamu dengan kebohongan ini!" ucap Marey berpura-pura kecewa dan marah.

"Maafkan aku Marey, aku terpaksa melakukannya. Karena aku mendengar dari orang tuaku kalau kamu sangat membenciku. Aku ingin memastikan lebih dulu kalau hati kamu sudah baik." ucap Dean dengan suara penuh kesedihan.

"Kamu telah berbohong selama ini Luis, kamu telah meninggalkan aku dalam kesedihan." ucap Marey mendorong kursi rodanya berniat menjauh dari Dean.

Namun dengan cepat Dean memegang kursi roda Marey dan berlutut di hadapan Marey.

"Maafkan aku Marey, aku tidak pernah meninggalkanmu. Aku di sana berjuang untuk hidup agar aku bisa kembali padamu." ucap Dean dengan wajah pucat dan kedua matanya berkaca-kaca.

Hati Marey sudah di tahan lagi melihat kesedihan di wajah Dean.

"Peluklah aku Dean, aku bahagia kamu telah mengatakannya padaku. Dari awal aku berharap kalau Luis itu adalah kamu. Begitu banyak persamaan antara kamu dan Luis. Dan ternyata kata hatiku benar, kamu adalah Dean." ucap Marey seraya menangkup wajah Dean dengan air mata yang sudah mengalir di pipinya.

Dengan penuh perasaan Dean memeluk Marey dengan sangat erat seolah-olah tidak akan melepaskannya lagi.

"Marey, maafkan aku, karena aku telah membuatmu menderita dengan duduk di kursi roda ini." ucap Dean dengan tatapan bersalah.

"Cukup Dean, jangan lagi meminta maaf padaku. Kamu tidak bersalah, aku sudah mengetahui semuanya dari Dokter Chan." ucap Marey seraya menarik tangan Dean agar kembali duduk di tempatnya.

"Jadi... kamu sudah mengetahuinya Marey? dan kamu tidak berpura-pura tidak tahu? kamu sangat nakal Marey cantik." ucap Dean hati di penuhi kebahagiaan.

Hati Dean sudah sangat tenang, karena Marey sudah mengetahui siapa dirinya. Dia tidak perlu lagi berpura-pura menjadi menjadi Luis.

"Maafkan aku Dean, aku bersyukur Dokter Chan menceritakan semuanya padaku. Jika tidak mungkin aku akan menyesal. Harusnya aku percaya kalau kamu tidak mungkin menyakiti hatiku." ucap Marey menatap Dean dengan tatapan bersalah.

"Lupakan Marey, sekarang yang terpenting kita telah bersama. Dan aku sudah mendapatkan Mareyku kembali. Aku sudah bisa tenang jika aku meninggal karena aku tahu kamu masih mencintaiku." ucap Dean dengan tatapan penuh cinta.

Kedua mata Marey berkaca-kaca, tidak tahan mendengar ucapan Dean.

"Tidak Dean, kamu tidak akan meninggal. Kamu akan sembuh, dan kita akan bahagia selamanya." ucap Marey dengan penuh kesedihan.

"Aku berharap seperti itu Marey, tapi apa yang di katakan Dokter biasanya benar. Aku ingin tidak akan menolak takdir hidupku Marey. Tapi aku berusaha untuk hidup bahagia dan membahagiakanmu sebelum ajalku tiba." ucap Dean berusaha tersenyum agar Marey tidak bersedih lagi.

"Baiklah Dean, sebaiknya kamu kembali ke kamar dan istirahat. Kita akan bicara lagi setelah aku memasak untukmu." ucap Marey tidak ingin membuat Dean semakin bersedih.

"Tidak Marey, sebaiknya kita kembali ke kamar saja. Kamu tidak bisa memasak di sini kompornya terlalu tinggi. Tidak seperti di rumah sakit tempat tidurnya bisa di pendekkan hingga kamu bisa naik ke tempat tidurku." ucap Dean mengingatkan Marey agar tidak terlalu memaksakan diri.

"Lalu, bagaimana denganmu? kamu harus makan dan minum obat Dean?" ucap Marey merasa sedih tidak bisa membahagiakan Dean selain merepotkannya karena keterbatasannya.